REFLEKSI TAHUN BARU BAGI MUSLIM

 REFLEKSI TAHUN BARU BAGI MUSLIM

Oleh: Afkar Hanif,SE (CMM 269)




Perubahan angka tahun bagi seorang muslim pada hakekatnya adalah sama dengan perubahan angka hari, dan bulan, bahkan jam, menit dan detik. Perubahan ini adalah bagian Sunnatullah yang akan terus berjalan, dan akan terus berubah hingga perubahan makhluk berakhir, bahkan perubahan itu sendiri sebagai identitas Ciptaan dengan segala sifatnya, kecuali Sang Maha Pencipta, Dzat Allah Subhanahu Wata’ala.

Sehingga perubahan ini bagi seorang yang beriman dipandang sebagai keniscayaan, khususnya yang akan terjadi pada dirinya. Perubahan suatu masa yang ditandai dengan angka, hanya akan dimaknai oleh orang yang beriman dengan muhasabah ungkapan syukur dan tafakkur, bukan dengan hinggar bingar yang jauh dari nilai ajaran islam.   

 

MUHASABAH

Perubahan masa yang telah dilalui dan penambahan angka umur suatu masa merupakan tanda berkurangnya jatah yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita, yang mana bermakna akan mendekati sebuah finish atau keberakhiran dan purna. Kondisi bertambahnya usia dan waktu bisa jadi karena Allah SWT sedang memberikan manusia kesempatan untuk memperbaiki diri, dan amal ibadah karena begitu sayangnya kepada hamba-Nya, sebuah moment kesempatan menambah bekal ketaqwaan ini perlu diaktualisasikan dalam ungkapan syukur, yaitu dengan semakin semangat memperbaiki kekurangan ketaqwaan dan bekal amal ibadah. Maka porsi ketaqwaan dan ibadah harus bertambah dan semakin lebih baik. Rasulullah SAW wafat dalam usia 63 tahun. Begitu pula dengan umatnya, beliau bersabda:


أَعْمَارُ أُمَّتِى مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ


“Usia umatku (Muslim) antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit sekali dari mereka yang melewatinya." (HR Ibnu Majah 4236 dan Tirmidzi 3550., Hasan).

Jadi, bagaimana mungkin hati jadi senang sedangkan jatah hidup berkurang?     

 

MASA LALU

Perubahan yang telah terjadi akan meninggalkan jejak-jejak catatan amal seseorang yang yang tidak akan terlewat sedikitpun oleh petugas pengawas/perekam tercanggih yang pernah ada, yaitu Malaikat yang mahsyur dengan sebutan Raqib dan Atid, sang pengawas, baik itu amal kebaikan maupun keburukan, ketaqwaan maupun kemaksiatan, hingga nilai pahala maupun dosa. Sebagaimana Allah SWT mengingatkan dalam Al-Quran


وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَٰفِظِينَ


Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). [QS.Al-Infitar ayat 10].

Juga dalam dalam ayat lain:


مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ


Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. [QS.Qaf-ayat-18]


Begitu jelasnya peringatan ini, maka hasil dari masa lalu perlu ditafakkuri dan ditadabburi, meski kedua kata ini memiliki arti yang sama yaitu berpikir, namun diksi (pilihan kata) berbeda dari segi objek/tujuannya; sebagaimana dijelaskan oleh Drs. Ahmad Fuad Effendy, MA <1>,

Objek dari tadabbara adalah al-qaul (kata-kata) dan lebih khusus lagi Al-Qur’an, sedangkan objek dari tafakkara adalah alam semesta, diri manusia dan perilakunya, serta kejadian atau peristiwa.

Tadabbur adalah an-nadzar fil-‘adbar aw al-‘awaqib artinya melihat, memahami, memperhatikan, memikirkan, merenungkan sesuatu dengan penekanan pada segi konsekuensi atau implikasinya, atau apa yang ada di balik kata-kata dan pelajaran apa yang diambil sesudah membaca kata-kata itu. Sedangkan tafakkur adalah an-nadzar fi ad-dala’il artinya memahami sesuatu dengan penekanan pada dalil, alasan, argumentasi dan bukti-buktinya.

Walhasil, sudahkah kita bertadabbur dengan al-Quran atas apa yang sudah kita lakukan? dan bertafakkur atas nikmat dari Allah SWT  yang sudah kita abaikan?.

 

OPTIMIS

Alhamdulillah, Sungguh Allah SWT begitu sayang kepada hamba-Nya, yaitu begitu Luas Rahmat dan Ampunan-Nya, sebagaimana disampaikan dalam Al-Quran:


وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ


Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu [QS.Al-A’raf Ayat 156]


وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ


dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. [QS. Hud Ayat 3]


Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Qudsi:


عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم  يَقُوْلُ :  قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَـى : يَا ابْنَ آدَمَ ، إنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيْكَ وَلَا أُبَالِيْ ، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ، ثُمَّ اسْتَغفَرْتَنِيْ ، غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِيْ ، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ، ثُمَّ لَقِيتَنيْ لَا تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا ، لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابهَا مَغْفِرَةً 


Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Hai anak Adam! Sesungguhnya selama kamu berdo’a dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah kamu lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian kamu minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Jika kamu datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian kamu bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.” (HR Tirmidzi, 3540, Shahih.)


Dan juga diantara tanda kasih sayang Allah SWT, adalah diutusnya para Rasul dan terakhir Rasulullah SAW sebagai teladan atau role model, agar manusia tidak berjalan sendiri tanpa arahan dan panutan yang benar.sebagaimana firman-Nya:


وَمَا نُرْسِلُ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ ۖ فَمَنْ ءَامَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ


Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. [QS. al-anam ayat48]

Juga dalam QS, Al-Ahzab ayat 21


لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

 

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.


Maka bonus dari Allah SWT berupa bertambahnya waktu, masa dan usia, merupakan kewajiban bagi kita untuk sekuat tenaga mengoptimalkan dan memaksimalkan segala potensi diri  yang masih tersisa untuk meraih ketaqwaan dengan ridho Ilahi. Dengan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran, sebagaimana ungkapan Lan tarjia ayyamul laty madhat (Tidak pernah kembali waktu yang telah berlalu), memperbanyak istighfar (mohon ampunan), menatap kedepan dengan genggaman erat tadabbur dan tafakkur Al-Quran and As-Sunnah (Al-Hadits) penuh dengan rasa optimis dan khusnudzan dalam balutan ikhtiyar (usaha maksimal), roja (penuh harap), Tawakkal (berserah diri) kepada Allah SWT.    

Catatan

1.      > Penulis buku, Pengajar Bahasa Arab, dan Pengurus IMLA. Anggota Dewan Pembina King Abdullah bin Abdul Aziz International Center Saudi Arabia.

 




REFLEKSI TAHUN BARU BAGI MUSLIM REFLEKSI TAHUN BARU BAGI MUSLIM Reviewed by sangpencerah on Januari 13, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar: