Tafsir Al-Muthaffifin, ayat 1-6 Ibnu Katsir (1)

Tafsir Al-Muthaffifin, ayat 1-6 Ibnu Katsir (1)



وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (6)


Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?


Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Aqil, Ibnu Majah menambahkan dari Abdur Rahman ibnu Bisyr, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnu Waqid, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Yazid ibnu Abu Sa'id An-Nahwi maula Quraisy, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Nabi SAW. tiba di Madinah, orang-orang Madinah terkenal dengan kecurangannya dalam hal takaran. Maka Allah SWT. menurunkan firman-Nya: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.  (Al-Muthaffifin: 1) Setelah itu mereka menjadi orang-orang,yang baik dalam menggunakan takaran. 


Ibnu Abu Hatim mengatakan, tclah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Nadr ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaid, dari Al-A'masy. dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Haris, dari Hilal ibnu Talq yang mengatakan bahwa ketika aku sedang berjalan bersama Ibnu Umar. maka aku bertanya, "'Siapakah manusia yang paling baik dan paling memenuhi dalam memakai takaran, penduduk Mekah ataukah penduduk Madinah?*' Ibnu Umar menjawab.”Sudah seharusnya bagi mereka berbuat demikian. tidakkah engkau telah mendengar firman-Nya: "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang" (Al-Muthaffifin: 1).'"


Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Sa’ib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail. dari Dirar, dari Abdullah Al-Maktab, dari seorang lelaki, dari Abdullah yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki berkata kepadanya, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya penduduk Madinah benar-benar memenuhi takaran mereka." Abdullah menjawab, "Lalu apakah yang mencegah mereka untuk tidak memenuhi takaran, sedangkan Allah SWT. telah berfirman: "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang" (Al-Muthaffifin: 1).'sampai dengan firman-Nya: '(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam' (Al-Muthaffifin: 6)


Makna yang dimaksud dengan tatfif di sini ialah curang dalam memakai takaran dan timbangan, yang adakalanya meminta tambah bila menagih orang lain, atau dengan cara mengurangi bila ia membayar kepada mereka. Untuk itulah maka dalam firman berikutnya dijelaskan siapa saja mereka yang diancam akan mendapat kerugian dan kecelakaan yang besar, yaitu:


الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ


(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. (Al-Muthaffifin: 2)

Yakni bila mereka menerima takaran dari orang lain, maka mereka meminta supaya dipenuhi dan diberi tambahan.


وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ


dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (Al-Muthaffifin: 3)

Yaitu merugikan orang lain dengan menguranginya. 


Hal yang terbaik dalam meng-i'rab ayat ini hendaknya lafaz kalu dan wazanu dianggap sebagai fi'il (kata kerja) yang muta'addi. Dengan demikian, berarti damir hum berkedudukan dalam mahal nasab sebagai maf’ul-nya. Tetapi sebagian ulama Nahwu menjadikan damir tersebut sebagai taukid dari damir yang tidak disebutkan dalam lafaz kalu dan wazanu , sedangkan maf'ul-nya dibuang karena sudah dapat dimaklumi dari konteksnya. Keduanya mempunyai makna yang berdekatan.

Allah SWT. telah memerintahkan kepada manusia untuk memenuhi takaran dan timbangan dengan jujur. Untuk itu Allah SWT. berfirman: 


وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا


Dan sempurnakanlah takaran apabila kalian menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itilah yang lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya. (Al-Isra: 35)


وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزانَ بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْساً إِلَّا وُسْعَها


Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. (Al-An'am: 152)

Dan firman Allah SWT.:


وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلا تُخْسِرُوا الْمِيزانَ


Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kalian mengurangi neraca itu. (Ar-Rahman: 9)

Dan Allah SWT. telah membinasakan kaum Syu'aib dan menghancurkannya disebabkan mereka curang terhadap orang lain dalam melakukan takaran dan timbangan.

Kemudian Allah SWT. berfirman:


أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ


Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar. (Al-Muthaffifin: 4-5)

Mereka sama sekali tidak takut kepada hari berbangkit, yang di hari itu mereka akan diberdirikan di hadapan Tuhan Yang Mengetahui semua isi dan rahasia, untuk dimintai pertanggungjawabannya, yaitu di hari yang menakutkan karena banyak peristiwa yang dahsyat terjadi di hari itu lagi sangat mengerikan. Barang siapa yang merugi di hari itu, maka dimasukkanlah ia ke dalam neraka yang panas. 

Firman Allah SWT.:


يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ


(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (Al-Muthaffifin: 6)


Yakni mereka berdiri dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, lagi tidak berkhitan di tempat pemberhentian yang amat sulit, sesak, lagi menyengsarakan bagi orang yang durhaka, karena mereka diselimuti oleh murka Allah yang tiada suatu kekuatan pun atau panca indra pun yang mampu bertahan terhadapnya.


قَالَ الْإِمَامُ مَالِكٌ: عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:  يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ حَتَّى يَغِيبَ أَحَدُهُمْ فِي رَشْحِهِ إِلَى أَنْصَافِ أُذُنَيْهِ.


Imam Malik telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar r.a., bahwa Nabi SAW. pernah bersabda: di hari (ketika) manusia berdiri di hadapan Tuhan semesta alam, sehingga seseorang dari mereka tenggelam ke dalam keringatnya sampai sebatas pertengahan hidungnya.

Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini melalui Malik dan Abdullah ibnu Aun, keduanya dari Nafi' dengan sanad yang sama. Imam Muslim telah meriwayatkannya melalui dua jalur pula. 

Demikian pula hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ayyub ibnu Yahya, Saleh ibnu Kaisan, dan Abdullah serta Ubaidillah (keduanya putra Umar), dan Muhammad ibnu Ishaq, dari Nafi', dari Ibnu Umar dengan sanad yang sama.

Lafaz Imam Ahmad menyebutkan bahwa: 


حَدَّثَنَا يَزِيدُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ إِسْحَاقَ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يَقُولُ: يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ لعظَمة الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، حَتَّى إِنَّ العرقَ ليُلجِمُ الرجالَ إِلَى أَنْصَافِ آذَانِهِمْ


telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ishaq, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda:  Di hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam, kelak di hari kiamat, karena kebesaran Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga sesungguhnya keringat benar-benar menenggelamkan orang-orang sampai batas pertengahan telinga mereka.

Bersambung ke-(2 Habis)


Tafsir Al-Muthaffifin, ayat 1-6 Ibnu Katsir (1) Tafsir Al-Muthaffifin, ayat 1-6 Ibnu Katsir (1) Reviewed by sangpencerah on Mei 09, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar: