POLITIK BERMORAL & BERKEADABAN

 POLITIK BERMORAL & BERKEADABAN

Oleh   : H. IMAM ABDA’I, SH, SE, MM




مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ


"Tidak wajar bagi seseorang manusia, yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: 'Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah'. Akan tetapi (dia berkata): 'Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab, dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya'."

 (QS : Ali Imron.3:79)



Ijtihat politik saat ini hendaknya kita lakukan, hal ini diharapkan tumbuhnya atmosfir yang kondusif dalam kehidupan berpolitik berbangsa dan bernegara, sebagai warga Negara yang baik tentu faham akan eksistensi dirinya, bisa terjun langsung dalam kancah perpolitikan atau minimal fiqih asiyasah yang satu ini dia lakukan demi kemaslahatan, ungkapan ayat (QS:3;103) WALTAKUMMINKUM “hendaknya ada diantara kalian” adalah sebuah himbauan dan anjuran untuk kemakrufan.


Maka penulis menyadari bila hal itu wajib berijtihat politik, Syahwat Politik = Birahi Berkuasa

Dunia mengakui bahwa Indonesia merupakan negera berpenduduk muslim terbesar di dunia yang memiliki banyak organisasi kemasyarkatan dan atau partai politik berbasiskan islam. Namun sayangnya, harus pula diakui bahwa praktek berpolitik negeri ini dipenuhi oleh berbagai tingkah laku manusia yang memiliki syahwat politik yang tinggi  hingga mendahulukan nasfu itu dipertuhankan.


Inilah yang kemudian membawa sejarah kepada fenomena bahwa kebanyakan gerakan politik pada akhirnya berujung pada nafsu untuk memiliki kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan itu.

Cara-cara menggalang kekuatan politik diwarnai oleh kelicikan dan kekerasan sehingga fenomena pembunuhan terhadap pimpinan negara menjadi sangat biasa terjadi dalam panggung sejarah. Para penguasa berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan segala cara, sebaliknya para pencari kekuasaan juga berusaha merebut kekuasaan dengan segala cara.

Di dunia politik biasa pula terdengar pula ungkapan "power tends to corrupt", kekuasaan itu cenderung membuat manusia berlaku culas, curang, menghimpun kekayaan dengan melanggar berbagai aturan dan kesepakatan. Dalam pembahasan-pembahasan politik muncul pula istilah “machievelis” untuk menunjuk kepada politik dengan berbagai dimensi kekotorannya


JANGAN !!.. Alergi Politik

Akibat dari kesan besar ini tidak sedikit dari kita yang alergi politik, kemudian menjauhkan kehidupan politik seraya menatap rendah orang-orang yang terjun ke dalam dunia politik. Jika seorang ulama terjun ke dunia politik seolah-olah ia telah menanggalkan keulamaannya dan bahkan ummatnya.

Bahkan beberapa kelompok gerakan Islam mengharamkan seluruh aktivitas politik dan mereka cenderung mengkhususkan diri terjun ke dunia yang disebutnya sebagai dunia "sosial" atau hanya akan mengurusi dunia "dakwah (dalam pengertian yang sempit)" semata.

Menghindari politik, dalam berbagai maknanya, adalah sebuah kesalahan besar. Syaikh Musthafa Masyhur dengan tegas mengatakan: "Salah satu kewajiban kita adalah mengingatkan betapa besarnya dosa – terhadap Islam – yang diperbuat oleh sekelompok orang yang tampil dan bergerak di bidang da’wah, mengemukakan satu aspek saja dari Islam, dan melupakan aspek lainnya dengan sengaja atau tidak, karena kebodohannya terhadap karakteristik Islam atau karena mengelakkan tekanan dari pihak penguasa, atau memang mereka berniat jahat. Perbuatan semacam itu pada umumnya dilakukan oleh beberapa kelompok kaum muslimin yang telah menjadi boneka kuffar dan musuh-musuh Islam".



Mewujudkan Politik Bermoral

Mereka yang alergi politik dan berpolitik itu mempertanyakan, bagaimanakah akhlaq politik Islam dapat diterapkan jika sistem yang mendasari politik dalam suatu negara saja sudah (dianggap) bertentangan dengan ajaran Islam, seperti sistem demokrasi yang berasal dari masyarakat Barat yang sekuler?

Bagaimanakah akhlaq Islam akan dapat diwujudkan dalam politik apabila aturan-aturan mainnya saja ditentukan oleh mereka yang tidak menghargai bahkan memusuhi ajaran Islam?


Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, dapat kita urai menjadi 4 (empat ) jawaban fundamental.

Pertama, Rasulullah SAW sendiri memulai dakwahnya dengan terjun dan berinteraksi langsung dengan masyarakat Quraisy jahiliyah yang jelas-jelas segala aturannya tidak didasarkan pada nilai-nilai ajaran Allah SWT.


Memang masih tertinggal beberapa ajaran dari Nabi Ibarahim di Makkah, tetapi telah terkontaminasi oleh ajaran jahiliyah bangsa Quraisy yang kembali menyembah berhala. Dalam fase Makkiyah yang berlangsung selama dua belas tahun Rasulullah SAW dapat menunjukkan citra dirinya sebagai seorang muslim sehingga, meskipun terdapat permusuhan yang keras, orang-orang kafir Quraisy tetap menghargai dan mengakui kepribadian beliau yang baik.

Kedua, pada kenyataannya politik Islam sepanjang sejarah telah berlangsung sebagian besarnya dalam kondisi yang tidak ideal, kecuali hanya pada masa Rasulullah SAW dan khalifah yang empat.

Sisanya kehidupan masyarakat Islam telah mengalami pergeseran sedikit demi sedikit, mulai dari bangkitnya bentuk monarki dalam negara khilafah sampai hancurnya khilafah Abbasiyah dan negeri-negeri muslim hidup dalam gejolak tekanan kaum Mongol. Idealitas sebuah bangunan negara dan masyarakat Islam juga tidak terwujud dalam khilafah Utsmaniyah yang berlangsung selama tujuh abad.

Namun demikian bukan berarti kaum muslimin secara sempurna tidak dapat berinteraksi dengan keadaan tersebut dengan akhlaq Islaminya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz diakui sebagai pemimpin yang memiliki akhlaq yang tinggi di tengah kerajaannya yang bergitu besar. Bahkan para ulama mazhab yang besar, rata-rata hidup dalam zaman tersebut tidak sedikit yang berpartisipasi dalam pemerintahan.

Ketiga, pada masa Rasulullah SAW pun terdapat beberapa gelintir orang yang tidak mau dan tidak mampu mengaplikasikan akhlaq Islam dalam kehidupan politiknya terutama orang-orang munafiq yang hatinya telah sakit.



Beberapa orang telah lalai menjalankan politik Islam karena tidak mampu membendung nafsu dirinya, meskipun kemudian ia menyadarinya dan menyesalinya. Contoh, kasus salah seorang sahabat (Usamah) yang membunuh seorang dari kelompok musuh padahal ketika sebelum terbunuh ia membaca dua kalimah syahadah sebagai pengakuannya kepada Islam.

Usamah kemudian menyesali perbuatannya itu setelah ia mendapat teguran yang keras dari Rasulullah SAW. Jadi, tergelincirnya seorang muslim dari nilai-nilai Islam dalam aktivitas berpolitiknya mungkin saja terjadi, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Keempat, tidak semua sistem yang berasal dari luar Islam sama persis dalam keburukan maupun kekotorannya, sehingga dalam batas-batas tertentu tetap memungkinkan kaum muslimin berinteraksi di dalamnya tanpa menanggalkan akhlaq Islam. Dalam kaitan ini ada sementara pihak yang bertindak kurang seksama dan berlaku apriori terhadap sistem demokrasi.

Syaikh Yusuf Qaradhawi, imam islam moderat abad ini menegaskan, "Tidak ada salahnya kita mengadopsi berbagai metode dan mekanisme yang cocok dengan kita. Kita berhak melakukan perubahan dan penyesuaian. Namun kita tidak akan mengadopsi falsafahnya yang mungkin saja menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal atau menggugurkan yang wajib." (Fatawi Mu'ashirah, jld. 2; 1988)

Dalam sebuah bangsa yang keran demokrasinya telah dibuka dan perubahan menjadi sebuah keniscayaan politik, tampaknya interaksi gerakan Islam dengan politik formal dapat dimungkinkan dengan sebuah keyakinan bahwa akhlaq politik Islam dapat dioperasionalisasikan.

Keberhasilan operasionalisasi akhlaq Islam tersebut memang sangat tergantung pada komitmen seseorang atau komunitas gerakan Islam terhadap nilai-nilai yang menjadi visi dan misinya


Sebagian atau mungkin juga sebagian besar dari mereka mungkin saja menyimpang tingkah laku politiknya sebagaimana kasus-kasus penyimpangan pada beberapa muslimin juga terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Harus diakui pula bahwa lingkungan politik pada saat ini masih jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri sehingga lebih mendorong para politikus untuk berbuat hal-hal yang tidak diridlai Allah SWT. Namun, sekali lagi perlu ditegaskan, situasi dan kondisi tersebut tidak bisa dijadikan sebagai hujjah atau dalil pembenaran 


Wallahu’alam bishawabb




POLITIK BERMORAL & BERKEADABAN POLITIK BERMORAL & BERKEADABAN Reviewed by sangpencerah on Maret 11, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar: