Lanjutan Tafsir QS. Al-Baqarah, ayat 114 Ibnu Katsir (2 Habis)

Lanjutan Tafsir QS. Al-Baqarah, ayat 114 Ibnu Katsir (2 Habis)



Karena itulah Allah SWT. menyebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tiada takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. (At-Taubah: 18)


Apabila keadaan orang yang bersifat demikian (yakni mereka yang disebutkan dalam ayat terakhir ini) terusir dari masjid-masjid Allah dan dihalang-halangi untuk mendatanginya, maka kerusakan apa lagi yang lebih besar daripada hal tersebut?

Makna yang dimaksud dengan memakmurkan masjid-masjid ialah bukan dengan menghiasinya dan menegakkan gambamya saja, melainkan dengan melakukan zikrullah di dalamnya, menegakkan syariat Allah di dalamnya, dan membersihkannya dari kotoran dan kemusyrikan.


Firman Allah SWT.:

أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلا خَائِفِينَ

Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah) kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). (Al-Baqarah: 114)


Ungkapan ayat ini merupakan kalimat berita, tetapi makna yang di-kandungnya adalah anjuran. Dengan kata lain, janganlah kamu biarkan mereka memasukinya jika kalian mampu, kecuali di bawah perjanjian gencatan senjata dan mau membayar jizyah. Karena itulah ketika Rasulullah SAW. membuka kota Mekah, pada tahun berikutnya (yakni tahun sembilan) beliau diperintahkan menyerukan maklumat berikut ini di Mina:


«أَلَّا لَا يَحُجَّنَّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ ، وَلَا يَطُوفَنَّ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ، وَمَنْ كَانَ لَهُ أَجْلٌ فَأَجَلُهُ إِلَى مُدَّتِهِ»


Ingatlah, tidak boleh melakukan haji sesudah tahun ini seorang musyrik pun; dan tidak boleh tawaf di Baitullah seorang pun yang telanjang. Dan barang siapa yang masih mempunyai waktu (perjanjian), maka batasnya ialah sampai berakhirnya waktu (perjanjian)nya.


Hal tersebut dilakukan sesuai dengan firman Allah SWT. yang mengatakan:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرامَ بَعْدَ عامِهِمْ هذا


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. (At-Taubah: 28)


Sebagian Mufassirin mengatakan bahwa makna ayat ini ialah 'tidaklah layak bagi mereka (orang-orang musyrik) memasuki masjid-masjid Allah kecuali dalam keadaan takut terhadap kesiagaan dan kewaspadaan kaum mukmin yang selalu mengintai akan memukul mereka, terlebih lagi bila kaum musyrik tersebut menguasai masjid-masjid Allah dan melarang kaum mukmin untuk memasukinya'. Dengan kata lain, keadaan yang seharusnya tiada lain kecuali seperti itu, seandainya saja tiada kelaliman dari pihak orang-orang kafir dan selain mereka.


Menurut pendapat yang lain, makna ayat ini mengandung berita gembira dari Allah buat kaum muslim, bahwa kelak kaum muslim akan menguasai Masjidil Haram, juga masjid-masjid lain. Kelak kaum musyrik akan tunduk kepada mereka, hingga tiada seorang pun dari kalangan mereka yang masuk ke dalam Masjidil Haram kecuali dengan rasa takut. Ia akan takut ditangkap, lalu dihukum atau dibunuh jika tidak mau masuk Islam.


Sesungguhnya Allah menunaikan janji ini seperti yang disebutkan di atas, yaitu kaum musyrik dilarang memasuki Masjidil Haram. Dan Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar tidak membiarkan ada dua agama di Jazirah Arabia; hendaklah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani diusir. Segala puji dan anugerah adalah milik Allah. Hal tersebut tiada lain karena menghormati Masjidil Haram dan membersihkan kawasan tersebut yang merupakan tempat kelahiran seorang rasul yang diutus oleh Allah buat seluruh umat manusia dengan membawa berita gembira sebagai juru ingat.


Hal tersebut merupakan kehinaan bagi kaum musyrik di dunia, karena pembalasan itu tiada lain disesuaikan dengan jenis perbuatannya. Maka sebagaimana orang-orang musyrik itu pernah melarang kaum mukmin untuk memasuki Masjidil Haram, kini mereka dilarang memasukinya. Sebagaimana mereka pernah mengusir kaum mukmin dari Mekah, maka mereka pun harus diusir.


Firman Allah SWT.:


وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

dan di akhirat mereka mendapat siksa yang berat. (Al-Baqarah: 114)


Hal itu sebagai balasan atas perbuatan mereka yang berani menodai kesucian Baitullah dan menghinanya dengan memasang banyak berhala di sekitarnya, menyeru selain Allah di dalamnya, tawaf dengan telanjang bulat, dan perbuatan-perbuatan mereka yang lain yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.


Adapun orang yang menafsirkannya sebagai Baitul Maqdis, hal ini bersumber dari Ka'b Al-Ahbar yang pernah mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Nasrani ketika berhasil menguasai Baitul Maqdis, mereka melakukan pengrusakan. Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad SAW. serta menurunkan firman-Nya kepadanya, yaitu: Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya. Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah) kecuali dengan rasa takut. (Al-Baqarah: 114), hingga akhir ayat. Tiada seorang Nasrani pun di muka bumi ini yang memasuki Baitul Maqdis kecuali dalam keadaan takut.

Menurut As-Saddi, sekarang tiada seorang Romawi pun di muka bumi ini yang memasukinya kecuali dalam keadaan takut lehernya akan dipancung, atau ditakuti dengan keharusan membayar jizyah.

Qatadah berpendapat, orang-orang Romawi tidak berani memasuki Baitul Maqdis kecuali dengan sembunyi-sembunyi.


Menurut kami penafsiran terakhir ini dapat dimasukkan ke dalam makna umum ayat ini; karena sesungguhnya ketika orang-orang Nasrani itu berbuat aniaya terhadap Baitul Maqdis dengan mencemarkan Sakhrah yang merupakan kiblat orang-orang Yahudi, dalam ibadah, maka orang-orang Nasrani tersebut memperoleh hukumannya menurut syara' dan takdir dengan mendapat kehinaan padanya, kecuali hanya dalam masa-masa tertentu mereka dapat memasuki Baitul Maqdis. Demikian pula halnya orang-orang Yahudi; ketika mereka melakukan kedurhakaan di dalamnya yang lebih besar daripada kedurhakaan orang-orang Nasrani, mereka pun mendapat hukuman yang lebih besar.


Mereka menafsirkan makna kehinaan di dunia dengan munculnya Imam Mahdi, seperti yang dikatakan oleh As-Saddi dan Ikrimah serta Wail ibnu Daud. Sedangkan menurut Qatadah, mereka diharuskan membayar jizyah dengan patuh pada saat mereka dalam keadaan tunduk.

Pendapat yang benar, takwil dari makna kehinaan di dunia lebih umum daripada semuanya. Telah diriwayatkan di dalam sebuah hadis yang menerangkan tentang memohon perlindungan kepada Allah dari kehinaan di dunia dan siksa di akhirat, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad;


حَدَّثَنَا الْهَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ بْنِ مَيْسَرَةَ بْنِ حَلبس سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ، عَنْ بُسْر بْنِ أَرْطَاةَ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو: "اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا، وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْآخِرَةِ"


telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ayyub ibnu Maisarah ibnu Halas, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut dari Bisyr ibnu Artah yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW. acapkali mengucapkan doa berikut: Ya Allah, jadikanlah akibat semua urusan kami kebaikan belaka, dan lindungilah kami dari kehinaan di dunia dan siksa di akhirat.


Hadis ini berpredikat hasan, tetapi tidak terdapat di dalam kitab Sittah; dan pemilik hadis ini (yaitu Bisyr ibnu Artah yang terkadang disebut dengan nama Ibnu Abu Artah) tidak mempunyai hadis lain kecuali hadis ini dan hadis lainnya yang mengatakan:


"لَا تُقْطَعُ الْأَيْدِي فِي الْغَزْوِ"

Tangan-tangan tidak boleh dipotong dalam peperangan.




Lanjutan Tafsir QS. Al-Baqarah, ayat 114 Ibnu Katsir (2 Habis) Lanjutan Tafsir QS. Al-Baqarah, ayat 114 Ibnu Katsir (2 Habis) Reviewed by sangpencerah on September 08, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar: