PENTINGNYA MEMAHAMI AL-QUR’AN


PENTINGNYA MEMAHAMI AL-QUR’AN
Oleh: 
Ziyad At-Tamimi, S.ThI, M.H.I

Di zaman ini banyak orang berdecak kagum terhadap mereka yang hafal Al-Qur’an. Hal ini wajar selama tidak pada taraf berlebihan. Maksudnya seperti menganggap para penghafal Al-Qur’an sebagai orang yang suci dan terlepas dari dosa dan kesalahan. Dalam artian mereka juga manusia, iman mereka juga naik turun. Dari mereka ada yang shalatnya telat atau masbuq dalam bejama’ah dan saat jum’ah tidak datang melainkan terlambat sebagaimana orang awam. Tentunya hal ini sangat disayangkan.

Dengan segala kesuciannya sebagai firman Allah SWT Al-Qur’an tidak dapat mengangkat penghafal/ pemikulnya pada taraf ma’shum (suci dari dosa dan kesalahan). Di sinilah pentingnya kita semua tak terkecuali memahami makna dari ayat yang kita baca. Allah SWT menggambarkan tentang seburuk-buruk kaum yang diumpamakan dengan himar dalam firman-Nya:


مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Perumpamaan orang-orang yang memikul Taurat namun tidak mengamalkannya sebagaimana himar yang memikul lembaran-lembaran berharga (ia tidak faham yang dipikulnya apa?). alangkah jeleknya perumpamaan suatu kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang berbuat zhalim” (QS, Al-Jum’ah: 5).

Diantara faedah ayat ini adalah dari saking mulyanya Al-Qur’an, Allah tidak memberikan perumpamaan ia diletakkan di atas punggung himar, namun Taurat ….!! Allahu Akbar.

Pada saat ini motifasi dari orang tua terhadap anaknya untuk menghafal Al-Qur’an begitu luar biasa. Namun hal ini harus diimbangi dengan memahaminya secara benar. Terbukti selain adanya musabaqah/ lomba juga ada acara-acara televisi yang menampung mereka para penghafal tersebut. Dari kalangan dewasa, remaja sampai dengan anak-anak.

Menggabungkan antara hafalan Al-Qur’an dan memahaminya adalah perkara tujuan, sehingga ada yang sampai ke sana dan ada juga yang tidak. Bahkan ada yang menganggap usai setoran hafalan usai pula tugasnya. Dengan demikian dibutuhkan tekad tersendiri dalam hal ini.

Diantara perkara yang sangat disayangkan juga, bila Al-Qur’an hanya mau didengarkan dari mereka yang punya suara bagus. Orang banyak mengistilahkannya dengan lagu, padahal tidak semestinya demikian. Maksudnya, diantara imam di negri ini ada yang mentaqlid bacaan dan suara imam As-Sudais di Makkah misalnya atau yang lain. Ini tentunya bagus, namun yang sangat disayangkan ketika imam-imam muda yang mentaklid bacaan mereka yang lebih dekat kepada nyanyian daripada tilawah Al-Qur’an.

Memang untuk fokus pada ayat yang di baca bukan pada suara dibutuhkan ilmu dan keimanan serta penghayatan maupun konsentrasi terhadap firman Allah. Hal ini tidak dapat diperoleh secara instan/ dengan install.

Sejak dahulu hingga sekarang orang Arab sendiri pun harus belajar, apalagi kita yang non Arab. Hal ini terjadi sejak masa diturunkannya Al-Qur’an. Pada saat Nabi SAW hidup, para sahabat merujuk pada beliau jika ada ayat yang tidak mereka fahami. Karena Nabi SAW adalah sebaik-baik mufassir (orang yang menjelaskan makna ayat yang terkandung di dalamnya). 

Namun setelah beliau wafat, maka para sahabat lah yang melanjutkan pengajaran Al-Qur’an. Ibnu Abbas ra. saja yang mendapat keberkahan doa Nabi SAW untuknya pernah menyatakan: “Aku tidak faham makna dari kata faathir dalam Al-Qur’an, sampai aku mendapati dua orang Arab badui yang bertikai mengenai sebuah sumur. Salah seorang dari keduanya berkata: ana faathiruhaa (saya lah yang menggali dan membuatnya). Dengan demikian beliau menggaris bawahi bahwa kata faathir maknanya khaaliq.<1> 

Generasi setelah itu para Tabi’in dan setelah mereka juga ada yang mengalami kendala yang sama. Sebut saja misalnya imam Asy-Syafi’i. Siapa yang tidak kenal beliau rahimahullah? Masyarakat dan bangsa kita bangga menisbatkan diri sebagai pengikut madzhab beliau.

Suatu ketika beliau merenungkan firman Allah Ta’ala: 

وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

 “Sungguh celaka orang yang mengotori jiwa itu” (QS, Asy-Syams: 10).


Kata dassa apa artinya? Karena itulah imam Asy-Syafi’i waktu itu pergi ke pedalaman Arab badui bertanya mengenai makna kata tersebut. Beliau baru faham setelah melakukan upaya sampai seperti itu. Dalam riwayat beliau mengambil ilmu bahasa Arab dari suku Hudzail, yang merupakan salah satu suku terfasih setelah Quraisy dan Tamim. 

Kejadian berikutnya, tercatat bahwa seorang Arab Badui mendengar tamunya membaca firman Allah Ta’ala <2> di hadapannya: 


وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Pencuri laki-laki dan pencuri perempuan potonglah oleh kalian tangan mereka berdua sebagai balasan atas perbuatan mereka yang membangkang atas ketentuan Allah . Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha penyayang”.

Sang tuan rumah berkata: Ulangi bacaanmu!

Tamu itu pun mengulanginya, dia membaca lagi:


وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Tuan rumah berkata: Nah yang ini betul !!

Tamu: Dari mana anda tahu? Anda punya mushhaf? Anda hafal Al-Qur’an?

Tuan rumah: Tidak. Tapi ujung ayat itu menunjukkan yang betul yang terakhir kau baca. Pertama anda membaca “Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang”. Sekiranya Allah SWT mengampuni dan menyayangi orang yang sudah mencuri, niscaya tidak akan memerintahkan potong tangan sejak awal.

Di bacaan kedua anda membaca “Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Dia lah yang Maha Perkasa sehingga memutuskan perkara demikian yaitu potong tangan. Ini baru benar/ nyambung sesuai dengan susunan kalimat-Nya.

Tamu itu berkata setelah mendengar keterangan tadi dalam desahnya:  Masih terdapat banyak kebaikan di tengah Arab badui !!


Pelajarannya untuk kita: 

       Membaca Al-Qur’an itu perbuatan baik, menghafalkannya sangat baik namun menghayatinya lebih ditekankan. Jangan sampai kita menjadi kaum yang hanya membaca dan mengafal Al-Qur’an namun tidak meresapinya, tapi sekedar lewat di kerongkongan saja. 

     Demkian pula dalam memahami Al-Qur’an jangan serampangan, artinya tidak cukup seseorang memahmi Al-Qur’an dengan kosa kata saja, bahasa Arab saja atau terjemahan saja. Namun itu semua adalah sebagai muqaddimah atau penghantar untuk memahami Al-Qur’an yang semestinya sebagaimana praktek Nabi SAW dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Apalagi di zaman sekarang yang semuanya serba mudah dengan adanya kamus, aplikasi, wibesite/ internet dan prasarana lainnya sehingga banyak yang mencukupkan diri dengan itu. Dia tertipu oleh bisikannya nafsunya sendiri sehingga merasa setara dengan ulama. Padahal “Siapa yang berguru pada internet, lebih banyak salahnya dari benarnya”.

Note:
1. Lihat dalam buku Mabaahits fii ‘Uluum Al-Qur’an karya Mannaa’ Al-Qatthan.
2. QS, Al-Maidah: 38.





PENTINGNYA MEMAHAMI AL-QUR’AN PENTINGNYA MEMAHAMI AL-QUR’AN Reviewed by sangpencerah on November 19, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar: