Oleh Badrut Tama, ST
Anggota
MPI-PDM periode 2015-2020
Manusia mempunyai entitas yang berbeda dengan makhluq lainnya. Manusia mempunyai
kehendak bebas yang sepenuhnya tergantung manusia itu sendiri. Hal ini berbeda
dengan makhluq Allah yang
lain, misalnya bulan diciptakan Allah dengan aturan yang mengikat, dia harus
berjalan pada porosnya. Atau sama halnya dengan matahari yang harus terbit dari
timur dan tenggelam di ufuk barat. Dan banyak fenomena alam di dunia ini yang
sudah diatur oleh Allah. Mereka diikat dengan hukum alam yang disebut dengan Sunnatullah,
tidak punya kehendak bebas.
Sedangkan manusia adalah makhluq yang diberi kebebasan. Mau
beriman atau tidak, terserah manusia. Beda dengan malaikat yang diciptakan khusus
untuk menghambakan diri pada Allah, selalu berjalan sesuai dengan aturan dan
tuntunan-Nya. Apakah dengan demikian, malaikat itu lebih mulia daripada
manusia? Ternyata tidak, malaikat pernah sujud (penghormatan) pada Adam as, lantaran
mengakui ketinggian ilmunya. Ternyata derajat manusia itu bisa lebih tinggi
dari makhluk lain karena ilmunya.
Tetapi, walaupun demikian tidak berarti manusia itu selalu lebih
tinggi dari makhluq lainnya. Manusia bisa berada di tempat yang paling rendah, melebihi
rendahnya binatang. Tergantung kemauan bebas tersebut diarahkan kemana? Jika
ternyata manusia lebih memilih untuk ingkar pada Tuhan-nya, berbuat maksiat dan
melanggar aturan agama maka tempatnya akan lebih rendah daripada binatang.
Supaya derajad manusia lebih tinggi dari pada makhluq lainnya maka dia harus membekali
diri dengan iman dan ilmu. Sebagaimana dalam ayat berikut:
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
…Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. al-Mujadilah;58:11)
pada ayat diatas disebutkan bahwa manusia akan diangkat derajatnya oleh
Allah karena iman dan ilmunya. Artinya mempunyai ilmu banyak tidak cukup untuk
menjadikan seseorang berada di derajat yang tinggi, harus dihiasi dengan iman. Banyak orang yang berilmu tapi
kehidupannya menderita dan tercela.
Misalnya, koruptor itu jelas orang yang punya ilmu. Mereka bisa dari kalangan
DPR, Pejabat Negara, kepala BUMN dan lainnya. Tapi mereka tidak layak disebut
sebagai orang yang tinggi derajadnya, jika kemudian harus berakhir di penjara.
Sebagaimana sabda Rasul: Bertambahnya ilmu tapi tidak berbanding
lurus dengan bertambahnya hidayah, tidak akan tambah dekat dengan Allah malah
sebaliknya, yaitu tambah jauh dariNya. Terkait dengan ilmu ini apakah hanya
ilmu agama yang akan menjadikan seseorang tambah dekat dengan Allah dan mengakui akan kebesaran-Nya?
Suatu hari Prof. Abdullah Shahab, Guru besar Teknik Mesin ITS
(Institut Sepuluh Nopember), pulang kampung dan berkunjung ke Kyainya. Oleh
sang Kyai ditanya: Koen belajar opo le?
Beliau menjawab Sekolah Teknik Kyai. Sang Kyai bertanya lagi: Teknik iku opo?. Dijawab lagi oleh
beliau: Ingkang gentosi mesin-mesi niku
Pak Yai… Dengan tegas sang Kyai bertanya lagi: Nek belajar ngono iku opo onok pahalae…? Pernyataan ini
berangkat dari sebuah ayat 28 surat Fathir
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ
“.....
sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNya, hanyalah
ulama’...” (QS. Fathir; 35:28)
ayat ini tidak khusus pada penguasaan
ilmu agama, karena hampir semua Mufassir mengartikan
ulama’ ialah orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah. Kebesaran
Allah tidak bisa dipelajari dengan ilmu fiqih, tapi harus dengan alam semesta (ayat kauniyah). Kyai itu lupa kalau ayat
ini diawali dengan penjelasan sain di alam semesta.
Dari cerita diatas jelas sang Kyai menganggap bahwa belajar sains
dan teknologi tidak mendapatkan pahala. Mungkin hanya belajar ilmu agama yang
akan membuat seseorang berhak mendapatkan pahala. Padahal banyak ilmu Allah yang tersebar di muka bumi ini. justeru dengan belajar fenomena alam,
bagaimana proses terjadinya alam pertama kali, begaimana bulan mengitari
matahari, manusia akan menemukan kebesaran Allah SWT.
Bahwa tidak ada Dzat yang super hebat sekalipun yang mampu
mengatur kehidupan makrokosmos itu
kecuali Dialah Allah yang Mahapencipta. Yang telah menjadikan malam dan siang.
Yang telah menciptakan matahari bersinar dengan segala manfaat yang
dikandungnya.Bisa dibayangkan jika matahari itu tidak ada, mungkin bumi ini
akan lumpuh dalam selimut kebekuan.
Fenomena turunnya hujan dan munculnya tumbuh-tumbuhan di muka bumi
bisa diamati dan dianalisa dengan ilmu sains bukan ilmu tafsir dan fiqh. Dengan
pengetahuan yang luas tentang sains ini kemudian diiringi dengan landasan iman yang kokoh, muncullah kekaguman pada kebesaran Allah SWT. Sudah bukan saatnya lagi
mendikotomi ilmu umum dan ilmu agama.Ilmu Allah itu luas, setiap apapun yang
kita lihat dan kita rasakan, di sanalah terdapat tanda-tanda kebesaran Allah
yang hanya bisa dipahami oleh orang yang mempunyai ilmu.
Sejarah kemajuan Islam selalu ditandai dengan cendekiawan yang
ahli di bidang ilmu-ilmu sains. Misalnya Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina, dan banyak
ilmuwan lain yang ahli di bidang fisika, kimia, matematika dan kedokteran serta
ilmu lain di luar ilmu agama. Bahkan pada Abad Pertengahan mereka mampu
memimpin peradaban Islam, karena Islam tidak hanya diartikan sebagai urusan kehidupan
ukhrawi. Justru kehidupan dunia ini dijadikan jembatan kehidupan mulia di akhirat kelak. Sesuai dengan kehendak
bebas yang dimiliki manusia itu sendiri. Apakah dia mencari ilmu, kemudian untuk
apa ilmu yang dia dapatkan? Selanjutnya apakah ilmu itu akan menjadikannya
dekat dengan Allah atau tidak. Semua tergantung pada kehendak bebas yang
diberikan Allah pada manusia.
Pertanyaan berikutnya Apakah manusia itu sepenuhnya bisa
mengendalikan dirinya sendiri dengan kehendak bebas yang dimiliki? Ternyata
juga tidak. Di sisi lain manusia harus tunduk pada ketentuan yang telah
digariskan oleh Allah SWT.
Misalnya pada saat dia haus, apakah dia sendiri yang menentukan
bahwa dia haus atau tidak. Sedangkan rasa haus itu datang dari kadar garam yang
ada dalam tubuh. Jika kadar garam dalam darah naik, maka akan ada hormon yang
keluar dan memicu rasa haus itu. Dan hormon-hormon itu tidak dalam kendali
manusia, melainkan kendali otak yang disebut hipothalamus.
Tidak semua apa yang ada pada manusia itu bisa dikendalikan oleh dirinya
sendiri. disisi lain
harus takluk pada sesuatu diluar kendalinya. Manusia tidak bebas menentukan
rambutnya selalu hitam dan kulitnya selalu kencang. Pada saatnya nanti akan
timbul uban dan kulit yang keriput. Di antara kebebasannya dalam berkehendak
akan dibatasi oleh ketentuan Allah yang tidak bisa dipungkiri. Jadi semua
ilmu yang kita miliki saat ini akan bermanfaat dan berpahala selama ilmu itu
digunakan untuk kebaikan hidup dan dijadikan sarana mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
Mari tingkatkan belajar, belajar dan belajar untuk kualitas
hidup dihadapan Allah SWT. Jadi untuk mengetahui kebesaran dan keagungan Allah manusia harus belajar ilmu
sain, dan jika ingin memperbaiki kualitas ibadahnya harus belajar ilmu Qur’an, Hadits
dan Fiqih dalam
agama.
Dan pada akhirnya manusia harus mengakui kelemahan
dirinya, sehebat apapun mereka tidak akan pernah bisa menandingi kehebatan Dzat
yang Mahakuasa, yakni Allah SWT.
*)Diambil dari ceramah Prof.
Abdullah Shahab
Derajat Manusia dan Kehendak Bebasnya
Reviewed by sangpencerah
on
Maret 12, 2020
Rating:
Tidak ada komentar: