Puasa tahun ini memiliki dua pemaknaan: Pertama, tentu saja
arti pada umumnya yaitu menahan diri dari makan, minum dan hubungan
suami-istri, serta segala perbuatan yang dilarang agama; Kedua,
kontekstualisasinya dengan problem kekinian, yaitu mematuhi anjuran pemerintah
untuk menjauhi kerumunan, menjaga jarak interaksi sosial, serta di rumah saja
sebagai akibat dari meluasnya pandemi Corona.
Dalam beberapa bulan terakhir, kita dihadapkan dengan kehadiran Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19). Covid-19 tengah memberikan dampak luar bisa
besar bagi kehidupan manusia. Aspek ekonomi, pendidikan, sosial, budaya dan
agama, semuanya berubah seketika saat Corona menyerang. Semula semua orang bisa
merdeka melakukan aktivitasnya, tetapi semenjak covid-19 menyerang, kita semua dipaksa
untuk mengatur ulang segala yang telah direncanakan sebelumnya.
Demi mengatasi permasalahan ini,
pemerintah menghimbau masyarakat untuk meminimalisir aktifitas di luar dan menghindari kontak langsung dengan orang lain. Hal ini bertujuan memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19, dan aktifitas sosial bisa kembali normal seperti sedia kala.
Pada dasarnya, sebelumnya datangnya
pagebluk ini, umat Islam telah diajarkan untuk menahan diri atau berpuasa. Dengan tidak keluar rumah dan berpuasa
dari hal-hal lain yang bisa mempermudah penyebaran Covid-19, ini adalah satu upaya untuk mempercepat kehidupan kembali normal
dan terbebas dari wabah ini.
Kemerdekaan bisa diraih jika setiap individu mau menahan diri sejenak untuk tidak keluar rumah dan menjaga
jarak dari orang lain (social distancing). Dalam ajaran agama, yang namanya berpuasa, pasti akan ada
saatnya untuk berbuka, dan mereka yang merasakan nikmatnya berbuka adalah
mereka yang berpuasa. Lebih-lebih sebentar lagi, umat Islam akan memasuki bulan Ramadhan. Maka adanya Covid-19, secara tidak langsung telah
melatih umat Islam untuk berpuasa lebih awal, sebelum puasa yang disayari’atkan
oleh agama yaitu puasa di bulan Ramadhan dijalankan.
Pada prinsipnya, puasa sudah menjadi bagian
integral dalam kehidupan umat Islam, sebab puasa merupakan kewajiban bagi
setiap muslim khususnya saat Ramadhan tiba. Sebagaimana ditegaskan dalam surat
al-Baqarah: 183 yang berbunyi:
ÙŠٰٓاَÙŠُّÙ‡َا الَّØ°ِÙŠْÙ†َ اٰÙ…َÙ†ُÙˆْا Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ُ الصِّÙŠَامُ ÙƒَÙ…َا Ùƒُتِبَ عَÙ„َÙ‰ الَّØ°ِÙŠْÙ†َ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َبْÙ„ِÙƒُÙ…ْ Ù„َعَÙ„َّÙƒُÙ…ْ تَتَّÙ‚ُÙˆْÙ†َۙ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (al-Baqarah:183).
Dalam Tafsir Al-Azhar,
Buya Hamka mengatakan, puasa adalah salah satu perintah yang meminta
pengorbanan kesenangan diri dan kebiasaan tiap hari, serta menahan hawa
nafsunya. Dia bersedia menahan
seleranya membatasi diri di dalam melakukan suatu latihan yang agak berat.
Latihan yang dimaksud, yaitu menahan diri dari segala hal yang bisa membatalkan
puasa dan yang bisa mengurangi pahala puasa, oleh karenanya bekal bagi orang
yang melaksanakan puasa adalah kesabaran sebab “Puasa adalah separuh dari
sabar.” (HR. Ibnu Majah).
Apalagi, di era disrupsi seperti sekarang ini, dengan
berpuasa sesungguuhnya umat Islam tengah dilatih untuk menahan diri dari
hal-hal yang bisa mendatangkan kemadharatan. Seperti membuat dan menyebarkan berbagai konten hoax, berbau asusila dan berbagai narasi kebencian di media sosial lainnya, yang bisa berdampak terhadap kerugian bagi diri sendiri dan
orang lain.
Di tengah wabah Corona yang merajalela seperti
sekarang ini, umat Islam perlu meningkatkan kadar kesabarannya demi melewati
ujian ini. Sebab, puasa tahun ini, selain dilatih menahan
diri untuk tidak makan, minum dan berhubungan suami-istri bagi yang sudah
menikah, sesungguhnya ujian yang lebih berat adalah menahan diri untuk tetap tinggal
di rumah, menjaga jarak dengan yang lain, serta selalu menjaga kebersihan. Harapannya, umat Islam segera “berbuka puasa” atau terbebas dari wabah Covid-19.
Maka dalam
hal ini, kaitannya dengan berpuasa di tengah wabah Corona ini, hadist Qudsi di
bawah ini patut menjadi renungan bersama bagi bangsa Indonesia khususnya dan
bagi masyarakat dunia pada umumnya:
“Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Mutafaqun ‘Alaih)
Tidak ada komentar: