Lanjutan Hadits ke-9 dari 21, BAB 2. TAUBAT KITAB : NUZHATUL MUTTAQIEN SYARH RIYADUS SHALIHIN (2 - habis)

Lanjutan Hadits ke-9 dari 21, BAB 2. TAUBAT KITAB : NUZHATUL MUTTAQIEN SYARH RIYADUS SHALIHIN (2 - habis)



Ada beberapa orang dari golongan Bani Salimah yang berjalan mengikuti jejakku, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak menganggap bahwa engkau telah bersalah dengan melakukan sesuatu dosapun sebelum ini. Engkau agaknya tidak kuasa, mengapa engkau tidak mengemukakan keuzuranmu saja kepada Rasulullah SAW. sebagaimana keuzuran yang dikemukakan oleh orang-orang yang tertinggal yang lain-lain. Sebenarnya bukankah telah mencukupi untuk menghilangkan dosamu itu jikalau Rasulullah SAW. suka memohonkan mengampunan kepada Allah SWT untukmu. ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Demi Allah, tidak henti-hentinya orang-orang itu mengolok-olok diriku - karena menggunakan cara yang dilakukan sebagaimana di atas yang telah terjadi itu - sehingga saya ingin kembali lagi kepada Rasulullah SAW. – untuk mengikuti cara orang-orang Bani Salimah itu, agar saya mendustakan diriku sendiri. Kemudian saya berkata kepada orang-orang itu: "Apakah ada orang lain yang menemui peristiwa sebagaimana hal yang saya temui itu?" Orang-orang itu menjawab: "Ya, ada dua orang yang menemui keadaan seperti itu. Keduanya berkata sebagaimana yang engkau katakan lalu terhadap keduanya itupun diucapkan - oleh Rasulullah SAW. - sebagaimana kata-kata yang diucapkan padamu." ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Siapakah kedua orang itu?" Orang-orang menjawab: "Mereka itu ialah Murarah bin Rabi'ah al-'Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi." ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Orang-orang itu menyebut-nyebut di hadapanku bahwa kedua orang itu adalah orang-orang shahih dan juga benar-benar ikut menyaksikan peperangan Badar dan keduanya dapat dijadikan sebagai contoh - dalam keberanian dan lain-lain." ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Saya pun lalu terus pergi di kala mereka telah selesai menyebut-nyebutkan tentang kedua orang tersebut dihadapanku. ‏‏

 

Rasulullah SAW. melarang kita - kaum Muslimin - untuk berbicara dengan ketiga orang di antara orang-orang yang sama yang membelakangi - tidak mengikuti perjalanan - beliau itu." ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Orang-orang sama menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata: "Orang-orang berubah sikap terhadap kita bertiga, sehingga dalam jiwaku seolah-olah bumi ini tidak mengenal lagi akan diriku, maka seolah-olah bumi ini adalah bukan bumi yang saya kenal sebelumnya. Kita bertiga merasakan demikian itu selama lima puluh malam - dengan harinya. Adapun dua kawan saya, maka keduanya itu menetap saja dan selalu duduk-duduk di rumahnya sambil menangis. Tentang saya sendiri, maka saya adalah yang termuda di kalangan kita bertiga dan lebih tahan - mendapatkan ujian. Oleh sebab itu saya pun keluar serta menyaksikan shalat jamaah bersama kaum Muslimin lain-lain dan juga suka berkeliling di pasar-pasar, tetapi tidak seorang pun yang mengajak bicara padaku. Saya pernah mendatangi Rasulullah SAW. dan mengucapkan salam padanya dan beliau ada di majlisnya sehabis shalat, kemudian saya berkata dalam hatiku, apakah beliau menggerakkan kedua bibirnya untuk menjawab salamku itu ataukah tidak. Selanjutnya saya shalat dekat sekali dari tempatnya itu dan saya mengamatinya dengan pandanganku. Jikalau saya mulai mengerjakan shalat, beliau melihat padaku, tetapi jikalau saya menoleh padanya, beliaupun lalu memalingkan mukanya dari pandanganku. ‏‏

 

Demikian, sehingga setelah terasa amat lama sekali penyeteruan kaum Muslimin terhadap diriku, lalu saya berjalan sehingga saya menaiki dinding depan dari rumah Abu Qatadah. Ia adalah anak pamanku - jadi sepupunya - dan ia adalah orang yang saya cintai di antara semua orang. Saya memberikan salam padanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku itu. Kemudian saya berkata kepadanya: "Hai Abu Qatadah, saya hendak bertanya padamu karena Allah, apakah engkau mengetahui bahwa saya ini mencintai Allah dan RasulNya SAW.?" Ia diam saja, lalu saya ulangi lagi dan bertanya sekali iagi padanya, ia pun masih diam saja. Akhirnya saya ulangi lagi dan saya menanyakannya sekali lagi, lalu ia berkata: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui tentang itu." Oleh sebab jawabnya ini, maka mengalirlah air mataku dan saya meninggalkannya sehingga saya menaiki dinding rumah tadi. ‏‏

 

Di kala saya berjalan di pasar kota, tiba-tiba ada seorang petani dari golongan petani negeri Syam (Palestina), yaitu dari golongan orang-orang yang datang dengan membawa makanan yang hendak dijualnya di Madinah, lalu orang itu berkata: "Siapakah yang bisa menunjukkan, manakah yang bernama Ka'ab bin Malik." Orang-orang lain sama menunjukkannya ke arahku, sehingga orang itu pun mendatangi tempatku, kemudian menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan - yang beragama Kristian. Saya memang orang yang dapat menulis, maka surat itupun saya baca, tiba-tiba isinya adalah sebagai berikut: ‏‏

 

"Amma ba'd. Sebenarnya telah sampai berita pada kami bahwa sahabatmu - yakni Muhammad SAW. - telah menyeterumu. Allah tidaklah menjadikan engkau untuk menjadi orang hina di dunia ataupun orang yang dihilangkan hak-haknya. Maka dari itu susullah kami - maksudnya datanglah ke tempat kami - maka kami akan menggembirakan hatimu." ‏‏

 

Kemudian saya berkata setelah selesai membacanya itu: "Ah, inipun juga termasuk bencana juga," lalu saya menuju ke dapur dengan membawa surat tadi kemudian saya membakarnya. Selanjutnya setelah lepas waktu selama empat puluh hari dari jumlah lima puluh hari, sedang waktu agak terlambat, tiba-tiba datanglah di tempatku seorang utusan dari Rasulullah SAW., terus berkata: "Sesungguhnya Rasulullah SAW. memerintahkan padamu supaya engkau menjauh dari isterimu." Saya bertanya: "Apakah saya harus menceraikannya ataukah apa yang harus saya lakukan?" Ia berkata: "Tidak usah menceraikan, tetapi menyendirilah daripadanya, jadi jangan sekali-kali engkau mendekatinya." Rasulullah SAW. juga mengirimkan utusan kepada kedua sahabat saya - yang senasib di atas - sebagaimana yang dikirimkannya padaku. Oleh sebab itu lalu saya berkata pada isteriku: "Susullah dulu keluargamu - maksudnya pergilah ke tempat kedua orang tuamu. Beradalah di sisi mereka sehingga Allah akan menentukan bagaimana kelanjutan peristiwa ini." ‏‏

 

Isteri Hilal bin Umayyah mendatangi Rasulullah SAW., lalu berkata pada beliau: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah itu seorang yang amat tua dan hanya sebatang kara, tidak mempunyai pelayan juga. Apakah baginda juga tidak senang andaikata saya tetap melayaninya?" Beliau SAW. menjawab: "Tidak, tetapi jangan sekali-kali ia mendekatimu - jangan berkumpul  denganmu." Isterinya berkata lagi: "Sesungguhnya Hilal itu demi Allah, sudah tidak mempunyai gerak sama sekali pada sesuatu pun dan demi Allah, ia senantiasa menangis sejak terjadinya peristiwa itu sampai pada hari ini." ‏‏

 

Sebagian keluargaku berkata padaku: "Alangkah baiknya sekiranya engkau meminta izin kepada Rasulullah SAW. dalam persoalan isterimu itu. Rasulullah SAW. juga telah mengizinkan kepada isteri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya." Saya berkata: "Saya tidak akan meminta izin untuk isteriku itu kepada Rasulullah SAW., saya pun tidak tahu bagaimana nanti yang akan diucapkan oleh Rasulullah SAW. sekiranya saya meminta izin pada beliau perihal isteriku itu - yakni supaya tetap boleh melayani diriku? Saya adalah seorang yang masih muda." Saya tetap berkeadaan sebagaimana di atas itu - tanpa istri -selama sepuluh malam dengan harinya sekali maka telah genaplah jumlahnya menjadi lima puluh hari sejak kaum Muslimin dilarang berbicara dengan kami. ‏‏

 

Selanjutnya saya Shalat Subuh pada pagi hari kelima puluh itu di muka rumah dari salah satu rumah keluarga kami. Kemudian di kala saya sedang duduk dalam keadaan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala perihal diri kita itu - yakni ketika kami bertiga sedang dikucilkan, jiwa ku terasa amat sempit sedang bumi yang luas terasa amat kecil, tiba-tiba saya mendengar suara teriakan seseorang yang berada di atas gunung Sala' - sebuah gunung di Madinah, ia berkata dengan suaranya yang amat keras: "Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah." Segera setelah mendengar itu, saya pun bersujud - syukur - dan saya meyakinkan bahwa telah ada kelapangan yang datang untukku. Rasulullah SAW. telah memberitahukan pada orang-orang banyak bahwa taubat kita bertiga telah diterima oleh Allah 'Azzawajalla, yaitu di waktu beliau shalat Subuh. Maka orang-orang pun menyampaikan berita gembira itu pada kami dan ada pula pembawa kegembiraan itu yang mendatangi kedua sahabatku - yang senasib. Ada seorang yang dengan cepat-cepat melarikan kudanya serta bergegas menuju ke tempatku dari golongan Aslam - namanya Hamzah bin Umar al-Aslami. Ia menaiki gunung dan suaranya itu kiranya lebih cepat terdengar olehku daripada datangnya kuda itu sendiri. Setelah dia datang padaku yakni orang yang kudengar suaranya tadi, ia pun memberikan berita gembira padaku, kemudian saya melepaskan kedua bajuku dan saya berikan kepadanya untuk dipakai, sebagai hadiah dari berita gembira yang disampaikannya itu. Demi Allah, saya tidak mempunyai pakaian selain keduanya tadi pada hari itu. Maka saya pun meminjam dua buah baju - dari orang lain - dan saya kenakan lalu berangkat menuju ke tempat Rasulullah SAW. Orang-orang sama menyambut kedatanganku itu sekelompok demi sekelompok menyatakan ikut gembira padaku sebab taubatku yang telah diterima. Mereka berkata: "Semoga hatimu gembira karena Allah telah menerima taubatmu itu." Demikian akhirnya saya memasuki masjid, di situ Rasulullah SAW. sedang duduk dan di sekelilingnya ada beberapa orang. Thalhah bin Ubaidullah r.a. lalu berdiri cepat-cepat kemudian menjabat tanganku dan menyatakan ikut gembira atas diriku. Demi Allah tidak ada seorang pun dari golongan kaum Muhajirin yang berdiri selain Thalhah itu. Oleh sebab itu Ka'ab tidak akan melupakan peristiwa itu untuk Thalhah. ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. beliau tampak berseri-seri wajahnya karena gembiranya lalu bersabda: "Bergembiralah dengan datangnya suatu hari baik yang pernah engkau alami sejak engkau dilahirkan oleh ibumu. "Saya bertanya: "Apakah itu datangnya dari sisi baginda sendiri ya Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?" Beliau SAW. menjawab: "Tidak dari aku sendiri, tetapi memang dari Allah 'Azzawajalla". Rasulullah SAW. itu apabila gembira hatinya, maka wajahnya pun bersinar indah, seolah-olah wajahnya itu adalah sepenuh bulan, kita semua mengetahui hal itu. ‏‏

 

Setelah saya duduk di hadapannya, saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya untuk menyatakan taubatku itu ialah saya hendak melepaskan sebagian hartaku sebagai sedekah kepada Allah dan RasulNya." Rasulullah SAW. bersabda: "Tahanlah untukmu sendiri sebagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan bagianku yang ada di tanah Khaibar." Selanjutnya saya meneruskan: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan diriku dengan jalan berkata benar, maka sebagai tanda taubatku pula ialah bahwa saya tidak akan berkata kecuali yang sebenarnya saja selama sisa kehidupanku." Demi Allah, belum pernah saya melihat seseorang pun dari kalangan kaum Muslimin yang diberi cobaan oleh Allah Ta'ala dengan sebab kebenaran kata-kata yang diucapkan, sejak saya menyebutkan hal itu kepada Rasulullah SAW. yang jadinya lebih baik dari yang telah dicobakan oleh Allah Ta'ala pada diriku sendiri. Demi Allah, saya tidak bermaksud akan berdusta sedikitpun sejak saya mengatakan itu kepada Rasulullah SAW. sampai pada hariku ini dan sesungguhnya saya pun mengharapkan agar Allah Ta'ala senantiasa melindungi diriku dari kedustaan itu dalam kehidupan yang masih tersisa untukku." ‏‏

 

Ka'ab berkata; "Kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu yang artinya: ‏‏

 

"Sesungguhnya Allah telah menerima taubatnya Nabi, kaum Muhajirin dan Anshar yang mengikutinya - ikut berperang – dalam masa kesulitan - sampai di firmanNya yang berarti; Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Penyantun lagi Penyayang kepada mereka. ‏‏

 

Juga Allah telah menerima taubat tiga orang yang ditinggalkan di belakang, sehingga terasa sempitlah bagi mereka bumi yang terbentang luas ini - sampai di firmanNya yang berarti - Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua bersama orang-orang yang benar." (at-Taubah: 117-119) ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Demi Allah, belum pernah Allah mengkaruniakan kenikmatan padaku sama sekali setelah saya memperoleh petunjuk dari Allah untuk memeluk Agama Islam ini, yang kenikmatan itu lebih besar dalam perasaan jiwaku, melebihi perkataan benarku yang saya sampaikan kepada Rasulullah SAW., sebab saya tidak mendustainya, sehingga andaikata demikian tentulah saya akan hancur sebagaimana kehancuran yang dialami oleh orang-orang yang berdusta - maksudnya ialah kehancuran agama bagi dirinya, akhlak dan lain-lain. Sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman kepada orang-orang yang berdusta ketika diturunkannya wahyu, yaitu suatu kata-kata terburuk yang pernah diucapkan kepada seseorang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya: ‏‏

 

"Mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, ketika engkau kembali kepada mereka, supaya engkau dapat membiarkan mereka. Sebab itu berpalinglah dari mereka itu, sesungguhnya mereka itu kotor dan tempatnya adalah neraka Jahanam, sebagai pembalasan dari apa yang mereka lakukan‏‏

 

Mereka bersumpah kepadamu supaya engkau merasa senang kepada mereka, tetapi biarpun engkau merasa senang kepada mereka, namun Allah tidak senang kepada kaum yang fasik itu." (at-Taubah: 95-96) ‏‏

 

Ka'ab berkata: "Kita semua bertiga ditinggalkan, sehingga tidak termasuk dalam urusan golongan orang-orang yang diterima oleh Rasulullah SAW. perihal alasan-alasan mereka itu, yaitu ketika mereka juga bersumpah padanya, lalu memberikan janji-janji kepada mereka supaya setia dan memohonkan pengampunan untuk mereka pula. Rasulullah SAW. telah mengakhirkan urusan kita bertiga itu sehingga Allah memberikan keputusan dalam peristiwa tersebut." Allah Ta'ala berfirman: "Dan juga kepada tiga orang yang ditinggalkan." ‏‏

 

Bukannya yang disebutkan di situ yaitu dengan firmanNya "Tiga orang yang ditinggalkan dimaksudkan kita meninggalkan peperangan, tetapi Rasulullah SAW. yang meninggalkan kita bertiga tadi dan menunda urusan kita, dengan tujuan untuk memisahkan dari orang-orang yang bersumpah dan mengemukakan alasan-alasan padanya, kemudian menyampaikan masing-masing keuzurannya dan selanjutnya beliau SAW., menerima alasan-alasan mereka tersebut." (Muttafaq 'alaih) ‏‏

 

Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Bahwasanya Rasulullah SAW. keluar untuk berangkat ke peperangan Tabuk pada hari Kamis dan memang beliau SAW. suka sekali kalau keluar pada hari Kamis itu." ‏‏

 

Dalam riwayat lain disebutkan pula: "Beliau SAW. tidak datang dari sesuatu perjalanan melainkan di waktu siang di dalam saat dhuha dan jikalau beliau SAW. telah datang, maka lebih dulu masuk ke dalam masjid, kemudian shalat dua rakaat lalu duduk di dalamnya."‏‏

 

HR.  Bukhari dalam Kitabul Maghazi (Bab Ghazwatu Tabuk)  dan di dalam tafsir Surat Bara'ah /At-Taubah (Bab Laqad Taaba Allahu 'alan Nabiy) dan (Bab wa alas Tsalatsatil Ladziina Khalafu)  dls,  dan HR Muslim dalam Kitab Taubah (Bab Taubatu Ka'ab Bin Malik)


Lughatul Hadits 

 
·        Tabuk: Nama tempat.
·         Takhallafa: tidak ikut keluar berjihad bersama Rasulullah SAW.
·         Badr:  Nama tempat air antara Makkah-Madinah,  dan juga dinamakan tempat terjadinya peperangan terkenal antara Rasulullah ï·º dan Kaum Musyrikin.
·         Al'iru: Unta yang dimilikinya
·         Mi'aad: janji dan kesepakatan
·         Lailatul Aqabah: Yaitu malam dimana bersumpahnya  orang Anshar masuk islam kepada Nabi ï·º dan bersedia menolong dan membantu Islam, yaitu Baiatul Aqabah yg Kedua.
·         Tawatsaqna: kami berjanji setia dan bersumpah pada Nabi.
·         Maa Uhibbu anna ly biha mushidun badr: Saya tidak suka meskipun menyaksikan perang  badar namun tidak menyaksikan malam Aqaba.
·         Udzkur: Penyebutan paling masyhur dalam kebajikan.
·         Wa rayya: yaitu, menyembunyikan niatnya dan menunjukkan hal lain kepada orang lain, dengan menyatakan sesuatu yang mungkin memiliki maksud yang lain, dan dapat dipahami bahwa itu adalah tujuan yang dimaksudkan.
·         Mafaazan. : disebut juga Mafaazatan: yaitu bejana yang tidak ada airnya.
·         Fajalla: Dia mengungkapkan maksud tujuan yang dia inginkan tanpa disembunyikan
·         liayata ahabu. : untuk bersiap dengan apa yang mereka butuhkan dalam perjalanan mereka
·         Biwajhihim: Berdasarkan tujuan mereka, yang mereka maksud.
·         Thabat: berkembang dan berbuah
·         Ash’uru: mencukur/memotong habis
·         Thafiqat: bergegas
·         AlJaddu: Bersemangat dalam bepergian
·         Jihazy: perlengkapan bepergian
·         Magmushan: tercoreng dari agamanya

 

Faidah Hadits:

  • Keterusterangan seorang muslim dan kejujurannya, dan pengakuannya atas kekurangannya, dan tidak adanya mengarang alasan.Strategi Rasulullah  yang bijaksana dalam bidang militer pasukannya, seperti menjaga kerahasiaan dan pintarnya mengelola situasi, tidak tertipu dengan pasukannya dan menempatkan tiap personal sesuai dengan gambaran yang realitis sehingga mereka berada pada level tugas yang dipercayakan kepada mereka.
  • Mendorong kaum muslimin untuk berjihad di jalan Allah Aza wajalla dengan ridha dan  sukarela meskipun dalam kondisi susah dan terik panas
  • Tidak ragu untuk berbuat sukarela, serta mengambil inisiatif untuk bersiap dan juga persiapan (apa yang dibutuhkan).
  • Menderitanya/susahnya seorang muslim dalam menjalankan suatu kewajiban dan upayanya agar tidak menjadikanya berubah menjadi golongan yang mundur/menyerah atau munafik.
  • Keterusterangan para sahabat radiyahu anhum dan kejujurannya bersama Nabi SAW, juga perkataan yang mereka sampaikan senantiasa benar meskipun (berdampak) pada dirinya.
  • Memperlakukan manusia  seperti apa yang tampak (dilakukannya) dan menyerahkan perkara batinnya kepada Allah SWT.
  • Tidak dimaafkan orang munafik yang lepas dari tanggungjawabnya atas alasannya yang bathil.
  •  Agar meneladani orang-orang yang shaleh, yang bertaqwa dalam kepribadian dan akhlaqnya. 
  • Tidak mengikuti prilaku orang munafik dan fasiq, serta meninggalkan mereka beberapa hari untuk mempermalukannya (agar sadar kembali ).
  • Kewajiban mengucilkan orang yang melakukan kemaksiatan dengan tidak bergaul dengannya, menyapanya dan menanggapi salamnya, dan alasan lain untuk mengucilkannya yang membuatnya merasa terhina sampai dia meninggalkan dosa dan menunjukkan pertobatan.
  • Ketegasan Islam dalam meninggalkan orang-orang yang durhaka, bahkan dengan mengucilkan mereka dari masyarakat, sehingga lebih tepatnya dalam disiplin, agar ada keinginan menghadap ke tempat-tempat rahmat/ibadah, untuk mencari pengampunan dan bertaubat (kepada Allah SWT)
  • Bagusnya Akhlaq Rasulullah SAW dan belaskasihannya kepada mereka (yang melakukan dosa), gembiranya dalam kebahagiaan mereka (diterima taubatnya), dan gembiranya dalam kebaikan mereka (segera menyadari kesalahnnya).
  • Seorang mukmin diuji dengan agamanya dan dunianya, dan barang siapa yang dikehendaki oleh Allah SWT baik baginya adalah kejujurannya kepada Allah SWT dan ditetapkan baginya apa yang telah dijanjikan untuknya. 
  • Seorang mukmin diharapkan hanya taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
  • Barang siapa melakukan dosa yang menurutnya di telah munafik atau telah kafir, maka tidak boleh bagi istrinya menetapkannya perkaranya sendiri.
  • Diwajibkan memberi kabar gembira tentang kebaikan, balasan pahala bagi penyampai kebenaran, memberikan ungkapan saat suka maupun duka, (diantara) hal yang di benci dari hal sedekah adalah mengumpulkan harta agar tidak miskin dan pertanyaan dari manusia.
  • Pengaruh/dampak dari kejujuran yaitu kesuksesan manusia di dunia dan akhirat.
  • Syukur kepada Allah SWT atas kebaikan dan penerimaan taubat hamba-Nya, dan ampunan-Nya bagi para pendosa yang bertaubat yang diikuti komitmen ketaatan dan janji (tidak bermaksiat).
  • - Orang beriman bersukacita dalam pertaubatan, petunjuk atas  kebenaran dan dan kejujuran.  Hadits memiliki banyak manfaat dan banyak arahan, dan kami telah membatasi diri pada yang paling penting dari mereka tentang pintu taubat, dimana kami ringkas tentang pentinya pintu taubat.


Lanjutan Hadits ke-9 dari 21, BAB 2. TAUBAT KITAB : NUZHATUL MUTTAQIEN SYARH RIYADUS SHALIHIN (2 - habis) Lanjutan Hadits ke-9 dari 21, BAB 2. TAUBAT KITAB : NUZHATUL MUTTAQIEN SYARH RIYADUS SHALIHIN (2 - habis) Reviewed by sangpencerah on Juni 26, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar: