Dalam suasana idul fthri di
bulan Syawwal ini, berbagai aktifitas
yang kita jumpai di masyarakat, mulai dari aktifitas silaturahim sampai
rekreasi yang di kemas dalam berbagai bentuk acara, misalnya; kegiatan halal bi halal dimana istilah ini muncul
hanya di negara Indonesia, sedangkan di negara tetangga tidak mengenal apa itu
halal bi halal! Karena itu tidak sedikit dari kalangan kaum musimin yang memanfaatkan momen syawwal sebagai ajang berlomba-lomba
dalam ketaatan dan kebaikan antara yang satu dengan lainnya. Mengapa istilah
halal bi halal mendarah daging bagi bangsa Indonesia, seakan-akan jika belum
melaksanakan halal bi halal merasa rugi dan ketinggalan hal penting dalam
hidupnya, misal; bagi seseorang yang memiliki kesalahan kepada saudara yang
lain, dengan jenis kesalahan yang tidak mudah untuk mendapatkan maaf, Maka dia
harus menunggu momen yang sama pada tahun berikutnya. Kenapa? Karena pada moment ini semua orang merasa bersalah dan meminta maaf, logikanya seseorang yang
merasa bersalah, atau menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna, maka ia
dengan mudah memberi maaf atas kesalahan orang lain. Sementara orang yang tidak
dan belum menyadari akan ketidaksempurnaan dirinya, maka akan sulit memberi
maaf atau jika ia memaafkan berarti dirinya tidak mau disebut orang yang
sombong.
Istilah halal bi halal itu
sendiri memiliki makna “ Melepas” apa yang dilepas? Dari makna inilah maka
animo masyarakat untuk ber halal bi halal sangat tinggi, karena tidak mau
ketinggalan moment penting dalam menebus dan melepas semua kesalahan yang pernah dilakukan selama satu tahun sebelumnya baik
yang disengaja, yang besar atau yang kecil semuanya akan
dianggap sama dan berlepas diri dari belenggu kegelisahan dan ketidaktenangan
dalam hidupnya. Intinya semua orang akan dengan mudah melapangkan diri untuk
menerima segala sesuatu yang dirasa mengikat hidupnya, dan melepas semua jenis
kesalahan apa saja yang tertanam lama dalam dirinya.
Termasuk dalam hal ini
adalah seorang pemimpin yang memiliki otoritas dalam memutuskan segala sesuatu dengan
kebijakan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak, saat atau dalam memimpinnya.
Mengingat firman Allah SWT, dlm surat Ali-‘Imran;3;159, berikut;
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ
ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ
ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
"Maka berkat rahmat
Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau
bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai
orang-orang yang bertawakal."
Maka sangat jelas perintah
dan ibarat dalam ayat ini, yaitu bagaikan sebuah kompas yang menuntun kita pada
keahlian-keahlian esensial seorang pemimpin, seorang pemimpin tidak cukup hanya
orang yang pintar, cerdik dengan ide-ide
cemerlang dalam memimpinnya, tapi masih dikuasai oleh amarahnya. Atau ada yang
penuh kasih, tapi tidak mampu mengelola tim dengan baik. Atau pintar mengelola
tim dengan hebat, tapi tidak punya rasa dan perasaan pada yang dipimpinnya. Karenanya
ayat ini sangat menarik untuk kita
renungi. (disarikan dari Faraid wa Fawaid min Al-Qur'an Al-karim)
Sebagai solusi dalam masalah
kepemimpinan ini, maka dapat ditarik benang merah, bagaimana sikap, sifat seorang pemimpin yang sesungguhnya menurut perspektif Qur’an, diantaranya adalah;
1. Menjadi Uswah
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ
"Maka berkat rahmat Allah engkau bersikap
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati keras,
tentulah mereka akan menjauh daripadamu"
Pada potongan ayat ini,
menunjukan suatu penekankan kongkrit bagaimana pentingnya sebuah keteladanan (uswah) dan kerendahan hati (tawadhu’) seorang pemimpin. Pemimpin yang
penuh kasih sayang dan rendah hati akan dihormati dan dicintai oleh yang
dipimpinnya (pengikutnya). Bukan saat seseorang sedang memimpin dihormati dan
disegani, tapi kesudahan dari itu pemimpin tetap dihargai, karena sewaktu memimpin menghargai rakyatnya, atau
diperhatikan oleh rakyat, karena saat memimpin selalu memperhatikan
kepentingan mereka bukan kepentingan golongan, kelompok apalagi pribadinya. Dan dikenang dalam sejarah kehidupan
manusia, hal ini juga bukan karena kekayaan, kegagahan, apalagi kemegahan dan
popularitas diri dan keluarganya. Pengalaman ini dibuktikan bagaimana kepemimpinan Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW
dikenal sebagai pemimpin yang
sederhana dan bersahaja. Ia tidak pernah menunjukkan sikap arogan atau
superioritas, dan selalu bersedia untuk duduk bersama dan mendengarkan para
pengikutnya. Kesederhanaan ini membuatnya mudah dihormati dan dicintai oleh
rakyatnya, bahkan sepanjang zaman dalam sejarah kehidupan manusia.
2. Mengalahkan Egonya
Dan menurut ayat ini tidak
cukup hanya menjadi pemaaf tanpa diikuti dengan memintakan ampunan atas
kesalahan rakyatnya kepada Allah SWT, dengan demikian maka seorang pemimpin
tidak menaruh dan menyimpan atau melepaskan diri dari rasa dendam, dengki,
tidak suka dan sifat tercela lainnya.
Sebagai salah satu hikmah
dari potogan ayat ini , bahwa kesalahan merupakan bagian dari proses belajar
baik belajar tektual maupun kontektual. Jadi Pemimpin yang bijaksana mampu memaafkan kesalahan rayatnya dan Arif dalam bersikap yaitu selalu berorintasi
pada membantu mereka untuk berkembang,
dan meringankan beban hidup yang diderita oleh mereka.
3. Menjadi Mitra
Pada
kutipan ayat berikutnya yaitu; seorang pemimpin harus memikili rasa dan
perasaan bahwa apa yang telah dilakukan dan berhasil, inggat! Bahwa itu terjadi
bukan karena dirinya (pemimpin) tapi karena mitra dari semua steakholder yang
ada dalam tim atau kelompok baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu setiap
aktifitas yang direncanakan libatkan mereka , ajak mereka dialog dan
musyawarah, supaya hasinya maksimal dan lebih baik. Hukum logika berkata
pikiran satu oang tidak lebih baik daripada pikiran dua, tiga orang dst.
Sebagaimana firman Allah SWT.
"Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu" Artinya bahwa pemimpin yang bijak selalu
melibatkan anggotanya/ timnya dalam proses pengambilan keputusan. Konsultasi
dan musyawarah akan menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan memperkuat
rasa kebersamaan dalam tim. Kalaupun terjadi kegagalan bukan sepenuhnya
kegagalan seorang pemimpin, tapi kegagalan bawahan atau timnya.
Seperti yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW
selalu melibatkan para sahabatnya dalam pengambilan keputusan. Beliau selalu
terbuka terhadap saran dan masukan dari mereka, dan tidak pernah bertindak
secara sepihak. Jika hal ini terjadi pada setiap pemimpin mulai dari yang
terendah sampai pada suau negera, maka akan membawa kemakmuran bagi semuanya.
4. Konsisten dan Komitmen
Kutipan
potogan ayat berikutnya adalah konsisten dan komitmen atas semua yang telah
disepakati, tidak berubah tiba-tiba tanpa suatu sebab, dan jika harus berubah berubah dengan cara
yang baik dan diketahui bersama-sama. "Maka apabila engkau telah
mengambil keputusan, .."
Tentu sebagai seorang
pemimpin mempunyai otoritas yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun, dalam
hal ini mutlak hak seorang pemimpin, tapi dalam hak lain yang sifatnya
strategis maka harus dikolaborasikan dengan yang ada. Disinlah konsistensi dan
komitmen seorang pemimpin dalam memutuskan suatu kebijakan. Dan Ketika seorang
pemimpin telah membuat keputusan yang matang dan penuh pertimbangan, ia harus
berani dan teguh dalam melaksanakannya. Konsistensi dan komitmen ini akan
membawa tim ke arah kesuksesan yang maksimal.
5. Kepasrahan Mutlak
Dipenghujung
ayat ini memberikan pelajaran kepada kita semua, bahwa setelah berikhtiyar dan
berusaha atas rencana aktifitasnya, maka seorang pemimpin harus menggantungkan
keberhasilannya kepada Allah Ta’ala Sang Pemilik jagad raya ini, supaya hasil yang
raihnya membawa kesejahteraan dan kemakmuran bersama, jika hal ini dilakukan
oleh para pemimpin suatu negera akan menjadi negera yang “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”
Potongan ayat tersurat yaitu "maka
bertawakkallah kepada Allah. Sungguh.."
Jadi kesuksesan sejati
datangnya dari Allah SWT. Pemimpin yang beriman selalu berserah diri kepada
Allah SWT dan senantiasa berusaha untuk melakukan yang
terbaik untuk semuanya.
Hal seperti inilah yang dibutuhkan
pada suatu negara yang krisis kepercayaan,
dan ciri pemimpin yang optimis dan penuh keyakinan akan menumbuhkan
semangat yang sama pada tim/rakyatnya. Ia selalu percaya pada potensi
anggotanya dan senantiasa berusaha membawa mereka menuju kesuksesan
konprehenship dan totalitas pada pelayanan, bukan dilayani!
Tidak ada komentar: