Tahun Baru Masehi 2022 dan Kepribadian Nabi SAW
Oleh: Dr.
H. Moh. Nasikh, SE, MSi (CMM 38)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan (QS. Al-Hasyr;49:18).
Dua hal penting yang perlu menjadi perhatian dan kajian
utama kita di awal tahun 2022 ini adalah kebersamaannya antara awal tahun 2022 Masehi dengan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW. Dari seluruh kalangan atau lapisan,
tanpa pandang bulu, kebiasaan atau adat merayakan tahun baru, mereka memeriahkan
pergantian tahun dengan hura-hura, kebut-kebutan dan bahkan dengan dosa-dosa lain
yang mereka lakukan, sebagai simbol penghormatan kepada pergantian tahun. Tahun
baru dianggapnya sebagai sesuatu yang sangat istimewa dan harus dirayakan
dengan suka-cita dan hura-hura bahkan lupa kepada Tuhannya. Tapi sebaliknya,
kelahiran Rasul Muhammad SAW dianggapnya sebagai suatu hal yang biasa, tidak
ada yang istimewa, karena nabi Muhammad SAW dianggap seorang biasa saja, tidak
ada yang istimewa. Hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian serius untuk
dikaji dengan membandingkan anatara Tahun Baru Masehi 2022 dengan Kepribadian
Nabi Muhammad SAW.
Tahun
Baru Masehi 2022
Pandangan Islam terhadap pergantian tahun masehi
sebenarnya adalah suatu hal yang alami saja, tidak ada yang istimewa, akhir dan
awal tahun adalah hanya perubahan waktu. Yang terpenting bagi ummat Islam
adalah persoalan waktu. Waktu sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi ummat
Islam, Islam melarang keras untuk menyia-nyiakan soal waktu ini. Pergantian
tahun baru bagi ummat Islam mestinya harus dijadikan untuk merenung diri
(introspeksi) atau melakukan muhasabah
atau evaluasi diri terhadap apa-apa yang sudah dilakukan dan apa-apa yang belum
dilakukan, yang tujuannya untuk selalu memperbaiki diri dan meningkatkan
prestasi diri di hadapan Ilahi Rabbi.
Ada beberapa esensi atau nilai yang dapat diambil dari perubahan tahun atau
waktu ini sebagai berikut:
1) Bahwa
dengan bertambahnya tahun, sebenarnya bukan merupakan tambahnya umur kita, tapi
semakin berkurang umur kita, bisa dalam hitungan hari, minggu, bulan maupun
tahun. Dengan bertambahnya tahun, berarti bukan semakin muda umur kita, tapi
kita semakin tua, dan semakin mendekat dengan namanya liang kubur (kematian),
buktinya kulit kita semakin keriput, mata kita semakin berkunang (rabun) dengan
memakai bantuan kacamata, badan kita semakin sakit-sakitan, berdiri kita
semakin doyong (tidak tegak), jalan kita semakin sempoyongan, gerakan tangan
kita semakin bergetar (buyutan). Yang berarti sakit semakin mendekat kepada
kita, dan liang kubur semakin terukur.
2) Bahwa dengan bertambahnya tahun, ada tanda-tanda atau
kejadian yang patut dijadikan pelajaran atau ibrah/hikmah/pengalaman yang
berharga untuk kita seluruh manusia. Terutama bagi orang yang beriman, bahwa
yang namanya kehidupan ini ternyata tidak kekal (sementara) atau sangat
relatif. Buktinya, ada diantara saudara kita, keluarga kita, orang tua kita,
teman kita, yang mana tahun kemarin masih bergurau dan bercengkrama dengan
kita, sekarang ini sudah tidak lagi bersama kita, artinya mereka sudah
dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Sekarang kita dihadapkan dengan pernyataan yang
ada dalam hadits Rasulullah SAW:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ: اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ
خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ
فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Persiapkan lima hal sebelum datangnya lima hal yang lain, yaitu: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, lapang atau longgarmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu” (HR. Nasa’i,
Hakim dan Baihaqi), juga:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
“Hitung-hitunglah (dosa dan
kesalahan) diri kalian, sebelum (dosa dan kesalahan itu) dihitung oleh Allah
SWT” (Atsar Umar RA), sehingga Allah SWT mengingatkan betul dalam hubungannya
dengan kehidupan ini, dalam firman Allah SWT di awal tadi. Dalam ayat
ini tegas-tegas menegaskan untuk selalu bertaqwa dalam semua kesempatan, sampai
kita meninggal dunia, dan untuk selalu introspeksi terhadap semua dosa dan
kesalahan masa lalu kita untuk diperbaiki, demi kebaikan kehidupan di masa yang
akan datang (termasuk kehidupan di akhirat).
3) Bahwa dengan bertambahnya tahun, hendaklah kita menyadari bahwa segala materi dan jasmani akan semakin mengalami kerusakan dan pada akhirnya kematian. Yang berarti dengan semakin rusaknya jasad dan fisik kita, termasuk sakit-sakitan, maka kita harus berusaha menambah amal atau bekal untuk kematian dan kehidupan setelah mati, dengan semakin meningkatkan prestasi ibadah kita di hadapan Allah SWT, terutama dalam kedekatan dan ibadah kita kepada-Nya, karena kita tidak tahu kapan ajal kita akan sampai atau umur kita hidup di dunia diputus oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
“Dan Allah sekali-kali tidak
akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya,
dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Munafiqun: 11), dan
setiap yang berjiwa pasti akan mengalami kematian, sebagaimana firman Allah
SWT:
كُلُّ
نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّما تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ
فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فازَ وَمَا الْحَياةُ
الدُّنْيا إِلاَّ مَتاعُ الْغُرُورِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan
mati. dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (QS.
ali Imran: 185)
Kepribadian Nabi Muhammad SAW
Dengan
kelahiran (maulid) Nabi Muhammad SAW kita dapat mengenal, mengetahui, dan lebih
mencintai kepribadiannya, antara lain Beliau mempunyai sifat yang utama yaitu:
selalu mencari ridha Allah SWT, orientasi akhirat (bukan dunia) dan banyak
ingat Allah SWT (QS. al-Ahzab: 21). Beliau diutus menjadi Rasul (Utusan)
oleh Allah SWT adalah untuk membenahi moral atau akhlaq kehidupan manusia yang
sudah diambang kejatuhan atau keruntuhan seperti binatang. Rasul SAW adalah
manusia pilihan Allah SWT dan Beliau adalah manusia yang prima dan istimewa.
Beliau mempunyai kepribadian yang banyak keistimewaan dan kelebihannya yang
tidak dimiliki oleh manusia pada jaman sebelum kelahirannya atau setelah
kelahirannya atau sampai tutupnya dunia ini (Kata Ali RA). Beliau selalu
menjaga lisannya, tidak sembarang bicara, kecuali pada hal-hal yang bermanfaat.
Beliau selalu mendekati ummat, dan tidak berusaha menjauhinya, memuliakan orang
yang terhormat dalam kehidupan kaumnya, dan diserahkan urusan ummat kepada
orang yang terhormat tersebut. Beliau selalu mengingatkan ummat pada hal-hal yang
baik dan yang tidak bermanfaat atau membahayakan bagi ummatnya, melindungi
mereka, dan tidak menyembunyikan kesenangan dan budi perangainya. Beliau merasa
kehilangan, bila sahabatnya tidak ada, selalu menanyakan kepada sahabat-sahabatnya
tentang keadaan ummatnya. Beliau menyatakan kebaikan itu baik dan
memperkuatnya, demikian juga sebaliknya. Beliau selalu menempuh jalan tengah
dalam setiap urusan, tanpa mengundang perselisihan. Beliau tidak lalai, karena
takut kalau-kalau mereka jadi lalai atau tidak berpendirian, tiap hal lebih
dulu diperhitungkannya, tidak mengurangi kebenaran, dan tidak melampauinya.
Orang yang mengikuti di belakangnya adalah sebaik-baik ummat (manusia), dan
orang yang terbaik menurutnya adalah yang banyak nasehatnya, dan orang yang
paling tinggi akhlaq (martabat)-nya adalah orang yang paling baik ketauladanannya
dan pertolongannya. Majlis pertemuan Rasul SAW adalah tidak berdiri dan tidak
duduk kecuali banyak dzikir kepada Allah SWT, ketika Beliau datang ke suatu
kaum, maka Beliau akan duduk pada deretan majlis yang terakhir dan Beliau
selalu memerintahkan hal tersebut, Beliau memberikan kepada setiap teman
semajlisnya bagian masing-masing sehingga tidak ada yang menganggap temannya
lebih mulia daripada yang lainnya. Ketika ada sahabat yang mengajukan
persoalan, Beliau melayani dengan sabar, sampai orang itu sendiri yang beranjak
karena telah merasa puas. Beliau tidak pernah memakai kain yang terbuat dari
bulu dan sutera yang menunjukkan kemewahan, tapi telapak tangan Beliau lebih
halus atau lembut dari sutera. Beliau tidak mau menemui atau menghadapi
seseorang karena ada sesuatu yang tidak Beliau senangi (contoh: zafaran atau tato). Beliau membalas
kejahatan dengan kebaikan, suka memaafkan kesalahan orang dan suka berjabat-tangan
(dengan sejenis). Beliau memilih yang paling mudah diantara dua perkara, selama
perkara itu tidak menyangkut maksiyat. Ketika ada sahabat yang meminta sesuatu
kepada Beliau, Beliau tidak akan menolaknya, diberinya apa yang diminta, atau
apabila tidak ada diucapkan kata-kata yang lembut (membesarkan hatinya),
kemurahan dan kebaikan budi pekertinya meratai semua orang, sebagai bapak bagi
mereka, majlisnya adalah ilmu, kebijaksanaan, kepekaan, amanah dan kesabaran. Beliau
selalu enak kalau diajak ngomong yang berkaitan dengan makanan, soal dunia dan
soal akhirat, selalu menghadapkan wajah bila diajak bicara, tidak pernah
mengatakan ‘uf’ kepada orang lain
atau pembantunya, atau mengatakan: “Mengapa kamu kerjakan begini?”, atau:
“Mengapa tidak kau kerjakan?”. Tidak ada suara yang dinyaringkan di majlisnya,
kehormatan Allah SWT tidak dicela di majlis tersebut, dan kekhilafan tidak
disebar-sebarkan. Beliau dan sahabatnya hidup dalam kesederhanaan (tidak
berhura-hura dan bermewah-mewah), saling berlomba dalam ketaqwaan, semua tawadhu’, menghormati yang tua, dan
menyayangi yang muda, mengutamakan orang yang berhajad, serta menyantuni orang
asing. Kalau di rumah sendiri, Beliau adalah sebagai manusia atau seorang yang biasa,
yang mencuci bajunya sendiri, memerah susu kambingnya sendiri dan melayani
dirinya sendiri. Beliau adalah orang yang paling pemurah, memberi sesuatu yang
lebih baik dari pada yang diberikan kepadanya, menerima hadiah dan suka
membalas hadiah, bahkan kebaikannya melebihi angin yang bertiup. Wallahu a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar: