Materi Kajian: HADITS dan ILMU HADITS

Materi Kajian: HADITS dan ILMU HADITS
Oleh : Ust. Dr. H. Ahda Bina Afianto/Ust. Abdul Wahid
Kitab : Murojaatul Ulya fil Islam lil Quran was Sunnah

Melepaskan letak perbedaan:

Apa yang saya lihat setelah meneliti dan merenung adalah bahwa letak perbedaan antara kedua kelompok tidak terlepaskan dengan baik, dan jika dibiarkan dengan baik, kita akan menemukan kedua belah pihak setuju, kecuali mereka yang sombong dan keras kepala keras kepala tentang keadilan, dan khususnya setelah kita mencari kepastian dalam hal keimanan, dan bahwasanya hadits ahad tanpa praduga tidak menunjukkan kepastian
Apa yang dimaksud dengan kata “keyakinan/aqidah” dalam ungkapan kita: hadits Ahad tersebut menegaskan aqidah atau tidak?, Jika yang dimaksud dengan dasar Aqidah dan rukun-rukunya, seperti: keberadaan Allah SWT, dan bahwa Dia: yang Maha Esa itu, yang hanya (Allah SWT) tempat meminta segala sesuatu, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia., dan yang pertama tanpa permulaan, dan yang terakhir tanpa akhir, dan bahwa Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu, dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu, dan bahwa Dia dicirikan dengan kesempurnaan, dan yang dibebaskan dari setiap kekurangan, dan bahwa: 

Ù„َÙŠْسَ ÙƒَÙ…ِØ«ْÙ„ِÙ‡ٖ Ø´َÙŠْØ¡ٌ ۚÙˆَÙ‡ُÙˆَ السَّÙ…ِÙŠْعُ الْبَصِÙŠْرُ 

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (Asy Syura 11)

Dan seperti halnya Muhammad adalah Utusan Allah, dan Nabi Penutup para Nabi, Allah SWT menurunkan Al-Qur'an kepadanya sebagai ayat/bukti yang menerangkan, dan mukjizat yang abadi, dan bahwa Alquran ini tidak ada kepalsuan dari padanya atau tidak ada perselisihan, diturunkan sebagai wahyu dari Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

Dan perumpamaan iman dengan hari kebangkitan, dan bahwa Allah SWT membangkitkan mereka dari kubur, dan mengumpulan mereka di hari yang tidak perlu diragukan lagi, dan meminta pertanggungjawaban mereka atas perbuatan mereka di dunia ini, dan memberi balasan mereka atas amal kebaikan atau keburukannya, dan bahwa di sana ada surga yang disiapkan untuk orang-orang yang bertaqwaa, didalamnya kebahagiaan material dan spiritual, dan api neraka  yang disiapkan untuk orang-orang yang tidak percaya/kafir, di mana mereka akan mengalami siksaan lahir dan batin.

Dan milik Allah SWT-lah para malaikat yang tidak membangkang kepada Allah SWT apa yang Dia perintahkan dan selalu melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan bahwa Allah Yang Maha Esa telah mengutus para Rasul-Nya yang memberi kabar gembira dan peringatan, di antara mereka ada yang diceritakan dalam Alquran, dan ada pula yang tidak diceritakan kepada kita, dan sesungguhnya Dia menurunkan kitab-kitab suci yang beberapa dari mereka disebutkan dalam Alquran ... dll. 
Dan Keyakinan/Aqidah dasar ini tidak diragukan oleh seorang Muslim. Karena semuanya ditetapkan secara Nash dalam Al-Qur'an yang jelas, signifikan dan sangat empiris atau faktual. Dan unat juga sepakat dalam hal ini,  dan itu menjadi informasi tentang agama karena kebutuhan, dan tidak diperlukan penetapan dalam sunnah lagi jika sudah jelas disebutkan dalam Al-Quran, sedangkan apa yang muncul dalam Sunnah adalah penguatan dan konfirmasi dari apa yang disebutkan dalam Al-Qur'an atau detailnya. 

Dan jika yang dimaksud dengan kata kepercayaan/aqidah dalam hal ini: cabang-cabang yang terkait dengannya, seperti pertanyaan dua malaikat di alam kubur, dan apa yang di dalamnya dari kebahagiaan atau siksaan, dan melihat tanda2 kekuasaan Allah SWT di akhirat, dan     syafaat bagi pelaku dosa besar pada Hari Kiamat, dan pelepasan orang berdosa dari api setelah menghabiskan apa yang dikehendaki Allah SWT di dalamnya, Sebagai hukuman atas dosa-dosa mereka yang tidak bertobat, masalah Shirat, Timbangan amal perbuatan, dan sejenisnya, sebagaiman yang ditetapkan dalam Alquran dan Hadits Shahih, atau apa yang datang dari Alquran, tetapi dengan istilah-istilah yang memungkinkan untuk ditafsirkan lebih dekat atau lebih jauh. Dan hal ini tidak dibantah oleh para ulama Ahlus Sunnah dalam membuktikannya dan keharusan iman padanya, melalui hadits Nabi, jika dalilnya benar dan shahih, dengan satu syarat yang mereka sebutkan, yaitu dalam wilayah penetapan secara akal,  dan bukan tidak mungkin dalam pandangan pikiran.


Imam Haramain, Abu Al-Maali Al-Juwayni, mengatakan dalam tulisannya dengan bukti-bukti dalam prinsip-prinsip keyakinan Ahlusunnah wa al-Jamaa'ah:  "Setiap apa yang masuk akal dan diatur oleh Syariah, wajiblah atas hukum menetapkannya. "

Maka apa yang disebutkan dalam Syariah: siksa kubur, pertanyaan oleh Malaikat Mungkar dan Malaikat Nakir, dan pengembalian jiwa kepada orang mati di kuburannya.

Dan juga : Shirat, timbangan, telaga, dan syafaat bagi orang-orang berdosa,  semuanya adalah benar, dan Imam Al-Ghazali membenarkan dalam bab " Al Iqtishad fil I'tiqod" , dan di " Qowaidul Aqoid" .dalam Kitab Ihya.

Dan pendekatan ini diikuti oleh semua yang ikut golongan aqidah Asy'ariah dan Maturidiah. Mereka menolak golongan Mu'tazilah yang menyangkal keshahihan hadits tentang kondisi alam barzah dan akhirat, dan dengan tegas menyangkal mereka, sebagaimana dibuktikan oleh setiap orang yang membaca buku-buku mereka. 
Maka penetapan aqidah dengan keshahihan hadits-hadits muttafaqun alaih disepakati antara dua madzhab, keduanya menentang (mu'tazilah) di zaman kita: aliran Ash'ariah dan Maturid, yang diwakili di universitas-universitas agama terdahulu: Al-Azhar, Az-Zaytun, dan Al-Qarawiyyin, dan Deoband, dan cabang-cabangnya, dan sekolah madzhab Hanbali yang diwakili oleh para ulama Kerajaan Arab, dan mereka yang mengikuti serta alumninya. 


Jadi mengapa terjadi adanya penolakan dan kesepakatan? Dan mengapa teriakan penolakan bertambah dan semakin keras?.
Saya tidak menemukan makna hal ini atau sebab, kecuali adanya masuk salah satu dari unsur perbedaan: Salah satunya: menolak aqidah: "mengkafirkan orang-orang yang menyangkalnya". Barangsiapa menyangkal aqidah yang dibuktikan dengan hadits yang shahih, maka harus diputuskan sebagai kekufuran dengan kekufuran yang besar, dan mengeluarkannya dari ajaran islam, dan memisahkannya dari ahli kiblat. Sebagaimana halnya juga para pemuda yang antusias mempelajari ilmu hadits, juga  beberapa kalangan orang dewasa yang mungkin mendukungnya.


Dan ini tidak salah diragukan lagi, bahwa AhlusSunnah dengan segala jenisnya: baik Asy'ariah, maturidiyah dan Hanbaliyah, para ahli bahasa, sejarawan, ahli hukum dan sufi, mereka tidak mengkafirkan kelompok yang jauh ini. Dalam pandangannya - seprti Khawarij, Mu'tazila dan sejenisnya, bahwa mereka tidak menkategorikan keluar dari Islam, melainkan mereka memutuskan bahwa mereka termasuk ahli bid'ah dan tidak lebih. Meskipun mereka menyangkal/ingkar atas sejumlah hadits secara luas, Mungkin beberapa dari mereka bahkan menghubungkannya ke tingkat mutawatir saja. 
Hal itu karena kufur dengan menyangkal/mengingkari hadits mutawatir yang tidak disepakati dengan suara bulat. Sebaliknya, kesepakatannya adalah untuk menyangkal apa yang diajarkan oleh agama Islam, dan ini lebih dari hanya sekedar hal mutawatir, atau hanya kesepakatan.

Misalnya itu: mengingkari hadits-hadits yang berhubungan dengan beberapa tanda Kiamat, seperti: munculnya Dajjal, dan godaan yang menyertainya, turunnya Nabi Isa bin Mariam, dan dibunuhnya Dajjal. Dan 
Hadits-hadits ini telah mencapai derajat mutawatir, seperti yang dijelaskn oleh para ahli. 
Siapa pun yang mengingkarinya hadits-hadits tersebut tidak dihukumi sebagai kafir, karena masalahnya bukan perkara aqidah yang diketahui 
sebut bentuk dari perbuatan2 bid'ah, dan tersesat dari manhaj salaf, dan jalan ahlus sunnah.

 Dan selain itu dengan keyakinan: hadits-hadits Mahdi tidak mencapai jumlah ini, dan tidak ada satupun dalam kedua Sahih itu secara eksplisit, dan jika beberapa ulama hadits menghubungkannya dengan derajat mutawatirnya, bisa kemungkinan dipertanyakan isinya

Yang kedua: bahwa hadits berkaitan dengan sifat, seperti hadits turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, dan hadits tentang betis, kaki, dua jari, atau jari jemari dan sejenisnya, dan apa yang telah diketahui perbedaanya, antara para ulama salaf dan ulama setelahnya, atau antara ahli fatwa dan ahli tafsir.


Dan orang yang mempelajari perbedaan dan menelitinya mengetahui bahwa berhentinya perbedaan tidak berjalan dengan penetapan hadits apabila sudah benar sanadnya dan tidak mengingkarinya, akan tetapi menyerupakan dalam takwil hadits-hadits tersebut, sepakat dengan gaya bicara orang arab termasuk didalamnya dari hal majaz, kinayah, isti'arah dan tamsil, sama halnya apakah shahih atau tidak shahih, dan itu merupakan perkara yang keluar dari penetapan keyakinan terhadap hadist, bahkan mengatakan: Saya menyetujui hadits dan menegaskan kewajibannya, tetapi saya memiliki arti ini-dan-itu. Dan kita akan kembali ke topik kata sifat dan hal-hal terkait dalam menjelaskan asal usul yang berjumlah sepuluh, Insya Allah




 
Materi Kajian: HADITS dan ILMU HADITS Materi Kajian: HADITS dan ILMU HADITS Reviewed by sangpencerah on Februari 15, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar: