Ramadhan dan Momentum Memelihara Hati

Ramadhan dan Momentum Memelihara Hati
OlehDr. Faridi, M.Si
Kepala Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang

 


Salah satu hadits yang menggambarkan sikap tegas Rasulullah Saw terhadap orang-orang yang sedang berpuasa antara lain, bahwa pada bulan Ramadhan ada seorang wanita sedang mencaci-maki pembantunya, lalu Rasululullah mendengarnya, spontan beliau bersabda: Makanlah makanan ini! Sehingga perempuan tersebut menjawab: Saya sedang berpuasa ya Rasulullah. Rasulullah menimpali: Bagaimana mungkin kamu berpuasa padahal kamu mencaci maki pembantumu, sesungguhnya puasa itu menjadi penghalang bagi kamu untuk berbuat hal-hal tercela. Betapa sedikit orang yang (betul-betul)  berpuasa dan betapa banyak orang yang (sekadar) kelaparan.

Pada dasarnya, hakikat puasa adalah mendidik manusia agar memiliki kepekaan fisik dan hati. Itulah sebabnya sejumlah larangan tidak diperkenankan untuk dikerjakan. Seseorang mungkin saja sanggup melaksanakan ibadah puasa sesuai dengan keseluruhan ketentuan fiqhiyyah, namun belum tentu sanggup mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung di balik ibadah  puasa secara sempurnah (kaffah).

Berbagai perilaku yang dilarang untuk dilakukan bagi orang yang sedang berpuasa sebenarnya fenomena dari semua agama. Artinya, agama apapun mengajarkan umatnya untuk berpuasa dengan berbagai variasinya. Islam mengajarkan agar penganutnya berpuasa selama satu bulan untuk menghindari makan dan minum, serta berhubungan seksual bagi suami-istri.

Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa pada bulan Ramadhan, sesungguhnya sejumlah larangan yang hakikatnnya halal dilakukan -seperti makan dan minum, hubungan seksual antara suami istri- merupakan latihan fisik dan hati agar manusia dapat menahan diri dari aktifitas yang di bulan-bulan lain justru dibolehkan.

Salah satu kepekaan hati yang harus dijaga selama Ramadhan adalah memantapkan niat, bahwa kita menunaikan ibadah puasa betul-betul murni menjalankan perintah Allah Swt sebagai konsekuensi atas keimanan seorang hamba kepada Allah Swt.

Ajaran tersebut menununjukkan sesungguhnya “kemanusiaan” manusia itu pada dasarnya terletak pada hati setiap orang. Melalui hati hati itulah, manusia mengendalikan segala perilakunya. Sehingga, pada tahap ini, hati seseorang dapat dibina dengan baik agar berimplikasi pada perilaku yang berkualitas dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu model pemebinaan hati agar senantiasa berkualitas yaitu dengan mengisinya dengan prasangka baik.

Penting diketahui, kebaikan tertinggi adalah kebaikan yang berasal dari Tuhan, atau Tuhan menjadi Raja di hati. Jika Tuhan telah besemayam dan telah menjadi Raja di hati, niscaya secara keseluruhan tindak perilaku orang tersebut dipastikan akan menjadi baik.

Iman seseorang itu tidak bertempat di badan atau jasmani, tidak pula di pikiran atau akal. Iman itu di dalam hati.

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ

 

Berkata orang-orang Arab pegunungan, kami telah beriman: katakan (olehmu wahai Muhammad), kalian belum beriman…..karena iman belum masuk ke dalam hati kalian (QS. al-Hujaarat:14). Ayat ini menggambarkan, iman orang Arab pegunungan (ketika itu) baru sampai pada tahap di lidah, atau kepala mereka, belum masuk ke dalam hati mereka.

Memposisikan Tuhan sebagai Raja di hati menjadi satu keharusan, karena hati adalah pusat kendali manusia, hati adalah intisari manusia. Bila manusia telah beriman berarti Tuhan telah berada di dalam hati orang itu, maka orang itu secara keseluruhan akan dikendalikan Tuhan. Inilah hakikat beriman, yaitu tatkala manusia telah sepenuhnya dikendalikan Tuhan.

Bila konsep tersebut dipahami, maka ibadah apapun yang dilakukan betul-betul akan mencontoh sifat-sifat Tuhan, semisal, ia selalu optimis akan masa depan, tidak mudah mengeluh, bersikap welas asih terhadap diri dan orang lain,  senantiasa bersyukur dan bersabar atas segala yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Puasa Ramadhan merupakan momentum strategis untuk memelihara hati dengan cara berdzikir kepada Allah Swt. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. Ali Imron (191):

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا

 .......yaitu orang-orang yang selalu ingat Allah tatkala berdiri,  duduk, maupun berbaring. Ini sebagai gambaran sesungguhnya di segala aktivitas hanya kepada Tuhan  kita bergantung.









Ramadhan dan Momentum Memelihara Hati Ramadhan dan Momentum Memelihara Hati Reviewed by sangpencerah on April 15, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar: