SIFAT KEPEMIMPINAN (Dalam Perspektif al-Qur’an)

 SIFAT KEPEMIMPINAN
(Dalam Perspektif al-Qur’an)
Oleh. Hafidz, S.pd., M.Pd.I
(Anggota CMM dan MPI PDM Kota Malang)

 


Dalam suasana idul fthri di bulan Syawwal ini, berbagai aktifitas  yang kita jumpai di masyarakat, mulai dari aktifitas silaturahim sampai rekreasi yang di kemas dalam berbagai bentuk acara, misalnya; kegiatan halal bi halal dimana istilah ini muncul hanya di negara Indonesia, sedangkan di negara tetangga tidak mengenal apa itu halal bi halal! Karena itu tidak sedikit dari kalangan kaum musimin yang  memanfaatkan momen syawwal sebagai ajang berlomba-lomba dalam ketaatan dan kebaikan antara yang satu dengan lainnya. Mengapa istilah halal bi halal mendarah daging bagi bangsa Indonesia, seakan-akan jika belum melaksanakan halal bi halal merasa rugi dan ketinggalan hal penting dalam hidupnya, misal; bagi seseorang yang memiliki kesalahan kepada saudara yang lain, dengan jenis kesalahan yang tidak mudah untuk mendapatkan maaf, Maka dia harus menunggu momen yang sama pada tahun berikutnya. Kenapa? Karena pada moment ini semua orang merasa bersalah dan meminta maaf, logikanya seseorang yang merasa bersalah, atau menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna, maka ia dengan mudah memberi maaf atas kesalahan orang lain. Sementara orang yang tidak dan belum menyadari akan ketidaksempurnaan dirinya, maka akan sulit memberi maaf atau jika ia memaafkan berarti dirinya tidak mau disebut orang yang sombong.

 

Istilah halal bi halal itu sendiri memiliki makna “ Melepas” apa yang dilepas? Dari makna inilah maka animo masyarakat untuk ber halal bi halal sangat tinggi, karena tidak mau ketinggalan moment penting dalam menebus dan melepas semua kesalahan yang pernah dilakukan selama satu tahun sebelumnya baik yang disengaja, yang besar atau yang kecil semuanya akan dianggap sama dan berlepas diri dari belenggu kegelisahan dan ketidaktenangan dalam hidupnya. Intinya semua orang akan dengan mudah melapangkan diri untuk menerima segala sesuatu yang dirasa mengikat hidupnya, dan melepas semua jenis kesalahan apa saja yang tertanam lama dalam dirinya.

Termasuk dalam hal ini adalah seorang pemimpin yang memiliki otoritas dalam memutuskan segala sesuatu dengan kebijakan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak, saat atau dalam memimpinnya. Mengingat firman Allah SWT, dlm surat Ali-‘Imran;3;159, berikut;

 

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

 

"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal."

 

Maka sangat jelas perintah dan ibarat dalam ayat ini, yaitu bagaikan sebuah kompas yang menuntun kita pada keahlian-keahlian esensial seorang pemimpin, seorang pemimpin tidak cukup hanya orang yang pintar, cerdik dengan  ide-ide cemerlang dalam memimpinnya, tapi masih dikuasai oleh amarahnya. Atau ada yang penuh kasih, tapi tidak mampu mengelola tim dengan baik. Atau pintar mengelola tim dengan hebat, tapi tidak punya rasa dan perasaan pada yang dipimpinnya. Karenanya ayat  ini sangat menarik untuk kita renungi. (disarikan dari Faraid wa Fawaid min Al-Qur'an Al-karim)

Sebagai solusi dalam masalah kepemimpinan ini, maka dapat ditarik benang merah, bagaimana sikap, sifat seorang pemimpin yang sesungguhnya menurut perspektif  Qur’an, diantaranya adalah;

 

1. Menjadi Uswah

 Kutipan awal ayat ini yaitu;



فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ

 "Maka berkat rahmat Allah engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati keras, tentulah mereka akan menjauh daripadamu"

 

Pada potongan ayat ini, menunjukan suatu penekankan kongkrit bagaimana pentingnya sebuah keteladanan (uswah) dan kerendahan hati  (tawadhu’) seorang pemimpin. Pemimpin yang penuh kasih sayang dan rendah hati akan dihormati dan dicintai oleh yang dipimpinnya (pengikutnya). Bukan saat seseorang sedang memimpin dihormati dan disegani, tapi kesudahan dari itu pemimpin tetap dihargai, karena sewaktu memimpin menghargai rakyatnya, atau  diperhatikan oleh rakyat, karena saat memimpin selalu memperhatikan kepentingan mereka bukan kepentingan golongan, kelompok apalagi  pribadinya. Dan dikenang dalam sejarah kehidupan manusia, hal ini juga bukan karena kekayaan, kegagahan, apalagi kemegahan dan popularitas diri dan keluarganya. Pengalaman ini dibuktikan bagaimana kepemimpinan Rasulullah SAW. Nabi Muhammad  SAW dikenal sebagai pemimpin yang sederhana dan bersahaja. Ia tidak pernah menunjukkan sikap arogan atau superioritas, dan selalu bersedia untuk duduk bersama dan mendengarkan para pengikutnya. Kesederhanaan ini membuatnya mudah dihormati dan dicintai oleh rakyatnya, bahkan sepanjang zaman dalam sejarah kehidupan manusia.

 

2. Mengalahkan Egonya

 Kutipan tengah dalam ayat ini yaitu; bahwa seorang pemimin tidak boleh mengedepankan egoisnya, tapi harus mengedepankan kata memaafkan atau dengan kata lain suka memberi maaf, sehingga dikenang sebagai pemimpin pemaaf. Karena salah satu sifat  pemimpin (mulai dri pemimpin rumah tangga sampai bertangga-tangga pada bangsa di suatu negera) yang sulit dilawan adalah egoismenya dengan kata kali lain “ misalnya’ inilah Aku dan apa kata saya, serta kalau bukan karena saya, maka tidak mungkin terjadi seperti  saat ini. Bagaimana jika terjadi seperti ini, maka ingatlah akan potongan ayat ini  “Maka maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka”

Dan menurut ayat ini tidak cukup hanya menjadi pemaaf tanpa diikuti dengan memintakan ampunan atas kesalahan rakyatnya kepada Allah SWT, dengan demikian maka seorang pemimpin tidak menaruh dan menyimpan atau melepaskan diri dari rasa dendam, dengki, tidak suka dan sifat tercela lainnya.

 

Sebagai salah satu hikmah dari potogan ayat ini , bahwa kesalahan merupakan bagian dari proses belajar baik belajar tektual maupun kontektual. Jadi  Pemimpin yang bijaksana mampu memaafkan kesalahan rayatnya dan Arif dalam bersikap yaitu selalu berorintasi pada  membantu mereka untuk berkembang, dan meringankan beban hidup yang diderita oleh mereka.

 

3. Menjadi Mitra

Pada kutipan ayat berikutnya yaitu; seorang pemimpin harus memikili rasa dan perasaan bahwa apa yang telah dilakukan dan berhasil, inggat! Bahwa itu terjadi bukan karena dirinya (pemimpin) tapi karena mitra dari semua steakholder yang ada dalam tim atau kelompok baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu setiap aktifitas yang direncanakan libatkan mereka , ajak mereka dialog dan musyawarah, supaya hasinya maksimal dan lebih baik. Hukum logika berkata pikiran satu oang tidak lebih baik daripada pikiran dua, tiga orang dst. Sebagaimana firman Allah SWT.

"Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu" Artinya bahwa pemimpin yang bijak selalu melibatkan anggotanya/ timnya dalam proses pengambilan keputusan. Konsultasi dan musyawarah akan menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan memperkuat rasa kebersamaan dalam tim. Kalaupun terjadi kegagalan bukan sepenuhnya kegagalan seorang pemimpin, tapi kegagalan bawahan atau timnya.

Seperti yang telah dicontohkan oleh  Nabi Muhammad SAW selalu melibatkan para sahabatnya dalam pengambilan keputusan. Beliau selalu terbuka terhadap saran dan masukan dari mereka, dan tidak pernah bertindak secara sepihak. Jika hal ini terjadi pada setiap pemimpin mulai dari yang terendah sampai pada suau negera, maka akan membawa kemakmuran bagi semuanya.

 

4. Konsisten dan Komitmen

 

Kutipan potogan ayat berikutnya adalah konsisten dan komitmen atas semua yang telah disepakati, tidak berubah tiba-tiba tanpa suatu sebab,  dan jika harus berubah berubah dengan cara yang baik dan diketahui bersama-sama.  "Maka apabila engkau telah mengambil keputusan, .."

Tentu sebagai seorang pemimpin mempunyai otoritas yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun, dalam hal ini mutlak hak seorang pemimpin, tapi dalam hak lain yang sifatnya strategis maka harus dikolaborasikan dengan yang ada. Disinlah konsistensi dan komitmen seorang pemimpin dalam memutuskan suatu kebijakan. Dan Ketika seorang pemimpin telah membuat keputusan yang matang dan penuh pertimbangan, ia harus berani dan teguh dalam melaksanakannya. Konsistensi dan komitmen ini akan membawa tim ke arah kesuksesan yang maksimal.

 

5. Kepasrahan Mutlak

Dipenghujung ayat ini memberikan pelajaran kepada kita semua, bahwa setelah berikhtiyar dan berusaha atas rencana aktifitasnya, maka seorang pemimpin harus menggantungkan keberhasilannya kepada Allah Ta’ala Sang Pemilik jagad raya ini, supaya hasil yang raihnya membawa kesejahteraan dan kemakmuran bersama, jika hal ini dilakukan oleh para pemimpin suatu negera akan menjadi negera yang  “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”

Potongan ayat tersurat yaitu  "maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh.."

Jadi kesuksesan sejati datangnya dari Allah SWT. Pemimpin yang beriman selalu berserah diri kepada Allah SWT dan senantiasa berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk semuanya.

 

Hal seperti inilah yang dibutuhkan pada suatu negara yang krisis kepercayaan,  dan ciri pemimpin yang optimis dan penuh keyakinan akan menumbuhkan semangat yang sama pada tim/rakyatnya. Ia selalu percaya pada potensi anggotanya dan senantiasa berusaha membawa mereka menuju kesuksesan konprehenship dan totalitas pada pelayanan, bukan dilayani!


SIFAT KEPEMIMPINAN (Dalam Perspektif al-Qur’an)  SIFAT KEPEMIMPINAN (Dalam Perspektif al-Qur’an) Reviewed by sangpencerah on Mei 09, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar: