إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى
سَبِيلِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ ٱللَّهِ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ
Diawali
Rasulullah Muhammad SAW, menerima perintah Allah SWT untuk melakukan da’wah
secara terang-terangan seperti tercantum di dalam Firman-Nya:
فَاصۡدَعۡ بِمَا تُؤۡمَرُ وَ اَعۡرِضۡ عَنِ الۡمُشۡرِكِيۡنَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala
apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik (QS. Al Hijr (15) ayat 94) maka penentangan kafir Quraisy terhadap Rasulullah dan pengikutnya
semakin keras dan gencar. Tekanan itu bukan hanya dalam bentuk boikot ekonomi
saja tetapi sampai pada teror dan penyiksaan terhadap pengikut rasulullah saw.
Sesuai dengan Firman Allah SWT, QS. Al Baqarah 218 tersebut diatas maka para
sahabat dan pengikut Rasulullah SAW melaksanakan hijrah dari Makah menuju
Madinah semata-mata untuk menjaga aqidahnya dengan meninggalkan harta-benda dan
kerabat yang dimiliki.
Peristiwa hijrah Rasulullah SAW dan
para sahabat dan pengikutnya(Muhajirin) dari Makah ke Madinah, merupakan
tonggak yang sangat penting dalam perkembangan Islam. Keihlasan melakukan
hijrah bersama Rasululah telah menghasilkan kekokohan iman dan keteguhan
mengikuti kepemimpinan Muhammad Rasulullah SAW sebagai rahmat dari Allah SWT.
Kaum Muhajirin diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk Madinah (Kaum
Ansor) yang kemudian oleh Rasulullah SAW dipersaudarakanlah antara kedua kaum
ini. Persaudaraan ini menghasilkan kekokohan, kekuatan, dan kemajuan bagi Umat
Islam baik dalam urusan spritual agama maupun material- finansial.
Awal kehadiran Rasulullah SAW di
Madinah ditandai dengan dibangunnya Masjid Quba’ sebagai tempat berkumpul umat
dalam pembinaan keimanan dan kemasyarakatan. Bahkan Rasulullah juga menanamkan
pendidikan politik demi kesejahteraan umat. Bentuk pendidikan politik
diantaranya adalah diadakannya perjanjian dengan umat non muslim untuk saling
menghormati dan membantu dalam kehidupan bermasyarakat. Umat islam dan non
muslim dikondisikan hidup berdampingan dalam heteroginitas, namun tetap dalam ketentraman bersama. Ini
terbukti, hanya dalam waktu yang relatif singkat, ± 10 tahun paska hijrah, Rasulullah SAW telah berhasil membangun
kekuatan Islam yang mampu menaklukkan kafir Quraisy Makah sehingga masyarakat
di Kota Makah berubah menjadi masayarakat Islam.
Tahun Baru Dengan Harapan Baru
Adanya momentum spirit untuk menjadi lebih baik bagi Umat Islam yang menjadi pertimbangan Khalifah Umar Bin Khathab
ra menetapkan TAHUN PERISTIWA HIJRAH sebagai awal bagi penanggalan Islam
setelah menerima usulan dari shahabat Ali ra selain usulan lainnya dari para
shahabat. Sementara itu, Bulan Muharam sebagai awal tahun hijriyah, telah ada
sebelum Nabi SAW, sedangkan Hijrahnya Nabi terjadi pada Bulan Rabi’ul Awal. Dengan
demikian, dapat kita pahami bahwa tahun baru hijriah/ Bulan Muharam, adalah
bukan awal waktu hirahnya Rasulullah SAW dan para sahabat dari Makah ke
Madunah.
Dalam pemahaman masa kini, hijrah
dimaknai sebagai berpindah dari suatu keadaan kepada keadaan lain yang lebih
mulia atau lebih baik dalam ruh semangat ketaatan kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya. Setiap dari kita yang terus-menerus memelihara kemuliaan akhlaq
setelah kita memahaminya sebagai akhlaq tidak baik pada sebelumnya maka dapat
dikatakan kita juga telah berhijrah. Semangat menuju kebaikan dan istiqamah
ini, dalam Firman-NYa Allah SWT mengajarkan kepada kita untuk memanjatkan doa
pada shalat malam:
وَقُلْ رَّبِّ اَدۡخِلۡنِىۡ مُدۡخَلَ صِدۡقٍ وَّ اَخۡرِجۡنِىۡ مُخۡرَجَ صِدۡقٍ وَّاجۡعَلْ لِّىۡ مِنۡ لَّدُنۡكَ سُلۡطٰنًا نَّصِيۡرًا
Dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah Aku
secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) Aku secara keluar yang benar
dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. QS. Al Isra’ (17): ayat 80
Sebagian
ahli tafsir menyatakan bahwa ayat tersebut berkait juga dengan peristiwa hijrah
dari Makah ke Madinah dan juga ruh hijrah dalam semua kepentingan! Setiap dari
kita pasti akan selalu mengalami perubahan dari suatu keadaan ke keadaan
lainnya, dan yang pasti, perubahan itulah yang terus-menerus terjadi dalam
kehidupan. Hijrah seseorang dari suatu keadaan memasuki keadaan yang baru
hendaknya dengan cara yang benar, dalam arti tidak dengan mendholimi orang
lain, kemudian apabila keluar dari suatu keadaan menuju keadaan yang lain,
tentunya dengan baik dan benar pula- tidak dengan cara yang nista atau
dinistakan. Sedangkan pada kondisi tertentu, karena setiap dari kita adalah
pemimpin atau yang pasti memiliki kekuasaan tertentu, maka kita harus mampu
mendaya-gunakan kekuasaan atau kepemiminan kita itu untuk menolong diri kita
agar tidak terjerembab dalam perbuatan dosa!
Sebagai
akhir dari mimbar ini, dipesankan kepada para pembaca bahwa suasana hijrah atau
perubahan menuju yang lebih baik dapat berlangsung sepanjang hayat semenjak
kita mengetahui adanya kebaikan dan kebenaran Ilahiah, dalam arti kita jalan
kebenaran Ilahiyah itu yang kita pilih dengan serta-merta meninggalkan jalan yang
samar dan jalan thaghut .
Firman
Allah SWT di surat Al Baqarah Ayat : 170
dapat dipergunakan untuk rujukan agar kita mudah berhijrah menuju yang lebih
baik :
وَاِذَا قِيۡلَ لَهُمُ اتَّبِعُوۡا مَآ اَنۡزَلَ اللّٰهُ قَالُوۡا بَلۡ نَـتَّبِعُ مَآ اَلۡفَيۡنَا عَلَيۡهِ اٰبَآءَنَا اَوَلَوۡ كَانَ اٰبَآؤُهُمۡ لَا يَعۡقِلُوۡنَ شَيۡـًٔـا وَّلَا يَهۡتَدُوۡنَ
Dan
apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa
yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
Mengkuti,
meniru, memuliakan bahkan melestarikan budaya atau tata cara yang diwarisi dari
orang tua kita atau nenek moyang kita adalah sangat baik, dengan catatan: asal tidak bertentangan dengan syare’at/
tuntunan agama. Sebaliknya, kita
juga harus memahamai bahwa Agama Islam mengajarkan tidak boleh patuh kepada
siapapun (termasuk ajaran nenek moyang kita) jika ajarannya itu bertentangan
dengan syare’at. Hal ini adalah bentuk pilihan yang harus kita lakukan dalam
kehidupan bermasyarakat. Pilihan kita jangan sampai keliru jalan meniru nenek
moyang atau bahkan orang kafir yang nyata-nyata bertentangan dengan tuntunan
Agama Islam sebagaimana maklumat Rasulullah SAW berikut:
“ Pasti kamu sekalian benar-benar akan mengikuti jalan hidup orang yang telah ada sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga seandainya salah satu dari mereka masuk lubang Dhab (sejenis biawak) pasti kamu mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasul, apakah yahudi dan Nasrani? Beliau bersabda: ya. Siapa lagi kalau bukan yahudi dan nasrani” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Said al Khudri)
Dalam menyambut Tahun Baru Hijriyah
1443 sudah seharusnya kita mewujudkan kehidupan yang lebih shalih dari pada
tahun yang lalu. Kita raih predikat manusia terbaik adalah apabila bertambah
usianya maka semakin baiklah akhlaqnya. Jangan status quo atau bahkan
sebaliknya!
Tidak ada komentar: