Jangan Mati Sebelum Berserah diri

Jangan Mati Sebelum Berserah diri

Oleh: Agus Mustofa
Alumni Teknik Nuklir UGM. Penulis Buku-Buku Tasawuf Modern. Dan, Founder Kajian Islam Futuristik

 


Peralihan tahun baru 1443 H berlangsung dalam suasana pandemi. Berkelindan dengan berita kematian di mana-mana. Yang semakin tinggi. Setiap hari.

Bukan main. Hampir setiap kali hape berdering, mengabarkan duka. Setiap membuka WAG disambut tulisan: “Innalillahi wainna ilaihi raji’un”. Turut berbela sungkawa atas wafatnya orang-orang dekat. Orang-orang tercinta.

Kematian menjadi begitu dekat. Sangat dekat. Lebih dari biasanya. Sebelum wabah menggila.

Ada yang menjadi stress karenanya. Tapi, ada pula yang justru menjadi terbiasa. Bahwa, kematian adalah sesuatu yang niscaya. Bagi setiap kita. Bedanya, di urutan waktu belaka.

Sebagian di antara kita, menangkapnya sebagai pembelajaran. Yang penuh hikmah. Agar mengingat kematian. Dzikrul maut.

Bukan sebagai sesuatu yang harus ditakuti. Melainkan, sesuatu yang harus dijalani. Sebagaimana peristiwa-peristiwa lainnya. Dalam kehidupan kita. Yang kita ingin menyongsong dan menjalaninya dalam suasana bahagia.

 

Maka, menjadi sangat berarti bagi kita untuk mendengar nasihat dari kitab suci. Agar kita bisa menjadi orang yang meninggal secara husnul khatimah.

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ


Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri. [QS. Ali Imran: 102]

 

Ayat ini mengajarkan kepada kita agar senantiasa meningkatkan kualitas spiritual. Dari keimanan menjadi ketaqwaan. Lantas, memuncak. Berserah diri. Hanya kepada-Nya.

Ibarat sebuah piramida. Keimanan adalah bagian paling bawah. Yang lebar. Yang melandasi proses spiritual kita dalam beragama.

Karena, keimanan adalah keyakinan. Yang mesti diperoleh melalui proses pembelajaran. Secara keilmuan. Sampai paham. Dan kemudian yakin. Sebagai landasan bagi proses keagamaan yang lebih tinggi. Yakni, ketaqwaan.

 

Adalah tidak mungkin, menjadi bertakwa tanpa menjalani proses keimanan. Tanpa memahami ajarannya. Dan meyakininya. Sebagai roadmap kehidupan.

"Innamal a’malu binniyat". Kualitas amal bergantung pada niat. Begitulah analoginya. Amal adalah perbuatan. Sedangkan niat adalah kepahaman atas amal itu. Yang melandasi perbuatan.

Jika tidak paham atas amalan yang akan dikerjakan, maka niatnya pun tidak akan berkualitas tinggi. Sehingga akan merendahkan kualitas amalannya. Begitulah keimanan. Jika imannya tidak cukup baik, maka kualitas ketakwaannya pun tidak akan baik.

 

Allah SWT  mengajari kita agar mencapai keimanan – kepahaman dan keyakinan – yang baik. Setelah itu didorong untuk banyak melakukan amal kebajikan. Ketakwaan. Dengan penuh kesungguhan. “Ittaqullaha haqqa tuqatihi – bertakwalah kepada-Nya dengan sebenar-benarnya.”

Dan kemudian, ditegaskan agar jangan sampai kedahuluan mati.  Sebelum kita mencapai tingkat tertinggi dalam piramida spiritualitas Islam. Yakni, muslimun. Berserah diri hanya kepada Allah SWT.

 

Istilah “muslimun” menunjuk kepada totalitas penyerahan diri. Hanya kepada ilahi rabbi. Sebagaimana diteladankan oleh Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sebuah ketaatan dalam beragama yang sangat tinggi nilainya. Yang berpuncak pada pengorbanan atas segala kecintaan duniawi, kepada Sang Penguasa kehidupan: Allah SWT

Karena, sesungguhnyalah sikap pengorbanan itu adalah proses untuk mencapai ketaatan. Keberserah-dirian. Yang tidak bertujuan untuk kepentingan Allah SWT. Melainkan, untuk kepentingan kita sendiri.

Seseorang yang sudah bisa berserah diri hanya kepada-Nya, ia telah melatih kesabarannya. Melatih keikhlasannya. Melatih ketaatan, pengorbanan, dan ketawakalan. Dalam menghadapi kehidupan.

Semua itu dibutuhkan. Agar seseorang bisa tegar dan tetap tenang dalam menyikapi gelombang kehidupan. Yang seringkali bisa meruntuhkan keyakinan. Dan, berujung pada kegagalan dalam menjalani kehidupan.

 

Maka, pelajaran keimanan, ketakwaan dan keberserahdirian yang disampaikan oleh Allah di dalam QS. Ali Imran: 102 di atas, sesungguhnya adalah gemblengan bagi ketangguhan jiwa kita sendiri.

Itulah sebabnya, di ayat yang berbeda, Allah SWT berfirman bahwa orang-orang yang bisa menjalankan semua itu dengan baik, ia akan memperoleh kemenangan dalam kehidupan. Di dunia maupun di akhirat kelak.

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ ٱلْوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُوا۟ فِى سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. Dan, bersungguh-sungguhlah berjuang di jalan-Nya. Supaya kamu mendapat kemenangan.” [QS. Al Maidah: 35]

Ayat ini memiliki nada yang sama dengan ayat sebelumnya, QS. 3: 102. Yakni, disuruh beriman, bertakwa, dan berusaha sungguh-sungguh. Di jalan-Nya. Maka, Allah menjanjikan kesuksesan dan kemenangan di masa depannya.

Yang demikian ini, sudah menjadi hukum alam. Sunnatullah. Bahwa, siapa bersungguh-sungguh memperjuangkan kebajikan, maka akan bakal mendapatkannya. Man jadda wajada.

 

Maka, poin pentingnya adalah menyiapkan hari esok dengan cara yang benar. Proses yang baik bakal menghasilkan akibat yang baik. Proses yang benar bakal menghasilkan akibat yang benar pula. Karena, memang demikianlah cara kerja alam. Ciptaan-Nya.

 

لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diperjuangkannya. Dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” [QS. Al Baqarah: 286]

 

Maka, di tahun baru 1443 H ini kita mesti bisa dan berkomitmen untuk menerapkan nasihat itu. Karena, sesungguhnya segala hasil yang kita capai itu diberikan oleh Allah berdasarkan apa yang kita usahakan. Kita perjuangkan.

Maka, marilah kita siapkan segala sesuatunya dengan lebih baik. Agar kita bisa meraih hasil yang semakin baik pula di hari esok. Seperti yang berulangkali diajarkan-Nya kepada kita di dalam kitab suci.

 

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

 

“Wahai  orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah. Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya (sekarang) untuk hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS. Al Hasyr: 18]

 

Wallahu a’lam bissawab.


 

Jangan Mati Sebelum Berserah diri Jangan Mati Sebelum Berserah diri Reviewed by sangpencerah on Agustus 26, 2021 Rating: 5

1 komentar:

  1. Artikel semua berbobot baik bagi yg ingin akan kehidupan yg lebih baik menuju Ridho Allah Swt.

    BalasHapus