PENDAHULUAN
Tadabbur Al-Quran Surah An-Nisa, ayat 7:
لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مَّفۡرُوضٗا ٧
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Surah An-Nisa' ayat 11:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِيٓ أَوۡلَٰدِكُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءٗ فَوۡقَ ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۖ وَإِن كَانَتۡ وَٰحِدَةٗ فَلَهَا ٱلنِّصۡفُۚ وَلِأَبَوَيۡهِ لِكُلِّ وَٰحِدٖ مِّنۡهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٞۚ فَإِن لَّمۡ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٞ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخۡوَةٞ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٖ يُوصِي بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍۗ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ لَا تَدۡرُونَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ لَكُمۡ نَفۡعٗاۚ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمٗا ١١
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Catatan:
Surah An-nisa ayat 7 dan 11 di atas berkaitan dengan pembagian harta pusaka (peninggalan). Selanjutnya pembagian harta pusaka ini menjadi ilmu tersendiri dalam ajaran Islam, yang disebut faraidh.
Ada beberapa hadits Nabi yang menyatakan betapa pentingnya kita umat Islam mempelajari ilmu Faraidh. Di antaranya:
1). Dari Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi s.a.w telah bersabda,
Ta'allamul Qur'an wa 'allimuhunna-s. Wa ta'allamul fara-idha wa'allimu-ha-, fa innimru'un maqbu-dhun, wal 'ilmu marfu-'un. Wa yu-syiku ayyakhtalifa itsna-ni fil fari-dhoti walmas'alati fala- yajida-ni ahadan yukhbiruhuma-.
Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah Faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena aku adalah orang yang akan mati, sedang ilmupun bakal diangkat. Dikhawatirkan akan ada dua orang berselidih tentang pembagian warisan dan masalahnya, tetapi tidak menemukan seseorang yang dapat memberitahukan kepada keduanya. (HR Ahmad).
2) Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah bersabda,
الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ فَضْلٌ آيَةٌ مُحْكَمَةٌ أَوْ سُنَّةٌ قَائِمَةٌ أَوْ فَرِيضَةٌ عَادِلَةٌ
Ilmu itu ada tiga macam, dan selain yang tiga itu adalah tambahan: penguasaan ayat yang jelas, sunnah yang datang dari Nabi, dan Faraidh yang adil. (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
3) Dari Abu Hurairah bahwa Nabi s.a.w bersabda,
"Ta'allamul fara-idha wa'allimuha- fainnaha- nisful ilmi wahuwa yunsa- wa huwa awwalu syaiin yunza'u min ummati-"
"Pelajarilah Faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena Faraidh adalah separuh dari ilmu dan akan dilupakan. Fara'idhlah ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.?"
Begitulah penting dan utamanya ilmu Faraidh. Tunggu apa lagi? Ayo kita belajar faraidh.
BAB 1
ANAK SEBAGAI AHLI WARIS
Surah An-Nisa' ayat 11, bagian 1:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِيٓ أَوۡلَٰدِكُمۡۖ لِلذَّكَرِ مِثۡلُ حَظِّ ٱلۡأُنثَيَيۡنِۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءٗ فَوۡقَ ٱثۡنَتَيۡنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَۖ وَإِن كَانَتۡ وَٰحِدَةٗ فَلَهَا ٱلنِّصۡفُۚ
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Catatan:
1) Anak merupakan salah satu ahli waris utama. Mereka tidak akan terdinding (terhalangi) oleh ahli waris yang lain.
2) Anak laki-laki merupakan ahli waris ashobah, yang mewarisi semua harta atau sisa harta, setelah diambilnya untuk ahli waris dengan bagian tertentu.
3) Anak perempuan merupakan ahli waris shohibul fardh, dengan bagian tertentu.
4) Bagian (fardh) anak perempuan adalah 1/2 kalau hanya 1 orang; 2/3 kalau anak pr itu berdua, bertiga atau lebih.
5) Anak perempuan menjadi ahli waris ashobah pula karena adanya anak laki-laki (ashobah bighoirih). Semua anak laki-laki dan anak perempuan itu menjadi ahli waris ashobah, dengan perbandingan untuk anak lk 2, untuk anak pr 1.
6) Penyebutan hubungan keluarga dalam ilmu faraidh ini adalah semuanya dikaitkan dengan si mayit.
7) Anak laki-laki menjadi hajib (penghalang) kepada ahli waris lain untuk mendapat bagian kecuali kepada:
ibu (1/6), Bapak (1/6), suami (1/4)/ istri (1/8),
anak perempuan (menjadi asobah bersamanya),
datuk (1/6) (bila tak ada ayah),
nenek dari pihak ayah (bila tak ada ayah/ibu), nenek dari pihak ibu (1/6, berbagi dengan sesama nenek, bila tidak ada ibu.)
8) Anak perempuan yang bersama dengan saudara perempuan kandung/saudara perempuan seayah menjadi penghalang kepada:
Keponakan, paman dan sepupu.
BAB 2
AYAH DAN IBU SEBAGAI AHLI WARIS
Surah An-Nisa' ayat 11, bagian 2:
وَلِأَبَوَيۡهِ لِكُلِّ وَٰحِدٖ مِّنۡهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٞۚ فَإِن لَّمۡ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٞ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخۡوَةٞ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُۚ مِنۢ بَعۡدِ وَصِيَّةٖ يُوصِي بِهَآ أَوۡ دَيۡنٍۗ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ لَا تَدۡرُونَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ لَكُمۡ نَفۡعٗاۚ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمٗا ١١
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Catatan:
A. AYAH
1) Ayah dan ibu juga merupakan ahli waris yang utama, yang tidak akan terdinding oleh ahli waris yang lain.
2) Bila ada anak laki-laki, bagian (fardh) masing-masing ayah dan ibu adalah 1/6.
3) Bagian ayah dalam berbagai keadaan:
(1) 1/6, bila ada anak laki-laki (keturunan lk dari garis lk).
(2) 1/6 + sisa, bila tidak ada anak lk, tapi ada anak perempuan (atau cucu pr dari garis lk).
(3) Ashobah, bila tidak ada ahli waris selain ayah, ia mengambil semua harta.
(4) 2/3, bila ahli warisnya ibu dan ayah.
4) Bila ada ayah, ahli waris yang tidak terdinding adalah anak, ibu, suami/istri dan nenek dari pihak ibu.
B. IBU
5) Jika ada anak atau cucu, bagian ibu 1/6.
6) Jika ada saudara-saudara dan ibu, bagian ibu 1/6.
7) Jika ahli warisnya hanya ibu, atau ibu dan ayah, bagian ibu 1/3.
8) Pembagian harta waris dilakukan sesudah ditunaikan wasiyatnya dan dibayarkan hutang si mayit.
9) Manusia tidak dapat mengetahui secara pasti siapa yang lebih memberikan manfaat di antara para kerabatnya, jadi tidak seharusnya membuat aturan sendiri tentang pembagian harta pusaka.
10) Orang beriman cukup mengikuti ketentuan dari Allah SWT karena Allah yang Maha mengetahui dan Maha bijaksana.
BAB 3
SUAMI DAN ISTRI SEBAGAI AHLI WARIS
A.SUAMI
Surah An-Nisa, ayat 12, bagian 1:
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya.
Catatan:
1) Suami termasuk ahli waris yang utama. Ia tidak terdinding oleh ahli waris lain, tapi juga tidak mendinding/menghalangi ahli waris lain.
2) Bagian suami 1/2, jika tidak ada anak/keturunan yang mewarisi.
3) Bagian suami menjadi 1/4 jika ada anak/keturunan yang mewarisi.
4) Wasiyat hendaknya ditunaikan dahulu/ dialokasikan dulu sebelum pembagian harta waris.
5) Wasiyat harta hanya dianjurkan kepada yang memiliki harta yang cukup banyak. Para sahabat nabi menyebutkan yang tidak kurang dari 1000 dirham. (Ini berapa ya padanannya dalam rupiah kita sekarang?)
6) Penerima wasiyat harta tidak boleh dari ahli waris.
7) Kadar wasiyat harta tidak boleh melebihi 1/3 harta.
8) Di samping menunaikan wasiyat harta, hendaknya kita menunaikan wasiyat/pesan kebaikan dari almarhum ibu-bapak atau kerabat kita. Demikian pula melestarikan kebiasaan baiknya. Misalnya untuk menjaga shalat kita, untuk rajin ke masjid, membiasakan membaca Al-Quran, membiasakan berinfaq, menjaga silaturrahim, memuliakan tamu, menjaga nama baik keluarga, menjaga budi pekerti luhur dll. Itu merupakan kebaikan yang bisa kita lakukan untuk mereka. Dan itu akan menambah pahala mereka, insyaallah.
9) Juga termasuk birrul walidain, berbuat ihsan kepada ibu-bapak yang telah mendahului kita adalah memelihara hubungan dan memuliakan para kerabat dan sahabat mereka.
Semoga kita masih bisa menjalin hubungan dengan ibu-bapak, suami/ istri dan kerabat yang telah wafat dengan doa dan berbuat ihsan yang masih bisa kita lakukan. Semoga kita bisa bertemu lagi dengan semua anggota keluarga kita di surga. Aamiin.
B.ISTRI
Surah An-Nisa, ayat 12, bagian 2:
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Catatan:
1) Potongan ayat ini mengenai ketentuan istri sebagai ahli waris, kalau suaminya meninggal.
2) Harta yang menjadi harta warisan adalah harta yang murni milik si mati.
3) Jika harta itu bercampur pemilik haknya antara suami dan istri, hendaknya dipisahkan dulu. Kalau sudah ada perjanjian sebelum nya, itu lebih baik.
4) Istri termasuk ahli waris utama, yang tidak terdinding ahli waris lain, tapi tidak juga mendinding ahli waris lain. Hanya saja adanya anak atau cucu mengurangi bagian istri dari 1/4 menjadi 1/8.
5) Sebelum pembagian waris hendaknya sudah ditunaikan/ dialokasikan untuk menunaikan wasiyat dan membayarkan hutangnya.
6) Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki meninggal dalam keadaan berhutang disampaikan beritanya kepada Nabi s a.w. Maka Nabi akan bertanya apakah ia ada meninggalkan kelebihan untuk pembayar hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia ada meninggalkan harta untuk pembayarnya, maka beliau akan menshalatkan mayat itu. Jika tidak, beliau akan memesankan kepada kaum muslimin, "Shalatkanlah teman sejawatmu."
Poin Hadits ini:
a) Membayarkan hutang orang yang meninggal penting dan perlu disegerakan.
b) hukum shalat janazah itu fardhu kifayah, bukan fardhu ain.
BAB 4
CUCU SEBAGAI AHLI WARIS
KAJIAN HADITS
Diriwayatkan oleh Bukhari, bahwa Zaid bin Tsabit telah berkata:
Cucu (dari anak laki-laki) pada kedudukan anak, jika si mati tidak meninggalkan anak laki-laki. (Cucu) laki-lakinya seperti (anak) laki-lakinya, (cucu) perempuannya seperti (anak) perempuannya. Mereka (cucu) mewarisi sebagaimana mereka (anak) mewarisi, mereka menghalangi sebagaimana mereka menghalangi. Cucu tidak mewarisi bila ada anak laki-laki. Bila yang mati meninggalkan seorang anak perempuan dan cucu laki-laki (dari anak laki-laki), maka untuk anak perempuan itu seperdua, dan untuk cucu laki-laki itu sisanya.
Catatan:
1) Cucu yang masuk sebagai ahli waris adalah cucu dari pihak laki-laki, yaitu anak-anak dari anak laki-laki dst ke bawah dari keturunan laki-laki.
2) Cucu menjadi ahli waris bila ia tidak terhalangi oleh adanya anak laki-laki.
A.IBNUL IBNI/CUCU LAKI-LAKI
1) Ia merupakan ahli waris ashobah, dengan ketentuan:
(1) mendapat semua harta warisan bila ia sendiri sebagai ahli waris.
(2) berbagi rata dengan saudara laki-lakinya, bila cucu laki-laki itu ada 2, 3 atau lebih.
(3) berbagi dengan perbandingan bagian 1 orang laki-laki = 2 orang perempuan bila cucu-cucu itu ada laki-laki ada perempuan.
2) Cucu/cucu-cucu mendapatkan sisanya dengan ketentuan (1), (2), (3) setelah harta dibagikan kepada ahli waris yang mendapat bagian tertentu seperti suami/istri, ayah, ibu, anak perempuan.
3) Yang tidak terdinding oleh cucu laki-laki adalah:
Ibu,
Bapak,
Datuk,
Nenek,
Suami/ istri
Anak perempuan
Cucu perempuan
4) Cucu laki-laki mendinding menjadi ahli waris kepada kerabat lain yaitu:
Saudara, keponakan, paman, sepupu.
B.BINTUL IBNI/CUCU PEREMPUAN
1) Cucu perempuan yang dimaksud adalah bintul ibni, anak perempuannya anak laki-laki.
2) Cucu perempuan menjadi ahli waris bila tidak terhalang oleh:
(1) anak laki-laki
(2) 2 orang anak perempuan. Kecuali bila cucu perempuan itu bersama cucu laki-laki, maka ia/mereka tidak terhalang.
3) Bagian cucu perempuan bila menjadi ahli waris adalah:
(1) 1/2 (seperdua), bila ia sendiri sebagai cucu dan tidak ada seorang anak perempuan.
(2) 2/3 bila cucu perempuan itu ada 2, 3, 4 orang atau lebih, yang menjadi ahli waris.
(3) Menjadi ashobah karena adanya cucu laki-laki. Mereka mendapat semua harta warisan bila tidak ada ahli waris yang lain.
(4) mendapat sisa harta, bersama cucu laki-laki, setelah dibagikan kepada ahli waris lain yang ada yaitu bapak, ibu, suami/istri, anak perempuan.
(5) 1/6 (seperenam), bila di antara ahli waris ada satu orang anak perempuan. Kalau anak perempuan ada 2 orang/lebih, cucu perempuan terhalang.
(6) Kalau cucu perempuan bersama cucu laki-laki, mereka tidak terhalangi oleh adanya 2 orang anak perempuan. Cucu-cucu laki-laki dan perempuan itu menjadi ashobah.
Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.
BAB 5
DATUK DAN NENEK SEBAGAI AHLI WARIS
A.DATUK
RUJUKAN:
Surah An-Nisa, ayat 11:
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
(Bila tidak ada bapak dan ibu, datuk/kakek dan nenek berkedudukan seperti bapak dan ibu sebagai ahli waris.)
Hadits:
Ma'qil bin Yasar Al-Muzani berkata:
Qodho-Rasu-lulla-hi s.a.w. fil jaddissudusa.
Rasulullah s a w menetapkan bagi datuk seperenam. (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Catatan:
1) Datuk/kakek menjadi ahli waris bila tidak terhalang oleh ayah, kerabat atas yang lebih dekat.
2) Bagian Datuk adalah:
(1) 1/6, bila ada anak laki-laki (atau cucu laki-laki).
(2) 1/6 + sisa, bila ada anak perempuan (atau cucu perempuan).
(3) Mengambil semua sisa, bila ada ahli waris lain dengan bagian tertentu yakni suami/istri.
(4) Mengambil semua harta warisan, bila ia sendirian sebagai ahli waris.
3) Bila ada datuk, yang terhalang menjadi ahli waris adalah:
Saudara,
Keponakan,
Paman,
Sepupu, (tidak dirinci supaya sederhana).
Kerabat atas yang lebih jauh (kakek buyut dst).
B.NENEK SEBAGAI AHLI WARIS
RUJUKAN:
A.Telah berkata Qasim bin Muhammad:
Dua orang nenek datang kepada Abu Bakar (minta fatwa tentang pembagian warisan), maka Abu Bakar hendak memberikan bagian 1/6 itu kepada nenek dari pihak ibu. Maka seseorang dari kaum Anshar berkata, "Apakah Anda akan meninggalkan nenek, yang kalau ia mati, sedang cucunya itu hidup, niscaya dia lah yang jadi ahli warisnya? Maka Abubakar membagi 1/6 itu untuk mereka berdua. (Diriwayatkan oleh Malik)
B.Telah berkata Ubadah bin Shamit, "Nabi saw telah menghukumkan/ menetapkan bagi dua orang nenek, seperenam dari harta waris, untuk mereka berdua." (HR Abdullah bin Ahmad bin Hambal).
C.Dari Buraidah, bahwa Nabi saw telah menjadikan ketetapan bagi nenek seperenam, apabila ia tidak terhalangi oleh ibu. (HR Abu Dawud).
Catatan:
1) Yang dimaksud dengan nenek adalah nenek baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
2) Adanya ibu menghalangi para nenek untuk menjadi ahli waris. Dst, adanya nenek menghalangi nenek buyut untuk menjadi ahli waris. Jadi kalau ada masih hidup: ibu, nenek, nenek buyut, yang menerima bagian harta pusaka adalah ibu.
3) Adanya ayah menghalangi nenek hanya dari pihak ayah saja. Tapi ada khilafiyah/pendapat lain bahwa ayah tidak mendinding nenek untuk menjadi ahli waris.
4) Bagian nenek adalah 1/6. Bila ada 2 orang nenek, 1/6 untuk mereka berdua.
Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.
BAB 6
SAUDARA KANDUNG DAN SAUDARA SEAYAH SEBAGAI AHLI WARIS
Surah An-Nisa, ayat 176:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya,
dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak;
Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan.
Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Catatan:
1) Ayat ini adalah ayat terakhir surah An-nisa', yang isinya merupakan lanjutan bagian akhir ayat 12, tentang kalalah. Kalalah adalah orang meninggal yang tidak meninggalkan anak dan bapak.
2) Bila kalalah meninggalkan seorang saudara perempuan kandung/penuh, atau seorang sdr pr seayah, bagiannya seperdua (1/2).
3) Kalau kalalah meninggalkan ahli waris hanya seorang saudara laki-laki kandung ataupun seayah, ia menjadi ashobah, mewarisi semua hartanya.
4) Jika ahli waris kalalah itu dua orang saudara perempuan kandung ataupun seayah bagian mereka adalah 2/3. Demikian pula kalau jumlah saudara perempuan itu 3, 4 atau lebih, mereka berbagi dalam 2/3.
5) Jika ahli warisnya ada saudara laki-laki dan perempuan kandung atau seayah, maka mereka menjadi ashobah, mengambil semua harta, bagian saudara laki-laki dua kali lipat dari bagian saudara perempuan.
6) Ketentuan-ketentuan ini dari Allah yang dijelaskan kepada kita agar kita tetap berada di atas syariat agamaNya dalam segala urusan kita, agar kita tidak tersesat dari jalan-Nya. Juga agar kita ikhlas menerimanya, karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Wallahu a'lam. Semoga bermanfaat.
1) SAUDARA LAKI-LAKI KANDUNG (SEIBU-SEAYAH).
Ia menjadi ahli waris bila tidak ada: bapak, anak laki-laki, atau cucu laki-laki.
Bagianya adalah:
1) Jika ia sendiri, ia mendapatkan semua harta.
2) Jika saudara laki-laki kandung itu ada dua orang, tiga dst mereka berbagi rata.
3) Jika saudara kandung itu ada laki-laki dan perempuan, mereka berbagi dengan bagian satu orang saudara laki-laki sama dengan 2 orang saudara perempuan.
4) Jika ada ahli waris lain, misalnya istri dan ibu, harta diberikan kepada kepada mereka sesuai dengan bagiannya, sisanya diberikan kepada saudara laki-laki kandung, sebagai asobah.
5) Jika di antara ahli waris ada suami, ibu, saudara lk kandung, saudara-saudara seibu, maka saudara kandung dan saudara seibu berserikat mendapatkan 1/3 bagian.
Tapi ada khilafiyah dalam hal ini.
Jadi:
Bagian suami 1/2,
Ibu 1/6,
Saudara-saudara seibu 1/3.
Habis tak bersisa.
Saudara laki-laki kandung berserikat dg saudara seibu dalam 1/3.
Namun menurut faham lain saudara laki-laki kandung ini tidak mendapatkan apa-apa karena ia asobah mengambil sisa, sedang sisanya sudah tidak ada.
Banyak dari sahabat seperti Umar, Utsman, Zaid berpendapat bahwa berbagi itu lebih adil karena antara mereka juga beribu yang sama.
Jika ada saudara laki-laki kandung, yang terdinding adalah:
-saudara seayah,
-keponakan, paman dan sepupu. (Tidak dirinci supaya sederhana.)
2) SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG
Saudara perempuan kandung menjadi ahli waris bila ia tidak terhalangi oleh: bapak, anak laki-laki atau cucu laki-laki.
Bagiannya adalah:
1). 1/2 bila saudara perempuan kandung itu satu orang.
2). 2/3 bila ahli warisnya itu dua orang atau lebih saudara perempuan kandung.
3) Bila ahli warisnya saudara kandung laki-laki dan perempuan, mereka menjadi ashobah, berbagi, dengan perbandingan satu orang saudara laki-laki sepadan dengan 2 orang saudara perempuan.
4) Bila ahli warisnya saudara perempuan kandung bersama dengan satu orang anak perempuan, atau satu orang cucu perempuan, maka saudara perempuan ini mendapatkan sisanya, yaitu 1/2. Kalau saudara perempuan kandung itu ada 2 orang atau lebih, mereka berbagi dalam 1/2 itu.
5) Jika anak perempuan atau cucu perempuan itu ada 2 orang atau lebih, sisanya tinggal 1/3. Maka 1/3 itu untuk saudara perempuan kandung satu orang atau lebih.
6) Jika ahli warisnya adalah saudara kandung perempuan, bersama saudara perempuan seayah, mereka punya bagian 2/3 (4/6) yaitu 1/2 (3/6) untuk saudara kandung perempuan dan 1/6 untuk saudara perempuan seayah. (Tapi karena tidak habis dibagi/ masih bersisa, maka berlaku cara radd, mengecilkan angka pembagi, dari 6 menjadi 4, sehingga saudara kandung perempuan dapat 3/4, saudara perempuan seayah dapat 1/4.)
Siapa yang terhalangi?
Bersama anak perempuan, atau cucu perempuan, saudara kandung perempuan menghalangi untuk jadi ahli waris kepada:
Saudara laki-laki seayah,
Keponakan, paman, sepupu, dan
Saudara perempuan seayah.
3) SAUDARA LAKI-LAKI SEAYAH
1) Ia/ mereka menjadi ahli waris bila tidak terhalangi oleh:
- Saudara laki-laki kandung,
- Bapak,
- Anak laki-laki,
- Cucu laki-laki, atau
- Saudara perempuan kandung bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
2) Bagian Saudara laki-laki seayah, adalah:
a) semua harta, bila ia sendiri sebagai ahli waris.
b) Berbagi rata, bila ahli waris itu adalah saudara laki-laki seayah, dua orang atau lebih.
c) Laki-laki 2 bagian, perempuan 1 bagian, bila ahli warisnya hanya saudara-saudara seayah laki-laki dan perempuan.
d) Mendapat sisa kalau masih ada, bila ada ahli waris lain yang tidak menghalanginya seperti suami/istri, ibu, anak perempuan.
Misal
Ahli warisnya:
Suami: 1/4 (3/12)
Ibu: 1/6 (2/12)
1 anak perempuan: 1/2 (6/12)
1 saudara laki-laki seayah: sisa: 1/12
3) Yang akan terhalang oleh saudara laki-laki seayah adalah:
Keponakan, paman dan sepupu.
4) SAUDARA PEREMPUAN SEAYAH
1) Ia/ mereka menjadi ahli waris jika tidak terhalangi oleh:
- Anak laki-laki,
- Cucu laki-laki,
- Bapak,
- Saudara laki-laki kandung, atau
- Dua orang/ lebih saudara perempuan kandung.
2) Bagian saudara perempuan seayah adalah:
a) ½ (seperdua), bila ahli warisnya satu orang saudara perempuan seayah.
b) 2/3 (dua pertiga), bila ahli warisnya adalah saudara perempuan seayah, 2 orang atau lebih.
c) laki-laki 2 bagian, perempuan 1 bagian, dari sisa, bila ahli warisnya saudara-saudara seayah laki-laki dan perempuan dan ada ahli waris lain yang tidak menghalanginya; dari semua harta, bila tidak ada ahli waris lain selain mereka.
d) 1/6 bila ahli warisnya hanya 1 orang saudara kandung perempuan dan 1 orang saudara perempuan seayah. Jadi untuk saudara perempuan kandung 1/2, untuk saudara perempuan seayah 1/6. Tapi karena masih bersisa, berlaku radd, mengecilkan angka pembagi.
e) Mendapat sisa, bila ia/mereka bersama anak perempuan atau cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) sebagai ahli waris.
3) Siapa yang ia/mereka halangi?
Bila bersama anak perempuan, mereka menghalangi:
Keponakan, paman dan sepupu.
Tapi jika tidak bersama anak perempuan, saudara perempuan seayah tidak menjadi penghalang.
BAB 7
SAUDARA SEIBU (SDR TIRI) SEBAGAI AHLI WARIS
Surah An-Nisa, ayat 12, bagian 3:
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Catatan:
1) Potongan ayat ini adalah tentang ketentuan bagian/ fardh bagi saudara tiri/ seibu, yang menjadi ahli waris bila yang meninggal itu kalalah, yakni tidak meninggalkan bapak ataupun anak.
Urutan kekerabatan saudara adalah:
1. Sdr lk kandung.
2. Sdr pr kandung.
3. Sdr lk seayah.
4. Sdr pr seayah.
5. Sdr seibu.
2) Saudara seibu/ tiri, tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan, tidak pernah menjadi asobah, selalu mendapat bagian tertentu, yaitu:
1/6 bila hanya satu orang,
1/3 bila berdua, bertiga, berempat dst.
3) Saudara seibu bukan ahli waris utama, artinya bisa terdinding oleh ahli waris lain, yaitu oleh: anak, cucu, bapak, datuk.
4) Saudara seibu tidak mendinding ahli waris lain
5) Dari keterangan no. 4) di atas, berarti saudara seibu tidak terdinding oleh saudara sahiq (penuh), juga tidak oleh saudara seayah.
6) Pembagian harta waris itu hendaknya dilakukan sesudah ditunaikan wasiyatnya dan dibayarkan hutangnya, dengan tidak memberikan mudharat.
7) Beberapa pengertian memberikan mudharat:
a) wasiyat yang dibuat hendaknya tidak memberatkan ahli waris, misalnya, hartanya tidak banyak tapi ia berwasiat, atau harta yang diwasiyatkan terlalu besar, yang memberatkan ahli waris.
b) hutang yang ditinggalkan memberatkan ahli waris atau keluarga.
c) mudharat juga bisa datang kepada orang yang memberikan hutang, yakni bila pembayaran hutang itu tidak lancar atau tidak penuh.
8) Semua ketetapan faraidh ini adalah dari Allah yang Maha tahu dan Maha penyantun, jadi orang mukmin hendaknya tidak merasa berat melaksanakannya.
BAB 8
KEPONAKAN, PAMAN DAN SEPUPU
HADITS RUJUKAN:
Alhiqul fara-idha biahliha- fama- baqiya fahuwa liaula- rajulin dzakarin.
"Serahkanlah bagian-bagian harta pusaka kepada yang berhak (mendapat bagian tertentu), adapun sisanya maka itu untuk kerabat laki-laki yang lebih dekat." (HR Bukhari, Muslim dan lainnya)
Catatan:
1) Peringkat kekerabatan cabang samping yang lebih lanjut sesudah saudara-saudara adalah:
(1). Keponakan kandung/ Anak laki-laki saudara laki-laki kandung (seibu-seayah).
(2). Keponakan seayah/anak laki-laki saudara laki-laki seayah.
(3). Paman kandung (saudara laki-laki kandung dari ayah).
(4). Paman seayah (saudara seayah dari ayah).
(5). Sepupu kandung (anak laki-laki paman kandung).
(6). Sepupu seayah ( anak laki-laki paman seayah).
2) Enam golongan kekerabatan samping yang lebih lanjut dari saudara ini adalah khusus laki-laki.
3) Enam jenis kekerabatan ini semua terdinding untuk menjadi ahli waris oleh:
1. Anak laki-laki (atau cucu laki-laki dari garis laki-laki dst ke bawah).
2. Ayah ( atau datuk dari pihak ayah dst cabang kekerabatan ke atas).
3. Saudara laki-laki kandung
4. Saudara laki-laki seayah
5. Saudara perempuan kandung atau seayah yang menjadi ashobah bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
4) Nomor pada 6 jenis kerabat samping itu merupakan urutan peringkat.
Nomor 1 mendinding untuk menjadi ahli waris kepada
nomor di bawahnya, 2 s.d 6.
Nomor 2 mendinding nomor 3 s.d nomor 6, dst.
Nomor yang lebih bawah terdinding untuk menjadi ahli waris oleh nomor yang di atasnya.
Contoh 1
Keponakan kandung terhalang untuk menjadi ahli waris oleh
1. Anak laki-laki ( atau cucu laki-laki dst ke bawah).
2. Ayah (atau datuk dst ke atas).
3. Saudara laki-laki kandung
4. Saudara laki-laki seayah
5. Saudara perempuan kandung atau seayah yang bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
Dan ia ( keponakan kandung itu) menghalangi 5 kelompok peringkat dibawanya, yaitu: keponakan seayah, paman kandung, paman seayah, sepupu kandung, dan sepupu seayah.
Contoh 2:
Sepupu seayah. Ia berada peringkat paling bawah, jadi ia terhalangi oleh semua peringkat di atasnya yaitu:
Anak laki-laki (atau cucu laki-laki dst ke bawah),
Ayah (atau datuk dst ke atas),
Saudara laki-laki kandung,
Saudara laki-laki seayah,
Saudara perempuan kandung atau seayah yang bersama dengan anak perempuan atau cucu perempuan,
Keponakan kandung,
Keponakan seayah,
Paman kandung,
Paman seayah, dan
Sepupu kandung.
Ia sendiri, dalam posisinya di peringkat paling bawah, tidak menghalangi siapa-siapa.
Bagaimana bagian mereka?
Mereka dari enam jenis kerabat/ ahli waris itu, dari keponakan kandung hingga sepupu seayah, semuanya tidak mendapat bagian tertentu, misalnya 1/3, 1/6 dsb, tapi mereka menjadi ashobah. Sebagai asobah, mereka akan:
- menerima sisanya, setelah harta warisan itu dibagikan kepada ahli waris yang mendapat bagian tertentu, yang tidak terhalang dan tidak menghalangi,
- mereka berbagi dengan sisa itu, bila mereka ahli waris yang sejenis itu ada 2 orang atau lebih.
Ia/mereka mengambil semua harta warisan, bila tidak ada ahli waris lain.
BAB 9
CARA PEMBAGIAN DAN BEBERAPA CONTOH
RADD
Dalam kasus tertentu, kalau semua ahli warisnya adalah shohibul fardh, harta bisa tidak habis terbagi. Contoh, seseorang meninggal dengan meninggalkan ahli waris seorang anak perempuan dan ibu.
Fardh/bagian mereka adalah:
1 orang anak perempuan = 1/2.
Ibu = 1/6.
Dilihat sepintas sudah tampak, harta itu tidak habis dibagi. Dalam hal ini diperlukan radd, mengecilkan pembagi.
Antara fardh 1/2 dan 1/6 perlu ditentukan mas'alahnya (disamakan membaginya).
Angka 2 dan angka 6 adalah tadakhul, yakni 6 merupakan kelipatan dari 2. Maka kita ambil angka yang besar, 6, menjadi mas'alah. Kita katakan ini pembagian harta waris dengan masalah 6.
1orang anak pr 1/2 dari 6= 3
Ibu, dapat 1/6 dari 6, = 1
Jumlah = 4
Maka berlaku radd, pembagi dikecilkan dari 6 menjadi 4, maka ..
1 orang anak pr dapat 3/4,
Ibu dapat 1/4.
Maka harta bisa habis terbagi dengan radd.
‘AUL
Dalam kasus lain akan terjadi dalam pembagian harta warisan itu berakhir kekurangan harta karena hasil akhirnya lebih dari 100 %. Dalam hal ini diperlukan 'aul, membesarkan angka pembagi.
Contoh:
Seseorang meninggal, meninggalkan ahli waris: suami, ibu dan 2 orang anak perempuan.
Fardh (bagian) mereka masing-masing adalah:
Suami 1/4
Ibu 1/6
2 orang anak pr 2/3
Kita temukan masalahnya dulu:
Angka 6 dan 3 adalah tadakhul, kita ambil angka yang besar, 6.
Angka 6 dan 4 adalah tawafuq, maka salah satu angka dikalikan setengah yang lain, 6X2, atau 3X4 = 12.
Berarti mas'alahnya adalah 12.
Maka ...
Suami, 1/4 dari 12 = 3
Ibu, 1/6 dari 12 = 2
2 orang anak pr 2/3 dr 12 = 8
Jumlah = 13
Jumlah melebihi masalah. Maka berlaku 'aul, pembagi 12 dibesarkan menjadi 13.
Sehingga...
Suami dapat 3/13,
Ibu dapat 2/13,
2 orang anak perempuan dapat 8/13.
Kekurangan terselesaikan dengan 'aul.
CONTOH 1
PAK TABAH meninggal. Kerabat yang berhak menerima harta warisannya/ yang menjadi ahli waris meliputi:
Istri,
2 orang anak laki-laki,
2 orang anak perempuan.
BAGIAN MASING-MASING:
1 istri, 1/8
2 anak lk dan 2 anak pr, sisa nya.
CARA PEMBAGIAN:
Masalah (angka pembagi)= 8.
1 istri, dapat 1/8 dari 8 = 1
2 anak lk dan 2 anak pr = 7
JUMLAH = 8
2 anak laki-laki+ 2 anak perempuan = 6 bagian, sisa 7 tidak bulat dibagi 6.
Maka masalah (angka pembagi) harus ditas-hih.
Angka pembagi sebelumnya yaitu 8 dan 6.
Angka pembagi (masalah) yang baru, 8x6= 48
Jadi, istri, 1/8 dari 48 = 6
(Sisa= 42)
Anak lk 1, 2/6 dari 42 = 14
Anak lk 2, 2/6 dari 42 = 14
Anak pr 1, 1/6 dari 42 = 7
Anak pr 2, 1/6 dari 42 = 7
JUMLAH = 48
Tabel Pembagian 1
AHLI WARIS |
BAGIAN |
MAS’ALAH |
TASHIH MAS’ALAH |
PERSENTASE |
|
|
8 |
6X8 = 48 |
100% |
Istri |
1/8 |
1 |
6 |
12,5 |
Anak lk 1 (2X) |
asobah |
7 |
14 |
29,16 |
Anak lk 2 (2X) |
14 |
29,16 |
||
Anak pr 1 (1X) |
7 |
14,58 |
||
Anak pr 2 (1X) |
7 |
14,58 |
CONTOH 2
IBU MELATI meninggal, ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisannya meliputi:
Suami,
Ibu,
1 orang anak laki-laki
2 orang anak perempuan.
BAGIAN MASING-MASING:
Suami, 1/4
Ibu, 1/6
Anak laki-laki dan anak-anak perempuan, asobah
CARA PEMBAGIAN:
Angka pembagi yang ada 4 dan 6.
Masalah yang ditetapkan: 2x6= 12
Suami, 1/4 dari 12= 3
Ibu, 1/6 dari 12= 2
1 anak lk+ 2 anak pr= 7
JUMLAH. = 12
1 anak lk+ 2 pr = 4 bagian.
Sisa 7 tidak bulat dibagi 4.
Maka masalah harus ditas-hih.
Hasil tashih masalah= 4x12= 48.
Suami, 1/4 dari 48 = 12
Ibu 1/6 dari 48 = 8
Sisa= 28
Anak lk, 2/4 dari 28 = 14
Anak pr 1, 1/4 dari 28= 7
Anak pr 2, 1/4 dari 28 = 7
JUMLAH = 48
Tabel Pembagian 2
AHLI WARIS |
BAGIAN |
MAS’ALAH |
TASHIH MAS’ALAH |
PERSENTASE |
|
|
12 |
48 |
100% |
Suami |
1/4 |
3 |
12 |
25 % |
Ibu |
1/6 |
2 |
8 |
16,66 % |
Anak lk (2X) |
asobah |
7 |
14 |
29,16 % |
Anak pr 1 (1X) |
7 |
14,58 % |
||
Anak pr 2 (1X) |
7 |
14,58 % |
CONTOH 3
IBU ANGGREK meninggalkan ahli waris:
2 orang saudara kandung laki-laki,
3 orang saudara seibu
BAGIAN MASING-MASING:
2 orang saudara laki-laki kandung, asobah.
3 orang saudara seibu, 1/3
CARA PEMBAGIAN:
Angka pembagi yang ada, 3.
Masalah: 3.
3 orang saudara seibu, 1/3 dari 3 = 1
2 orang saudara laki-laki kandung, asobah/sisa= 2
Bilangan 1 tidak bulat dibagi 3, maka masalah ditashih.
Hasil tashih= 3x3= 9
Jadi, 3 orang saudara seibu, 1/3 dari 9 = 3
2 orang saudara kandung = 6
JUMLAH = 9
HASIL BAGI PER ORANG:
Angka mas'alah= 9
Sdr seibu 1, : 1/3 x 3= 1
Sdr seibu 2, : 1/3 x 3= 1
Sdr seibu 3, : 1/3 x 3= 1
Sdr kandung lk 1 : ½ x 6 = 3
Sdr1kandung lk 2 : ½ x 6= 3
JUMLAH = 9
Tabel Pembagian 3
AHLI WARIS |
BAGIAN |
MAS’ALAH |
TASHIH MAS’ALAH |
PERSENTASE |
|
|
3 |
9 |
% |
Sdr seibu 1, |
1/3 |
1 |
1 |
11,11 |
Sdr seibu 2, |
1 |
11,11 |
||
Sdr seibu 3, |
1 |
11,11 |
||
Sdr kandung lk 1 |
asobah |
2 |
3 |
33,33 |
Sdr kandung lk 2 |
3 |
33,33 |
CONTOH 4
IBU BUNGA ASTER meninggalkan ahli waris:
Suami,
3 orang anak laki-laki
2 orang anak perempuan
BAGIAN MASING-MASING:
Suami, 1/4
Anak-anak, asobah.
CARA PEMBAGIAN:
Mas'alah ditetapkan: 4
Suami, 1/4 dari 4= 1
Anak, sisanya, = 3
3 orang anak lk + 2 orang anak perempuan = 8 bagian.
3 tidak bulat dibagi 8, maka masalah ditashih.
Tashih mas'alah 4x8= 32
Suami, 1/4 dari 32. = 8
Sisa= 24
Anak lk 1, 2/8 dari 24= 6
Anak lk 2, 2/8 dari 24= 6
Anak lk 3, 2/8 dari 24= 6
Anak pr 1, 1/8 dari 24= 3
Anak pr 2, 1/8 dari 24= 3
JUMLAH = 32
Tabel Pembagian 4
AHLI WARIS |
BAGIAN |
MAS’ALAH |
TAS-HIH MAS’ALAH |
PERSENTASE |
|
|
4 |
8 x 4 = 32 |
% |
suami |
1/4 |
1 |
8 |
25 |
Anak lk 1 (2 x) |
Asobah |
3 |
6 |
18,75 |
Anak lk 2 (2 x) |
6 |
18,75 |
||
Anak lk 3 (2 x) |
6 |
18,75 |
||
Anak pr 1 (1 x) |
3 |
9,37 |
||
Anak pr 2 (1 x) |
3 |
9,37 |
CONTOH 5
Pak WASIT meninggalkan ahli waris:
Ibu,
Istri,
2 orang saudara laki-laki kandung,
1 orang saudara perempuan kandung,
3 orang saudara seibu.
BAGIAN MASING-MASING:
Ibu, 1/6
Istri, 1/4
3 orang saudara seibu, 1/3
2 orang saudara laki-laki kandung, dan 1 orang saudara perempuan kandung, asobah.
CARA PEMBAGIAN:
Angka pembagi yang ada: 3, 6, 4.
Angka 3 dan 6 tadakhul, diambil yang besar, 6.
4 dan 6 tawafuq, maka salah satu dikalikan yang lain, 2x6= 12.
Angka mas'alah= 12
Ibu, 1/6 x 12 = 2
Istri, 1/4 x 12 = 3
3 sdr seibu, 1/3 x 12 = 4
3 sdrkandung (=5 bag), sisa= 3
JUMLAH. = 12
Angka 4 tidak bulat dibagi 3,
Angka 3 tidak bulat dibagi 5, maka angka mas'alah harus ditashih.
Angka pembagi yang ada: 12, 3, 5.
TASHIH MAS'ALAH: 12x3x5 = 180
Ibu, 1/6 x 180 = 30
Istri, 1/4 x 180 = 45
3 sdr seibu 1/3 x 180 = 60
3 sdrkandung, sisa. = 45
JUMLAH=. = 180
HASIL BAGI PER ORANG:
Ibu, 1/6 x 180 = 30
Istri, 1/4 x 180 = 45
Sdr seibu 1= 1/3 x 60 = 20
Sdr seibu 2 = 1/3 x 60 =20
Sdr seibu 3 = 1/3 x 60 =20
Sdrlkkandung 1 2/5x 45 = 18
Sdrlkkandung 2, 2/5x 45= 18
Sdrprkandung, 1/5 x 45= 9
JUMLAH= 180
AHLI WARIS |
BAGIAN |
MAS’ALAH |
TASHIH MAS’ALAH |
PERSENTASE |
|
|
12 |
180 |
|
Ibu |
1/6 |
2 |
30 |
16,66 % |
Istri |
1/4 |
3 |
45 |
25 % |
Saudara seibu1 |
1/3 |
4 |
20 |
11,11 % |
Saudara seibu2 |
|
20 |
11,11 % |
|
Saudara seibu3 |
|
20 |
11,11 % |
|
Sdr kandung lk |
Asobah |
3 |
18 |
10 % |
Sdr kandung lk |
|
18 |
10 % |
|
Sdr kandung pr |
|
9 |
5 % |
Tidak ada komentar: