PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluq Allah yang sempurna, semenjak kehadirannya di dunia telah dibekali dengan potensi-potensi edukatif. Potensi tersebut, yaitu pendengaran, penglihatan, dan akal (hati). Supaya manusia dapat mengembangkan dirinya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari dalam perut
ibu kamu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun dan Dia (Allah) telah
menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan akal (hati) agar kamu bersyukur”.(QS.
An-Nahl;16:78)
Ayat ini dapat dipahami bahwa seorang manusia
yang terlahir ke dunia pada dasarnya tidak memiliki ilmu pengetahuan sedikit
pun tentang sesuatu namun bersamaan dengan itu pula, Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Penyayang telah menganugerahkan kepada sang bayi tersebut dengan
potensi-potensi edukatif, sehingga dapat berkembang dan mengembangkan dirinya
dalam hidup dan kehidupannya menuju titik kesempurnaannya.
Potensi-potensi ini mestinya disyukuri dan
disadari sebagai amanah dari Allah SWT yang akan dipertangungjawabkan
dihadapan-Nya. Potensi-potensi tersebut
dapat berkembang secara wajar apabila manusia mendapatkan bantuan pendidikan.
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. dinyatakan bahwa
“Setiap bayi yang dilahirkan dalam
keadaan fitrah atau bersih maka lingkungan sekitar di luar diri sang bayi yang
akan memberikan warna atau pengaruh terhadap corak hitam putihnya perjalanan
hidup sang bayi tersebut”. Hal senada juga diungkapkan oleh seorang pakar
pendidikan John Locke dengan teori tabularasa bahwa seorang anak bagaikan
kertas putih yang belum dituliskan tinta dengan warna apa pun.
Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa kehadiran
seorang anak ke dunia dalam keadaan lemah tak berdaya kemudian manusia tersebut
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga lama kelamaan berkembang
menjadi manusia yang mengetahui banyak hal. Hal ini terjadi karena
potensi-potensi edukatif manusia tersebut telah dikembangkan dan difungsikan secara
berproses dan kontinu. Dengan adanya pendidikan potensi-potensi edukatif
tersebut diharapkan dapat berkembang secara wajar menuju titik kesempurnaan dan
pada akhirnya dapat menciptakan manusia yang disebut sebagai insan kamil, manusia
sempurna lahir maupun batin yang dapat memfungsikan potensi-potensi edukatif
tersebut secara seimbang.Potensi tersebut diwujudkan oleh Allah SWT berupa
pendengaran, penglihatan dan hati.
POTENSI PENDENGARAN
Dalam istilah bahasa Arab disebut sebagai Sam’an bentuk masdar dari kata Samia’ – Yasmau’
yang artinya pendengaran. Dalam
Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 78 Allah
menyebutkan Sam’an atau pendengaran pada urutan pertama
dilanjutkan dengan Abshar (penglihatan) dan Af-idah (akal atau hati). Hal ini mengandung
makna betapa pentingnya media auditorial (pendengaran) Karena media ini
yang pertama kali menjalankan fungsinya ketika sang anak hadir ke dunia ini diperdengarkan
lantunan adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri (hadits dha’if) akan
tetapi secara makna cukup baik dalam rangka mengenalkan asma Allah sebagai
potensi dasar (‘aqidah) dalam beragama. Oleh karena itu Allah menggunakan kata Sam’an (pendengaran) bukan Udzunun
yang artinya juga telinga. Ini juga
mengisyaratkan bahwa fungsi lebih penting dari pada banda itu sendiri. Ini sebagai
indikator bahwa aktifitas belajar
merupakan aktifitas yang selalu aktif dan energik dengan memfungsikan
pendengaran sebagai salah satu media (potensi) yang dapat mengantarkan sang
anak untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang sebelumnya
tidak diketahuinya. Melalui potensi pendengaran inilah sang anak dapat
menangkap informasi atau makna yang didengar dari lingkungan di luar dirinya.
Semakin banyak informasi yang diserap maka akan semakin banyak makna atau
pengetahuan yang akan diperolehnya.
Dalam proses pendidikan dan pembelajaran
potensi atau media pendengaran memiliki peran yang sangat penting sebagai
menunjang kelancaran keberhasilan. Bayangkan, kalau seandainya ada anak kita
yang mengalami gangguan pendengaran maka pasti akan menghambat atau mengalami
kendala pada saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk itu, potensi
pendengaran yang telah dianugerahkan Allah SWT. mesti kita syukuri sebagai amanah
yang harus kita fungsikan sesuai kehendak Allah SWT Sebagai Pemberi Anugerah.
POTENSI PENGLIHATAN
Potensi edukasi yang kedua adalah Abshar (Penglihatan). Abshar merupakan bentuk masdar y dari kata kerja Bashira – Yabshiru – Abshar yang berarti penglihatan. Ketika sang anak dilahirkan ke dunia, potensi penglihatan atau abshar ini sudah ada pada anak tersebut namun belum dapat memainkan fungsinya. Potensi ini akan berfungsi secara bertahap atau berproses sesuai dengan perkembangan usia sang anak tersebut. Apa yang dilihat oleh anak tersebut akan tersimpan pada memori otak dan akan menghasilkan persepsi atau pemahaman tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya.
Melalui potensi penglihatan inilah sang anak
dapat melakukan pengamatan (observasi)
terhadap suatu objek atau benda yang dilihatnya. Melalui observasi atau
pengamatan inilah sang anak akan mendapatkan pengetahuan atau informasi tentang
sesuatu. Sebagaimana kita ketahui bahwa aktifitas belajar merupakan akumulasi
antara aktifitas mendengar, melihat, berpikir atau memahami dan bertindak. Potensi penglihatan merupakan
salah satu potensi edukatif manusia yang dapat menunjang kelancaran dalam
mendapatkan ilmu pengetahuan. Melalui potensi ini pulalah seseorang dapat
membaca atau mempelajari hal-hal yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Semakin banyak hal yang dibaca atau dilihat, maka akan semakin banyak pula
pengetahuan yang didapatinya. Dengan melakukan kegiatan membaca inilah potensi
penglihatan manusia dapat dikembangkan. Di samping itu sebagai implementasi
dari wahyu pertama yaitu “IQRA’” (bacalah)
POTENSI AKAL (HATI)
Potensi edukasi yang ketiga yaitu kata Af-Idah yang artinya akal atau hati. Manusia diciptakan oleh Allah SWT. dengan bentuk yang sebaik-baiknya kemudian dilengkapi dengan akal pikiran. Akal pikiran inilah yang membedakan manusia dengan makhluq Allah lainnya. Dan Dengan kekuatan akal inilah manusia melakukan aktifitas berpikir. Potensi akal merupakan anugerah Allah yang terbesar untuk manusia yang harus disyukuri. Dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
“ Dan sungguh, akan
Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia, adalah mereka
yang memiliki hati (Qulub) tetapi dengan hati tersebut mereka tidak mau
memfungsikan untuk berpikir tentang kebesaran Allah, mereka yang memiliki mata tetapi dengan mata tersebut
mereka tidak mau memfungsikannya untuk melihat tanda-tanda kebesaran Allah,
mereka yang memiliki telinga tetapi dengan telinga tersebut mereka tidak mau
memfungsikannya untuk mendengar kalimat-kalimat Allah SWT. Mereka itulah
laksana binatang ternak bahkan lebih hina derajatnya dibandingkan binatang
ternak tersebut”. Mereka
itulah orang-orang yang lalai.(QS.al-A’raf;7:179)
Allah menyebutkan potensi-potensi edukatif
manusia secara berurutan pada surat an-Nahl, dan penyebutan yang sebaliknya
pada surat al-A’raf. kedua ayat tersebut sama-sama menjelaskan tentang
potensi-potensi edukatif yang dimiliki oleh manusia. Hanya perbedaannya sebelum
proses, dan yang sedang/telah menjalankan proses.
Dalam proses pendidikan potensi akal memiliki
kekuatan berpikir dan nalar sehingga melahirkan sebuah konsep kehidupan. Sebagai
contoh dalam bentuk pertanyaan, Allah menyebutkan dalam Surat At-Tarik ayat 5
yang artinya
فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ
“Maka hendaklah
manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan”.
Contoh yang lain
dalam Surat Al-Ghasyiah ayat 17 – 20 juga Allah menyebutkan
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (20)
“ Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana onta diciptakan, dan langit bagaimana ditinggikan, dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan, dan bumi bagaimana dihamparkan”.
Tidak ada komentar: