Lanjutan dari (Bagian 3, SEPUTAR PUASA ARAFAH)
KEHUJJAHAN HADIS-HADIS PUASA SEMBILAN/SEPULUH HARI ZULHIJJAH
Terdahulu telah
disebutkan hadis salah seorang isteri Nabi saw riwayat Abu Dawud, Ahmad dan
al-Baihaqi tentang Nabi saw melakukan puasa sembilan hari Zulhijjah dan juga
hadis Hafsah tentang empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Nabi saw antara
lain puasa sepuluh hari bulan Zulhijjah. Teks hadis terakhir ini adalah,
عَنْ حَفْصَةَ قَالَتْ أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلاَثَةَ
أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَالرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ .
Artinya:
Diriwayatkan dari Hafsah, ia berkata: Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan
oleh Rasulullah saw, yaitu: puasa Asyura, puasa sepuluh hari bulan Zulhijjah,
puasa tiga hari setiap bulan, dan shalat dua rakaat sebelum shalat subuh.(HR An
Nasai) <9>
Dalam Putusan
Munas Tarjih XXVI di Padang tahun 2003 (yang belum ditanfiz oleh PP) tentang
puasa tathawwu‘ ditegaskan bahwa puasa tathawwu‘ ke-8 adalah puasa tanggal 1
s/d 8 Zulhijjah. Disebut puasa tanggal 1 s/d 8 Zulhijjah adalah karena puasa
tanggal 9 (hari Arafah) sudah disebutkan tersendiri. Dalil yang digunakan dalam
Putusan tersebut adalah hadis Hafsah tentang empat hal yang tidak pernah
ditinggalkan Nabi saw di mana salah satunya adalah puasa sepuluh hari bulan
Zulhijjah itu. Pertanyaannya, apakah hadis-hadis ini dapat dijadikan hujjah?
Pertanyaan ini muncul karena adanya hadis dari ‘Aisyah yang menyanggah puasa
tersebut sebagai berkut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
قَالَتْ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَائِمًا فِي
الْعَشْرِ قَطُّ. [رواه مسلم].
Artinya:
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa ia berkata: Saya tidak pernah melihat
Rasulullah saw puasa pada sepuluh hari (pertama bulan Zulhijjah). [HR.
Muslim]<10>.
Untuk itu kita
perlu menyelidiki sanad hadis Hafsah tentang empat hal yang tidak pernah
ditinggalkan Nabi saw seperti tersebut di atas dan sanad hadis beliau puasa
sembilan hari Zulhijjah. Selain dari an-Nasa’i, hadis Hafsah ini diriwayatkan
juga oleh Ahmad, Ibn Hibban, Abu Ya‘la, dan ath-Thabrani. Yang paling pendek
dari sanad kelima rawi (mukharrij) ini adalah sanad Ahmad sebagai berikut:
Hafsah – Hunaidah – al-Hurr – ‘Amr Ibn Qais – Abu Ishaq – Hasyim Ibn al-Qasim –
Imam Ahmad. Jalur sanad dari semua ahli hadis untuk hadis ini sama sampai
kepada Hasyim Ibn al-Qasim (Abu an-Nadlr). Dari beliau baru terjadi percabangan
menuju kepada para ahli hadis tersebut. Semua rawi ini, kecuali Abu Ishak, adalah
terpercaya.
Informasi
biografis tentang Abu Ishaq ini tidak banyak terungkap dalam kitab-kitab rijal
hadis. Hanya disebutkan bahwa namanya adalah Abu Ishaq al-Asyja‘i berasal dari
Kufah. Ia meriwayatkan hadis dari ‘Amr Ibn Qais, dan murid yang meriwayatkan
hadisnya adalah Hasyim Ibn al-Qasim yang sering dipanggil Abu an-Nadlr, seorang
ahli hadis terpercaya. Hadis-hadis Abu Ishaq hanya diriwayatkan oleh Hasyim
ini. Ibn Hajar (w. 852/1449) menilainya maqbul, sebuah kategori ta’dil paling
rendah. Tetapi tidak begitu jelas apa alasannya ia dinilai karena keterangan
biografis Ibn Hajar sendiri tentangnya tidak memadai. Adz-Dzahabi (w. 748/1347)
memasukkannya ke dalam bukunya al-Mughni fi adl-Dlu‘afa’, akan tetapi kurang
jelas kategorinya. Dalam buku ini adz-Dzahabi memasukkan berbagai kategori rawi
termasuk rawi terpercaya yang sedikit longgar dalam seleksi hadis. Mungkin atas
dasar ini kemudian al-Albani menyatakan hadis ini daif. Ibn Hibban meriwayatkan
hadis Abu Ishaq ini dalam Shahihnya, yang berarti menurutnya Abu Ishak adalah
rawi yang hadisnya sahih. Begitu pula al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadis
ini sahih memenuhi kriteria al-Bukhari dan Muslim.
Hadis ini
mempunyai kesamaan makna dengan hadis salah seorang isteri Nabi saw yang
menerangkan beliau melakukan puasa sembilan hari bulan Zulhijjah. Sanad
terpendek hadis salah seorang isteri Nabi saw ini seorang isteri Nabi saw –
isteri Hunaidah – Hunaidah – al-Hurr – Abu ‘Awanah. Hingga Abu ‘Awanah ini
jalur periwayatan hadis ini semuanya sama. Dari Abu ‘Awanah kemudian baru
terjadi percabangan menuju masing-masing ahli hadis. Pada dasarnya semua rawi
dalam sanad hadis ini adalah terpercaya. Hanya saja ada rawi yang mubham dan
majhul. Rawi mubham itu adalah salah seorang isteri Nabi saw. Siapa yang dimaksud
dengan isteri Nabi ini. Bila dihubungkan dengan hadis terdahulu, kiranya dapat
diduga bahwa salah seorang isteri Nabi saw ini adalah Hafsah (w. 41/661), putri
Umar Ibn al-Khattab.
Bersambung ke Bagian 5 (habis)
Referensi:
9.HR. An Nasai 2416/2373. Dhaif.
10.HR. Muslim 2010. Shahih
SEPUTAR PUASA ARAFAH (Bagian 4)
Reviewed by sangpencerah
on
Juli 21, 2020
Rating:
Tidak ada komentar: