KENAPA KITA BERMUHAMMADIYAH

 KENAPA KITA BERMUHAMMADIYAH 

Oleh : H. Imam Abda’I, SH, SE, MM
(Pembina MPI PDM Kota Malang, CMM 44)



قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ


Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.
QS; Al An’am : ayat 162-163

Kyai Haji Ahmad Dahlan, dalam sejarah hidup beliau setelah sekian tahun bermuhammadiyah, baru sanggup mengaplikasikan dan merealisir ajaran Alquran tidak lebih dari 50 ayat. Dua ayat diantaranya ada dalam surat Al An’am ayat 162-163. Qul inna shalatii wa-nusukii wa mahyaaya, wa mamaatii lillaahi rabbil alamin. Laa syarikalahu wa bidzalika umirtu. yang dibaca sebagai doa iftitah shalat menggunakan hadis riwayat Imam Muslim (Wajjahtu wajhiya….),

 

Dalam salah satu kitab tafsir diungkap bahwa ayat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim AS. Kata-kata dalam ayat Alquran yang menyebut aslama-yuslimu-aslim, muncul dari Nabi Ibrahim AS. Jadi, awwalul muslimin itu Ibrahim, sedang wa ana minal muslimin itu Rasulullah SAW. Maka di dalam doa Iftitah yang diucapkan dalam bacaan shalat tadi boleh dipilih antara awwalul muslimin atau wa ana minal muslimin. Qul, katakanlah (Muhammad), inna shalatii, sungguh shalatku; wa nusukii, dan pengorbananku; wa mahyaya, dan kiprah hidupku; wa mamatii, dan tujuan matiku; lillahi, hanya untuk dan karena Allah; raabil alamiin, pengatur alam semesta. Laa syariikalah, tidak ada sekutu bagi-Nya; wa bidzaalika umirtu, dan dengan itu aku diperintah; wa ana awwalul muslimin, dan aku orang yang pertama, pasrah, setia tunduk kepada Allah Subhanahu wataala. Aamiin yaa rabbal alamin. Itu makna yang populer, kecuali kata nusuq yang saya terjemahkan menjadi pengorbananku. Pada hampir semua terje-mahan, nusuk diartikan ibadah. Mengenai tafsirnya, kebetulan tidak sempat saya catat tapi saya punya kitabnya, nusuk bukan berarti ibadah. Yang berarti ibadah adalah nasakun. Nusuk artinya menyembelih kurban. Maka saya artikan, nusukii adalah pengorbananku. Jadi, “shalatku, pengorbananku, hidup matiku, lillahi rabbil alamin”.

 

Dalam setiap langkah selalu berusaha dan berkarya, tidak bisa yang namanya hidup kecuali semuanya dalam bentuk kepasrahan, niat yang tulus berbakti kepada Allah SWT, apapun yang dilakukan. Sebagaimana ayat yang populer, wamaa khalaqtul jinna wal-insa illa liya’buduun. Manusia ini hidup diciptakan oleh Allah SWT, tidak lain, (satu kalimat yang dimulai dengan nafi, yang di belakang ada illa itu, merupakan satu doktrin kepastian) hidup ini hanya untuk beribadah, tidak lain. Maka, semua aktivitas hidup kita harus punya nilai dan nafas ibadah. Di situlah makna hakekat dari Islam.

 

Setelah memahami itu baru kita bisa mejawab kenapa kita bermuhammadiyah?

 

Pertama, Bermuhammadiyah adalah berislam.

Ungkapan ini memang cukup tandas. Masyarakat/umat Islam ketika itu di dalam berislam sudah bukan main trampilnya. Seperti diungkap dalam sabda Nabi SAW yang bernilai ramalan itu, “Akan datang kepada kamu sekalian, suatu jaman dimana Alquran tidak kekal lagi, Islam tidak tegak lagi kecuali hanya nama. Memang banyak orang mengaku dirinya muslim, tapi perilaku dan tindakannya jauh sekali dari Islam. Masjid-masjidnya makmur, banyak jamaah, tapi sepi dari kebaikan. Orang-orang yang paling dalam ilmu agamanya menjadi orang yang paling jahat di kolong langit. Dari mereka keluar fitnah”. Tetapi fitnah itu kembali kepada orang-orang tadi. Jika hal ini disebut oleh Rasulullah SAW, ini yang jelas terjadinya sepeninggal Rasululah SAW.

Sekarang ini, berapa juta kali Alquran dibaca setiap hari. Ratusan karya tafsir yang menjelaskan dari kata maupun kalimat untuk menjelaskan ayat-ayat Alquran, berapa pula diangkat di dalam seminar, simposium, diskusi, namun tetap juga sulit untuk mendapatkan pembaca Alquran itu yang meneteskan air mata. Sudah susah kita menemui orang sesenggukan membaca Alquran. Dan amat sukar kita dapati orang yang terisak-isak karena mendengarkan peringatan ayat-ayat Alquran.

 

orang Indonesia, khususnya orang Jawa, Islamnya cuma dalam tiga hal. Berislam ketika sunatan (khitan), ketika menikah, dan saat prosesi kematiannya. Kalau sudah disunat (dikhitan) sudah marem. Anakku wis diislami (anakku sudah diislami), begitu batinnya. Kemudian kalau mau menikah, mereka sudah mantap mengundang Pak Naib. Dan ketika meninggal mengundang ahli tahlil. Dengan ketiga hal itu, sudah dianggap lengkap Islamnya.

 

merupakan catatan penting untuk dakwah Muhammadiyah, bagaimana umat ini dikenalkan dengan berislam yang sebenarnya. Kita bermuhammadiyah yang paling mendasar adalah berislam. Itulah yang dituntutkan kepada kita. Bagaimana kita punya sikap hidup setia dan pasrah dengan tatanan aturan hidup Islam. Termasuk yang dulu juga pernah diungkap Kyai Haji Ahmad Dahlan, , “Hidup sepanjang kemauan Islam”.

Inilah semangat muhammadiyyin tempo dulu, bagaimana hidup ini dijalani menurut kemauan Islam. Bukan menurut kemauan adat, bukan pula menurut kemauan nenek moyang ataupun tradisi, tapi menurut kemauan Islam. Ini yang menjadi semboyan para pendahulu kita.. Inilah makna pertama dari bermuhammadiyah itu.

 

Kedua, Bermuhammadiyah adalah Berdakwah

Bertabligh itu menjadi kebutuhan hidup Kyai Haji Ahmad Dahlan saat itu, Ustadz Ibnu Juraimi. Menceritakan dalam tulisannya walaupun cara membacanya belum fasih, KH.A.Dahlan bersama para kader Mubaligh saat itu,  tapi berani bertabligh. Mubaligh yang demikian ini sekarang ini memang sering dicibir oleh orang-orang NU. Membaca Quran saja nggak bisa koq berani bertabligh. Oleh Kyai pasti dijawab, “Dari pada kamu, bisa baca Quran tapi nggak berani bertabligh". Inilah wajah Muhammadiyah yang kedua, yaitu bermuhammadiyah itu adalah bertabligh.

 

Kita juga menyadari adanya kepercayaan tradisi yang masih melekat di kalangan aktifis Muhammadiyah, terutama soal kematian. Memang Muhammadiyah telah membersihkan hal-hal bid’ah. Tetapi nampaknya masalah ini sekarang mulai bermunculan lagi. Dihidupkan lagi tradisi lama. Apalagi Sidang Tanwir di Bali yang lalu membicarakan topik Dakwah Kultural. Orang belum tahu persis koq sudah melangkah lebih lanjut. Jujur saja, dan harus kita akui, bahwa Muhammadiyah yang tadinya cukup anggun, dengan jasa besarnya yang telah ikut mencerdaskan bangsa ini, selama lebih kurang 103 tahun berdakwah, atau  Satu abad bukan waktu yang singkat. Tantangan baru Muhammadiyah diabad ini kata ketua umum PP Muhammadiyah ada 5 (lima) yakni pertama , Natifikasi ( TBC era baru, Misal Valentin day dsb). kedua Sekulerisasi, ketiga, Krestenisasi, keempat Intensifikasi (penyatuan kelompok memusuhi muhammadiyah) dan kelima , Ideologis

 

Satu keunggulan Muhammadiyah yang tidak dimiliki oleh yang lain, adalah adanya karya amal usaha Muhammadiyah. Kyai Haji Ahmad Dahlan sanggup menampilkan Islam yang bisa dilihat dan dinilai bermanfaat oleh ummat. Tidak tanggung-tanggung, Muhammadiyah telah melahirkan dua presiden, terlepas dari presidennya itu seperti apa. Bung Karno dan Soeharto adalah anak didik Muhammadiyah. Inilah jasa besar Muhammadiyah di bidang pendidikan.

 

Ketiga, Bermuhammadiyah adalah Berorganisasi

Pemahaman KH. Ahmad Dahlan terhadap Alquran surat Ali Imran ayat 104 telah melahirkan pergerakan Muhammadiyah. Keberhasilan dakwah Rasulullah SAW dengan karena terorganisir.

 

Berorganisasi, itulah yang ada pada  benak para pemimpin Muhammadiyah kita saat itu, dalam pikirannya hanya bagaimana rencana ke depannya. Mereka begitu yakin, mengapa? Sebab tidak mungkin tegaknya Islam, izzul Islam wal muslimin, itu ditangani oleh orang per-orang, penduduk Indonesia saat itu berapa jumlahnya. Saya hanya ingat ada sekitar 77 jutaan penduduk Indonesia di tahun 1960-an. Jadi, pada jaman Kyai Dahlan itu kira-kira ada 30 jutaan penduduk Indonesia, pada saat lahirnya Muhammadiyah.

 

Yang dihadapi Rasulullah pada jaman beliau, hanya sekitar 700 ribu. Perkiraan ini didasarkan pada perhitungan bahwa saat Haji Wada’ jumlah jama’ah yang hadir ada 140 ribu. Jika setiap orang punya lima anggota keluarga, maka jumlahnya sekitar 700 ribu. Dibulatkan lagi, misalnya, menjadi 1 juta. Ummat yang sekitar 700 ribu sampai 1 juta itu bisa ditangani karena ada figur Nabi Muhammad SAW, ada Abu Bakar, ada Umar bin Khattab, dan lain-lainya. Dan yang kita kenal lainnya, ada sepuluh sahabat Nabi yang dijamin bakal masuk surga sebelum Rasullah SAW meninggal.

Alhamdulillah, dapat kita ketahui  perkembangan Muhammadiyah saat ini sudah sebegitu pesat..

 

Keempat dan Kelima, Bermuhammadiyah adalah Berjuang dan Berjihad serta Berkorban. Wallahu’alam bissowaab


Sumber : 
- Buku ceramah Ustadz Ibnu Juraimi.
- MKCH - PHI 
- Sejarah Muhammadiyah – KH.Ahcmad Dahlan



KENAPA KITA BERMUHAMMADIYAH KENAPA KITA BERMUHAMMADIYAH Reviewed by sangpencerah on Oktober 14, 2021 Rating: 5

Tidak ada komentar: