MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR TETANGGA

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR TETANGGA
Oleh: Ust. Drs. Radix Mursenoaji
Ketua MT PDM Kota Malang


Prolog;

Tidak lama lagi akan diselenggarakan pesta demokrasi serentak di Negeri Indonesia, termasuk di wilayah Malang Raya (Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang). Berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang terjadi selama ini adalah adanya jarak komunikasi antar sesama, khususnya tetangga kanan-kiri-depan-belakang, disebabkan karena beda pilihan dan dukungan. Padahal menurut kaca mata sosiologis mestinya tidak demikian sekalipun beda pilihan dan dukungan, sebenarnya hal itu hanya bersifat sementara dan sangat wajar, karena pada akhirnya semua akan ikut kepada siapa yang menang dan memimpin. Sedangkan bertetangga akan berjalan selamanya selagi ada kehidupan manusia di muka bumi ini. Dan keberadaan tetangga sangat mulia dan penting dalam menjalin kerukunan, kedamaian dan kenyaman dalam menjalani kehidupan. Dan jika terjadi sebaliknya, menjalani kehidupan dengan tidak nyaman, maka orang beriman akan mendatangkan berbagai penderitaan. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW.

 

“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: "Tidak, demi Allah tidak beriman, tidak, demi Allah tidak beriman, tidak, demi Allah tidak beriman". Para sahabat bertanya: siapa itu wahai Rasulullah?, beliau bersabda: "Tetangga yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya" (H.R. Ahmad:8078)

 

Seiring dengan pertambahan penduduk sedangkan lahan pemukiman yang semakin mahal dan terbatas maka terjadilah lingkungan mukim yang padat berjubel. Tren yang terjadi, pada lingkungan mukim yang sudah lama terbentuk menjadi semacam rumah-rumah sekat dengan banyak penghuni. Sementara itu, pada lingkungan mukim baru terbangun juga condong pada bangunan dengan luasan terbatas dan bentuk marjinal. Kondisi semacam ini memunculkan paradigma dan permasalahan baru yang senantiasa harus disikapi secara bijak agar tidak terjadi kegaduhan dalam pergaulan hidup bertetangga. Setiap masalah yang niscaya terjadi yang menimbulkan kegaduhan dan kerenggangan dalam hidup bertetangga harus selalu dirajut kembali sehingga perdamaian dan ketenteraman tetap terjaga.

Jumlah penduduk muslim di Indonesia memang mayoritas, namun dari yang mayoritas ini tidak banyak yang paham tuntunan al Islam, khususnya tentang hidup bertetangga. Dari yang paham-pun, belum tentu juga kuasa melakukan tuntunan itu dengan sebaik-baiknya tanpa hidayah Allah SWT. Hidayah Allah SWT tidak dapat ditunggu dengan berdiam diri saja. Sementara ini, sungguh amat sedikit orang muslim yang menyempatkan diri untuk menghadiri majlis ilmu agama. Oleh karenanya upaya dakwah lewat berbagai media dan cara perlu dilakukan, termasuk lewat tulisan semacam ini yang dapat menjangkau masyarakat mukim di lingkungan padat penduduk.

 

Rentanitas

Hal-hal sepele terkadang bisa memicu konflik antar tetangga di daerah padat penduduk atau dimana saja. Pemukiman di daerah ini pada umumnya saluran pematusan air limbah rumah tangga dibuat melewati atau pada sisi kanan – kiri gang/jalan pemukiman sehingga bau air limbah selalu tercium sepanjang hari. Bagi rumah tangga yang tidak tertib buang air kecil di closed maka bau pesing akan mengalir bersama dengan aliran air di parit itu.

Pada kasus yang lain, pemukiman padat penduduk, pada biasanya tidak memiliki ruang / lahan untuk menjemur barang cucian. Penjemuran sering diletakkan di depan rumah, pinggir gang masing-masing.  Maka tak ayal, jika penghuni rumah yang berhadapan ada salah satu yang lebih awal menjemur sehingga “memakan” melebihi setengah gang di depannya, terjadilah konflik berawal dari jemuran ini.

Di daerah padat penduduk, umumnya juga dihiasi oleh banyaknya anak-anak kecil yang bermain bersama-sama. Karena anak kecil, dia bermain terkadang tidak melihat waktu dan tempat. Dengan ulah lucu dan keceriaanya, mereka berlarian, berteriak bahkan juga bisa hingga bertengkar di sepanjang gang itu. Orang disekitarnya tempat bermain itu pun bisa terganggu oleh ulah anak-anak itu, dan tidak menutup kemungkinan salah seorang pemukim  menjadi marah dan mengusir anak-anak itu dengan kasar.  Atas perlakuan ini, ada juga anak yang sampai melaporkan kepada orang tuanya, dan konyol-nya, ada juga orang tua yang terprovokasi sehingga mendatangi orang yang memarahi anak-anak tadi. Maka terjadilah konflik antar tetangga yang seharusnya tidak perlu terjadi. Bisa pula terjadi pertengkaran antar anak-anak yang bermain itu yang akhirnya melibatkan orang tua masing-masing anak.

Rumah tangga di daerah padat penduduk, bukan berarti merupakan penduduk yang berkelas miskin harta. Perabot rumah tangga dan barang-barang kebutuhan pokok bahkan barang kebutuhan sekunder dan tersier telah mereka miliki. Suara audio ataupun audio visual yang menggema antar rumah-rumah sering membuat jengkel orang lain yang tidak sepaham. Kondisi inipun juga sering menjadi sumber konflik antar tetangga.

 Berangkat dari masalah sepele, namun tidak menutup kemungkinan menjadi pemicu konflik yang lebih besar. Orang yang emosi, biasanya tidak mampu berpikir panjang untuk mengendalikan dirinya sehingga tidak mustahil akan melakukan hal-hal diluar nalar sehat, menumpahkan kemarahannya secara berlebihan. Perselisihan antar anak yang kemudian mulanya hanya melibatkan ibunya - karena ibunyalah yang umumnya keseharian berada di rumah - berlanjut melibatkan sang ayah, terus berlanjut lagi melibatkan seluruh anggota keluarga, bahkan hingga pernah suatu peristiwa yang terjadi sampai dibawa naik ke meja hijau.

 

Tidak nyaman

Setiap perselisihan dan pertengkaran tentu menyebabkan ketidak-nyamanan, apalagi terjadi antar tetangga yang setiap hari bertemu. Rasa tidak nyaman berada dirumah sendiri, ketika berjalan dilingkungan kampung sendiri tentu akan membawa efek psikis yang tidak baik hingga berimplikasi kepada kesehatannya sendiri.

Kita tidak bisa membayangkan apabila di suatu lokasi pemukiman terjadi konflik antar tetangga terebih tidak bisa segera didamaikan. Secara sosial, lingkungan pemukiman yang demikian tentu tidak sehat untuk tumbuh-berkembangnya anak-anak kita. Anak yang sering melihat pertengkaran itu akan terbangun dengan sendirinya sifat dan sikap konfrontatip terhadap orang lain yang belum dikenalnya. Barangkali berangkat dari keadaan yang demikian inilah sering kita temukan anak-anak dan remaja mudah berbuat “semau gue”, berkata dan berlaku kasar ditempat-tempat umum. Tambahan lagi, remaja yang masih mencari identitas diri itu, terkumpul kedalam suatu komunitas yang memunculkan rivalitas pula maka pengalaman kehidupan dilingkungan mukimnya diproyeksikan kedalam pergumulan komunitasnya. Dalam kondisi yang demikian itu perlu kiranya muncul seorang “juru damai” yang shaleh dengan menerapkan  tuntunan bahwa sebaik-baik tetanga di sisi Allah SWT adalah yang terbaik terhadap tetanganya (HR. Tirmidzi)

Sebagaimana firman Allah SWT

 

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

  

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,(QS. An-Nisa’;4:36)

 

Firman Allah SWT: Tentang tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh. Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas (tetangga yang dekat) yaitu adanya kedekatan antara kamu dan dia (dan tetangga yang jauh) yaitu tidak adanya jarak yang dekat antara kamu dan dia. Demikian yang diriwayatkan dari ‘Ikrimah, Mujahid, Maimun bin Mihran, Adh-Dhahhak, Zaid bin Aslam, Muqatil bin Hayyan, dan Qatadah.

Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al-Bikali, tentang firmanNya: (tetangga yang dekat) yaitu tetangga muslim (dan tetangga yang jauh) yaitu orang Yahudi dan Nasrani" Diriwayatkan dari Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim.

Jabir Al-Ju`fi meriwayatkan dari Asy-Sya'bi dari Ali dan Ibnu Mas'ud bahwa “dan tetangga yang dekat” yaitu wanita.

Mujahid juga berkata tentang firmanNya: (dan tetangga yang jauh) yaitu teman dalam perjalanan. Adapun (Ibnu Sabil) maka diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan kelompok lainnya yaitu seorang tamu.

Firman Allah SWT: (dan hamba sahayamu) wasiat tentang budak, karena budak itu rentan untuk ditipu dan ditawan oleh orang lain. Oleh karena itu, telah disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah SAW berwasiat kepada umatnya ketika dalam keadaan sakit, beliau bersabda,"Shalat, shalat, dan berbuat baik kepada budak-budak kalian" Beliau mengulanginya berkali-kali hingga suaranya hampir hilang.

Firman Allah SWT: (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri) yaitu orang yang sombong pada dirinya sendiri, membangga-banggakan dirinya atas orang lain. Dia menganggap dirinya lebih baik daripada mereka. Dia menganggap dirinya besar, namun di sisi Allah SWT, dia itu rendah, dan di mata orang lain, dia dibenci.

Mujahid berkata tentang firman Allah SWT (Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri) yaitu sombong (membangga-banggakan diri) yaitu tidak memperhitungkan apa yang diberikan kepadanya dan tidak bersyukur kepada Allah SWT, yaitu membangga-banggakan dirinya atas manusia atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya, sedangkan tidak bersyukur kepada Allah SWT atas hal itu

Menggapai kedamaian, kanyamanan abadi jauh lebih berharga dan lebih beruntung, dibandingkan meraup kenyamanan sesaat. Karenanya mari kita saling bau membau dalam membangun kebersamaan antar sesama khusunya dengan tetangga.



MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR TETANGGA MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR TETANGGA Reviewed by sangpencerah on November 14, 2024 Rating: 5

Tidak ada komentar: