Lanjutan Tafsir Al-Furqan, ayat 63-67 Ibnu Katsir (2-Habis)
Allah SWT. berfirman:
وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Al-Furqan: 64)
Yakni mengerjakan ketaatan dan beribadah kepada-Nya, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (Az-Zariyat: 17-18)
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya. (As-Sajdah: 16), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah SWT.:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? (Az-Zumar: 9), hingga akhir ayat.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” (Al-Furqan: 65)
Yaitu tetap dan abadi. Seperti yang dikatakan oleh seorang penyair sehubungan dengan makna garaman ini, melalui salah satu bait syairnya:
إنْ يُعَذّب يَكُنْ غَرَامًا، وَإِنْ يُعْـ ... طِ جَزِيلَا فَإِنَّهُ لَا يُبَالي ...
Jika dia (orang yang disanjung penyair) menyiksa, maka siksaannya terus-menerus lagi tetap; dan jika dia memberi dengan pemberian yang banyak, ia tidak peduli (berapa pun banyaknya).
Al-Hasan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) Segala sesuatu yang menimpa anak Adam, lalu lenyap darinya, tidak dapat dikatakan garam. Sesungguhnya pengertian garam itu tiada lain bagi sesuatu yang kekal selagi ada bumi dan langit.
Hal yang sama dikatakan oleh Sulaiman At-Taimi.
Muhammad ibnu Ka'b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesungguhnya azab Jahanam itu adalah kebinasaan yang kekal. (Al-Furqan: 65) Yakni mereka tidak merasakan nikmat hidup di dunia ini. Sesungguhnya Allah SWT. menanyakan kepada orang-orang kafir tentang nikmat (yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka). Mereka tidak dapat mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Maka Allah menghukum mereka, lalu memasukkan mereka ke dalam neraka.
إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا
Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (Al-Furqan: 66)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Malik ibnul Haris yang mengatakan bahwa apabila seseorang dilemparkan ke dalam neraka, maka ia terjatuh ke dalamnya. Dan apabila sampai pada salah satu pintunya, dikatakan kepadanya, "Tetaplah di tempatmu, kamu akan diberi jamuan terlebih dahulu." Maka ia diberi minum racun ular hitam dan kalajengking. Perawi mengatakan bahwa lalu kulit, rambut, urat, dan otot-ototnya pecah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Mujahid, dari Ubaid ibnu Umair yang mengatakan, "Sesungguhnya di dalam neraka benar-benar terdapat sumur-sumur yang di dalamnya terdapat ular-ular yang besarnya seperti unta, dan kalajengking-kalajengking yang besarnya seperti begal yang besar. Apabila ahli neraka dilemparkan ke dalam neraka, maka ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu keluar dari tempat persembunyiannya menuju kepada mereka, lalu menggigit dan mematuki kulit dan rambut mereka sehingga daging mereka sampai ke telapak kaki tersayat. Dan apabila ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu merasakan panasnya neraka, maka mereka kembali ke tempatnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا سَلَّامٌ -يَعْنِي ابْنَ مِسْكِينٍ -عَنْ أَبِي ظِلَالٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إِنَّ عَبْدًا فِي جَهَنَّمَ لِيُنَادِي أَلْفَ سَنَةٍ: يَا حَنَّانُ، يَا مَنَّانُ. فَيَقُولُ اللَّهُ لِجِبْرِيلَ: اذْهَبْ فَآتِنِي بِعَبْدِي هَذَا. فَيَنْطَلِقُ جِبْرِيلُ فَيَجِدُ أَهْلَ النَّارِ مُنكبين يَبْكُونَ، فَيَرْجِعُ إِلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَيُخْبِرُهُ، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: آتِنِي بِهِ فَإِنَّهُ فِي مَكَانِ كَذَا وَكَذَا. فَيَجِيءُ بِهِ فَيُوقِفُهُ عَلَى رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَيَقُولُ لَهُ: يَا عَبْدِي، كَيْفَ وَجَدْتَ مَكَانَكَ وَمَقِيلَكَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ شَرَّ مَكَانٍ، شَرَّ مَقِيلٍ. فَيَقُولُ: رُدُّوا عَبْدِي. فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا كُنْتُ أَرْجُو إِذْ أَخْرَجَتْنِي مِنْهَا أَنْ تَرُدَّنِي فِيهَا! فَيَقُولُ: دَعَوْا عَبْدِي
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, tela' menceritakan kepada kami Salam ibnu Miskin, dari Abu Zhalali, dari Anas ibnu Malik r.a., dari Nabi SAW. yang telah bersabda: Sesungguhnya ada seorang hamba di dalam neraka Jahanam berseru selama seribu tahun dengan mengucapkan, "Ya hannan Ya Mannan " (Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, wahai Tuhan Yang Maha Pemberi anugerah). Maka Allah SWT. berfirman kepada Jibril, "Pergilah kamu dan bawalah hamba-Ku itu.” Jibril berangkat, dan ia menjumpai ahli neraka dalam keadaan terjungkal seraya menangis. Lalu Jibril kembali menghadap kepada Tuhannya, dan menceritakan kepada-Nya apa yang telah dilihatnya. Allah SWT. berfirman, "Bawalah dia kepada-Ku, sesungguhnya dia berada di tempat anu.” Maka Jibril membawa orang tersebut dan memberdirikannya di hadapan Allah SWT. Allah berfirman, "Hai hamba-Ku, bagaimanakah kamu jumpai tempat tinggal dan tempat peristirahatanmu?” Si hamba menjawab, "Wahai Tuhanku, benar benar tempat yang buruk dan tempat peristirahatan yang buruk.” Maka Allah SWT. berfirman, "Kembalikanlah hamba-Ku (ke tempatnya).” Si hamba berkata, "Wahai Tuhanku, setelah Engkau keluarkan daku dari neraka, daku sama sekali tidak berharap untuk dikembalikan kepadanya.” Maka Allah SWT. berfirman, "Biarkanlah hamba-Ku.”
Firman Allah SWT.:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir. (Al-Furqan: 67)
Yakni mereka tidak menghambur-hamburkan hartanya dalam berinfak lebih dari apa yang diperlukan, tidak pula kikir terhadap keluarganya yang berakibat mengurangi hak keluarga dan kebutuhan keluarga tidak tercukupi. Tetapi mereka membelanjakan hartanya dengan pembelanjaan yang seimbang dan selektif serta pertengahan. Sebaik-baik perkara ialah yang dilakukan secara pertengahan, yakni tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.
وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqan: 67)
Seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29), hingga akhir ayat.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عِصَامُ بْنُ خَالِدٍ، حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ الْغَسَّانِيُّ، عَنْ ضَمْرَة، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ رِفْقُهُ فِي مَعِيشَتِهِ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isham ibnu Khalid, telah menceritakan kepadaku Abu Bakar ibnu Abdullah ibnu Abu Tamim Al-Gassani, dari Damrah, dari Abu Darda, dari Nabi SAW. yang telah mengatakan: Seorang lelaki yang bijak ialah yang berlaku ekonomis dalam penghidupannya.
Akan tetapi, mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkannya.
قَالَ [الْإِمَامُ] أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ الْحَدَّادُ، حَدَّثَنَا سُكَين بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ العَبْدي، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ الهَجَري عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ"
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Miskin ibnu Abdul Aziz Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Seseorang yang berlaku ekonomis tidak akan miskin.
Mereka (Ahlus Sunan) tidak ada yang mengetengahkan hadis ini.
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو بَكْرٍ الْبَزَّارُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ حَكِيمٍ، عَنْ مُسْلِمِ بْنِ حَبِيبٍ، عَنْ بِلَالٍ -يَعْنِي الْعَبْسِيَّ -عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَا أَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْغِنَى، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ، وَأَحْسَنَ الْقَصْدَ فِي الْعِبَادَةِ"
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Sa'd ibnu Hakim, dari Muslim ibnu Habib, dari Bilal Al-Absi, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: Betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan berkecukupan, dan betapa baiknya sikap ekonomis dalam keadaan fakir, dan betapa baiknya sikap ekonomis (pertengahan) dalam (hal) ibadah.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hadis ini melainkan hanya melalui hadis Huzaifah r.a.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa membelanjakan harta dijalan Allah tidak ada batas berlebih-lebihan. Iyas ibnu Mu'awiyah mengatakan bahwa hal yang melampaui perintah Allah adalah perbuatan berlebih-lebihan. Selain dia mengatakan bahwa berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta itu bila digunakan untuk berbuat durhaka kepada Allah SWT.:
Tidak ada komentar: