SEPUTAR PUASA ARAFAH (Bagian 4)


Lanjutan dari (Bagian 3, SEPUTAR PUASA ARAFAH)
KEHUJJAHAN HADIS-HADIS PUASA SEMBILAN/SEPULUH HARI ZULHIJJAH

Terdahulu telah disebutkan hadis salah seorang isteri Nabi saw riwayat Abu Dawud, Ahmad dan al-Baihaqi tentang Nabi saw melakukan puasa sembilan hari Zulhijjah dan juga hadis Hafsah tentang empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Nabi saw antara lain puasa sepuluh hari bulan Zulhijjah. Teks hadis terakhir ini adalah,

عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَالرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ .

Artinya: Diriwayatkan dari Hafsah, ia berkata: Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw, yaitu: puasa Asyura, puasa sepuluh hari bulan Zulhijjah, puasa tiga hari setiap bulan, dan shalat dua rakaat sebelum shalat subuh.(HR An Nasai) <9>

Dalam Putusan Munas Tarjih XXVI di Padang tahun 2003 (yang belum ditanfiz oleh PP) tentang puasa tathawwu‘ ditegaskan bahwa puasa tathawwu‘ ke-8 adalah puasa tanggal 1 s/d 8 Zulhijjah. Disebut puasa tanggal 1 s/d 8 Zulhijjah adalah karena puasa tanggal 9 (hari Arafah) sudah disebutkan tersendiri. Dalil yang digunakan dalam Putusan tersebut adalah hadis Hafsah tentang empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Nabi saw di mana salah satunya adalah puasa sepuluh hari bulan Zulhijjah itu. Pertanyaannya, apakah hadis-hadis ini dapat dijadikan hujjah? Pertanyaan ini muncul karena adanya hadis dari ‘Aisyah yang menyanggah puasa tersebut sebagai berkut:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِي الْعَشْرِ قَطُّ. [رواه مسلم].

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa ia berkata: Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw puasa pada sepuluh hari (pertama bulan Zulhijjah). [HR. Muslim]<10>.

Untuk itu kita perlu menyelidiki sanad hadis Hafsah tentang empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Nabi saw seperti tersebut di atas dan sanad hadis beliau puasa sembilan hari Zulhijjah. Selain dari an-Nasa’i, hadis Hafsah ini diriwayatkan juga oleh Ahmad, Ibn Hibban, Abu Ya‘la, dan ath-Thabrani. Yang paling pendek dari sanad kelima rawi (mukharrij) ini adalah sanad Ahmad sebagai berikut: Hafsah – Hunaidah – al-Hurr – ‘Amr Ibn Qais – Abu Ishaq – Hasyim Ibn al-Qasim – Imam Ahmad. Jalur sanad dari semua ahli hadis untuk hadis ini sama sampai kepada Hasyim Ibn al-Qasim (Abu an-Nadlr). Dari beliau baru terjadi percabangan menuju kepada para ahli hadis tersebut. Semua rawi ini, kecuali Abu Ishak, adalah terpercaya.

Informasi biografis tentang Abu Ishaq ini tidak banyak terungkap dalam kitab-kitab rijal hadis. Hanya disebutkan bahwa namanya adalah Abu Ishaq al-Asyja‘i berasal dari Kufah. Ia meriwayatkan hadis dari ‘Amr Ibn Qais, dan murid yang meriwayatkan hadisnya adalah Hasyim Ibn al-Qasim yang sering dipanggil Abu an-Nadlr, seorang ahli hadis terpercaya. Hadis-hadis Abu Ishaq hanya diriwayatkan oleh Hasyim ini. Ibn Hajar (w. 852/1449) menilainya maqbul, sebuah kategori ta’dil paling rendah. Tetapi tidak begitu jelas apa alasannya ia dinilai karena keterangan biografis Ibn Hajar sendiri tentangnya tidak memadai. Adz-Dzahabi (w. 748/1347) memasukkannya ke dalam bukunya al-Mughni fi adl-Dlu‘afa’, akan tetapi kurang jelas kategorinya. Dalam buku ini adz-Dzahabi memasukkan berbagai kategori rawi termasuk rawi terpercaya yang sedikit longgar dalam seleksi hadis. Mungkin atas dasar ini kemudian al-Albani menyatakan hadis ini daif. Ibn Hibban meriwayatkan hadis Abu Ishaq ini dalam Shahihnya, yang berarti menurutnya Abu Ishak adalah rawi yang hadisnya sahih. Begitu pula al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadis ini sahih memenuhi kriteria al-Bukhari dan Muslim.


Hadis ini mempunyai kesamaan makna dengan hadis salah seorang isteri Nabi saw yang menerangkan beliau melakukan puasa sembilan hari bulan Zulhijjah. Sanad terpendek hadis salah seorang isteri Nabi saw ini seorang isteri Nabi saw – isteri Hunaidah – Hunaidah – al-Hurr – Abu ‘Awanah. Hingga Abu ‘Awanah ini jalur periwayatan hadis ini semuanya sama. Dari Abu ‘Awanah kemudian baru terjadi percabangan menuju masing-masing ahli hadis. Pada dasarnya semua rawi dalam sanad hadis ini adalah terpercaya. Hanya saja ada rawi yang mubham dan majhul. Rawi mubham itu adalah salah seorang isteri Nabi saw. Siapa yang dimaksud dengan isteri Nabi ini. Bila dihubungkan dengan hadis terdahulu, kiranya dapat diduga bahwa salah seorang isteri Nabi saw ini adalah Hafsah (w. 41/661), putri Umar Ibn al-Khattab.

Bersambung ke Bagian 5 (habis)

Referensi:
9.HR. An Nasai 2416/2373. Dhaif.      
10.HR. Muslim 2010. Shahih


SEPUTAR PUASA ARAFAH (Bagian 4) SEPUTAR PUASA ARAFAH (Bagian 4) Reviewed by sangpencerah on Juli 21, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar: