Lanjutan Tafsir QS. Al-Qadar, ayat 1-5 Ibnu Katsir (5-Habis) - Edisi Nuzulul Qur'an.
Terkandung suatu rujukan yang menjadi sumber dari suatu peribahasa yang mengatakan bahwa sesungguhnya berbelit-belit itu dapat memutuskan faedah dan ilmu yang bermanfaat, sebagaimana pula halnya yang disebutkan dalam hadis yang mengatakan:
"إِنَّ الْعَبْدَ ليُحْرَم الرزقَ بالذَّنْبِ يُصِيبه"
Sesungguhnya seorang hamba benar-benar terhalang dari rezekinya disebabkan dosa yang dikerjakannya.
Dan sabda Nabi SAW. yang mengatakan: maka dihapuslah (pengetahuan tentang malam kemuliaan dari ingatanku). Yakni dihapuskan pengetahuan mengenai ketentuan malamnya dari kalian, dan bukan berarti bahwa malam kemuliaan itu dihapuskan seluruhnya, seperti yang dikatakan oleh orang-orang yang kurang akalnya dari golongan Syi'ah. Karena sesungguhnya Nabi SAW. bersabda sesudahnya: Maka carilah malam kemuliaan itu di malam (dua puluh) sembilan, (dua puluh) tujuh, dan (dua puluh) lima.
Sabda Nabi SAW. yang mengatakan: Dan barangkali hal itu lebih baik bagi kamu. Yakni ketiadaan ketentuan malamnya lebih baik bagimu, karena sesungguhnya jika malam kemuliaan dimisterikan ketentuannya, maka orang-orang yang mencarinya akan mengejarnya dengan penuh kesungguhan guna mendapatkannya dalam seluruh bulan Ramadhan. Dengan demikian, berarti ibadah yang dilakukannya lebih banyak. Berbeda halnya jika ketentuan malamnya disebutkan dan mereka mengetahuinya, maka semangat menjadi pudar untuk mencarinya dan hanya timbul di malam itu saja, sedangkan pada malam lainnya mereka tidak mau melakukan qiyam padanya. Sesungguhnya hikmah disembunyikannya ketentuan malam kemuliaan ini dimaksudkan agar ibadah meramaikan seluruh bulan Ramadhan untuk mencarinya, dan kesungguhan makin meningkat bila Ramadhan mencapai sepuluh terakhirnya.
Untuk itulah maka Rasulullah SAW. melakukan i'tikaf di malam sepuluh terakhir Ramadhan sampai Allah SWT. mewafatkannya, kemudian sesudah beliau istri-istri beliau mengikuti jejaknya dalam melakukan i'tikaf ini. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Aisyah r.a.
Dan masih dari Imam Bukhari dan Imam Muslim, telah disebutkan melalui Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW. selalu melakukan i'tikaf di malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan. Dan Siti Aisyah r.a. telah mengatakan bahwa Rasulullah SAW. apabila telah masuk sepuluh terakhir bulan Ramadhan, maka beliau menghidupkan malam-malamnya (dengan qiyamul lail), dan membangunkan istri-istrinya (untuk melakukan hal yang sama), dan beliau mengencangkan ikat pinggangnya (yakni tidak melakukan senggama dengan istri-istri beliau di malam-malam tersebut). Diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Menurut riwayat Imam Muslim melalui Aisyah, disebutkan bahwa Rasulullah SAW. mencurahkan semua kesibukannya untuk ibadah di malam (sepuluh terakhir Ramadhan) tidak sebagaimana kesungguhannya di malam-malam lainnya. Dan hal ini semakna dengan apa yang dikatakan oleh Aisyah, "Mengencangkan ikat pinggangnya."
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan mengencangkan ikat pinggang ialah memisahkan diri dari istri-istrinya. Akan tetapi, dapat juga ditakwilkan dengan pengertian mengikat pinggang sesungguhnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW. apabila Ramadhan tinggal sepuluh hari lagi, maka beliau mengencangkan ikat pinggangnya dan menjauhi istri-istrinya. Hadis diketengahkan oleh Imam Ahmad secara tunggal.
Telah diriwayatkan pula dari Malik rahimahullah, bahwa dianjurkan mencari malam kemuliaan pada semua malam sepuluh terakhir Ramadhan secara sama rata, tidak ada perbedaan antara satu malam dengan malam lainnya. Penulis mengatakan bahwa ia melihat pendapat ini dalam syarah Ar-Rafi'i rahimahullah.
Hal yang dianjurkan dalam semua waktu ialah memperbanyak doa, dan dalam bulan Ramadhan hal yang lebih banyak membacanya ialah bila telah mencapai sepuluh terakhir darinya, kemudian yang lebih banyak lagi ialah di witir-witirnya. Dan hal yang disunatkan ialah hendaknya seseorang memperbanyak doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf suka memberi maaf, maka maafkanlah daku.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Al-Juwairi alias Sa'id ibnu Iyas, dari Abdullah ibnu Buraidah, bahwa Aisyah pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, jika aku menjumpai malam kemuliaan, apakah yang harus aku ucapkan?" Rasulullah SAW. menjawab:
«قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي»
Ucapkanlah olehmu, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah daku.”
Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui jalur Kahmas ibnul Hasan, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari Aisyah yang telah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku mengetahui malam kemuliaan, lalu apakah yang harus aku ucapkan padanya?" Rasulullah SAW. menjawab:
«قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي»
Ucapkanlah, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, suka memaaf, maka maafkanlah daku.”
Hadis ini menurut lafaz yang ada pada Imam Turmuzi. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Imam Hakim mengetengahkannya di dalam kitab Mustadrak-nya, dan ia mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain.
Imam Nasai telah meriwayatkannya pula melalui jalur Sufyan As-Sauri, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Suiaiman ibnu Buraidah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu jika aku menjumpai malam kemuliaan, apakah yang harus aku ucapkan padanya?" Rasulullah SAW. menjawab:
"قولي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُو تُحِبُّ الْعَفْوَ، فَاعْفُ عَنِّي"
Ucapkanlah, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, suka memaaf, maka maafkanlah daku.”
(Habis)
Sebelumnya 4.
Tidak ada komentar: