DUDUK TIDAK KELUAR RUMAH
Dzulqadah
berasal dari bahasa Arab ذُو
القَعْدَة (dzul-qa’dah). (Kamus Munawwir). Dalam
kamus al-Ma’ānī kata dzū artinya
pemilik, namun jika digandengkan dengan kata lain akan mempunyai makna
tersendiri, misalnya dzū mālin (orang kaya), dzū
‘usrah (orang susah).
Kata "qa’dah" adalah
derivasi dari kata "qa’ada", salah
satu artinya tempat yang diduduki. Sehingga Dzulqadah secara
etimologi orang yang memiliki tempat duduk, dalam pengertian orang itu tidak
bepergian kemana-mana ia banyak duduk (di kursi). Dari kata "qa’ada" ini
bisa berkembang beberapa bentuk dan pemaknaan, antara lain taqā’ud artinya
pensiun, konotasinya orang yang sudah purna tugas akan berkurang pekerjaannya
sehingga dia akan banyak duduk (di kursi). Dalam
kalender Jawa bulan ke-11 itu dinamai Dulkangidah. Bulan ini dikenal pula
dengan nama bulan Apit atau Hapit (Jawa Kuno). Menurut masyarakat Jawa, apit
berarti terjepit. Hal ini karena bulan tersebut terletak di antara dua hari
raya besar yaitu, Idul Fitri (Syawal) dan Idul Adha (Dzulhijah) ( https://id.wikipedia.org/wiki/Zulkaidah )
Menurut Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg guru besar
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Terdapat keitimewaan dalam bulan Dzulqo’dah
Keistimewaan :
1. Menurut Mazhab Syafii, barang siapa berbuat kebaikan
di bulan-bulan suci, maka pahalanya dilipatgandakan, dan barang siapa berbuat
kejelekan di bulan-bulan tersebut, maka dosanya dilipatgandaakan pula. Di
samping itu, pembayaran diyat yang diberikan kepada keluarga terbunuh di
bulan-bulan suci harus diperberat.
2. Al-Thabari, sewaktu menafsirkan al-Taubah: 36, dia
berpendapat bahwa kata ganti fī hinna di ayat itu
kembali ke bulan-bulan suci, dan dia menyebutkan dalil-dalil untuk memperkuat
pendapatnya ini. Jika dikatakan bahwa pendapat ini berarti membolehkan untuk
berbuat zalim di selain empat bulan suci itu, sudah barang tentu pendapat itu
tidak benar, karena perbuatan zalim itu diharamkan kepada kita di setiap waktu
dan di setiap tempat. Hanya saja Allah SWT sangat menekankan keempat bulan
tersebut karena kemuliaan bulan itu sendiri, sehingga ada penekanan secara
khusus kepada orang yang bebuat dosa pada bulan-bulan itu, sebagaimana ada
penekanan secara khusus kepada orang-orang yang memuliakannya.
Sebagai padanannya firman Allah SWT:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى
“Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS al-Baqarah: 238).
Tidak diragukan lagi
bahwasanya Allah SWT memerintah kita untuk memelihara (melaksanakan) seluruh shalat-shalat
fardlu dan tidak berubah menjadi boleh meninggalkan shalat-shalat itu
dikarenakan ada perintah untuk memelihara shalat wustha. Karena perintah
memelihara shalat wustha di sana untuk penekanan agar diperhatikan jangan
sampai ditinggalkannya. Demikian halnya larangan berbuat zhalim pada keempat
bulan suci dalam QS at-Taubah: 36
3. Bulan Dzulqadah termasuk bulan-bulan haji, sebagaimana
firman-Nya:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ
مَعْلُومَاتٌ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (QS Al-Baqarah: 197)
Menurut Ibn Umar RA
yang dimaksud bulan-bulan haji itu adalah: Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Menurut Ibnu
Abbas RA diantara sunnah Rasulullah SAW adalah melaksanakan ihram haji hanya
pada bulan-bulan haji tersebut.
4. Rasulullah SAW melaksanakan ibadah Umrah empat kali,
tiga kali diantaranya dilaksanakan pada Bulan Dzulqadah dan
sekali bersama ibadah haji di bulan Dzulhijjah.
قَالَ أَنَسٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي
كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ: عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ،
وَعُمْرَةً مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ
الجِعْرَانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً
مَعَ حَجَّتِهِ" متفق عليه
Anas RA berkata:
“Rasulullah SAW melaksanakan ibadah umrah empat kali, semuanya dilaksanakan
pada bulan Dzulqadah, kecuali (umroh) yang dilaksanakan bersama ibadah Haji, yaitu umroh dari al-Hudaibiyah di
bulan Dzulqadah, umroh tahun berikutnya di bulan Dzulqadah, umroh dari Ji’ranah
sambil membagikan ghanimah perang Hunain di bulan Dzulqadah, dan umrah sekalian
melaksanakan ibadah haji (di bulan Dzulhijjah).” (HR al-Bukhari 4148 dan Muslim
1253).
5. Keistimewaan lainnya dari bulan Dzulqadah, Allah
SWT berjanji untuk berbicara kepada Nabi Musa as selama tiga puluh malam di
bulan Dzulqadah, ditambah sepuluh malam di awal bulan Dzulhijjah, sebagaimana
firman Allah SWT:
وَوَٰعَدْنَا مُوسَىٰ
ثَلَٰثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَٰهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ
أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh
(malam lagi).” (QS Al-A’raf: 142).
Mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa, “Tiga puluh malam itu adalah di bulan Dzulqadah, sedangkan yang sepuluh malam adalah di bulan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibni Katsir II/244)
Dalam kamus bahasa
arab yang lain bulan Dzulqa'dah
artinya saat orang duduk-duduk tidak keluar rumah. Maksudnya bulan
ke sebelas dalam Tahun Hijriyah dan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan
Allah SWT. Kemuliaan tersebut Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan
Rajab, sebagaimana firman-Nya
إِنَّ
عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ
ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟
ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ
ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS at-Taubah: 36).
Di
Bulan Dzulqa'dah agar Pahala Dilipatgandakan ada beberapa
amalan yang bisa dilakukan di antaranya menjalankan puasa, memperbanyak
sedekah, menunaikan umrah, dan berbuat baik kepada orang lain.
Bulan Dzulqa'dah masuk asyhurul hurum atau bulan yang diharamkan
untuk berbuat maksiat, kerusakan maupun pembunuhan.
6.
Keutamaan Bulan Dzulqa'dah,
Pahala
Digandakan hingga Pertemuan Nabi Musa Bulan Dzluqa'dah merupakan bulan ke-11
dalam kalender Hijriah atau penanggalan Islam. Bulan ini juga disebut dengan
Al-Qadah, dapat juga disebut Al-Qidah. Dinamakan demikian karena mereka
(orang-orang Arab) diam di tempatnya, tidak mengadakan peperangan, tidak pula
bepergian. Dijamakkan menjadi zawatul qa’dah. Diriwayatkan Imam Ahmad bahwa
Nabi Muhammad SAW berkhutbah dalam haji wada. Nabi SAW kemudian bersabda
tentang empat bulan haram termasuk di antaranya Dzulqa'dah:
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ،
ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ،
وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
"Ingatlah, sesungguhnya zaman telah berputar seperti
keadaannya sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri
atas dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan haram (suci);
tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Dzulqa' dah, Dzul Hijjah, dan Muharram;
dan (yang lainnya ialah) Rajab Mudhar, yang terletak di antara bulan Jumada
(Jumadil Akhir) dan Sya’ban". (HR.
Bukhari 3197)
Berikut peristiwa di Bulan Dzulqa'dah:
1.
Perang Quraizhah Sejak kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam (SAW) ke Madinah membuat kaum Yahudi yang sebelumnya lebih dulu
tinggal di Madinah mulai kehilangan kenyamanannya. Mereka merasa pengaruhnya
berkurang karena dua suku yang sebelumnya terus berperang yakni Aus dan Khazraj
kini bisa hidup damai setelah kedatangan Rasulullah SAW. Sejak itu, kebencian
terhadap Nabi Muhammad terus merasuki kaum Yahudi hingga kerap membuat makar.
Mereka pun kerap mengkhianati janji yang telah disepakati untuk bersama-sama
menjaga Kota Madinah. Tak lama setelah itu, meletuslah Perang Quraizhah yang
terjadi pada akhir Bulan Dzulqa'dah. Perang itu terjadi tidak lama setelah kaum
Muslimin baru pulang dari Perang Khandaq.
Sayyidah Aisyah Radhiallahu Anha meriwayatkan bahwa ketika Nabi SAW
baru kembali dari perang Khandaq didatangi Malaikat Jibril AS untuk kembali
mengangkat pedang.
. عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِنْ الْخَنْدَقِ وَوَضَعَ السِّلَاحَ وَاغْتَسَلَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ
عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ قَدْ وَضَعْتَ السِّلَاحَ وَاللَّهِ مَا وَضَعْنَاهُ
فَاخْرُجْ إِلَيْهِمْ قَالَ فَإِلَى أَيْنَ قَالَ هَا هُنَا وَأَشَارَ إِلَى بَنِي
قُرَيْظَةَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ
Artinya: Dari Aisyah radliallahu anha, ia berkata; Ketika Nabi
shallallahu alaihi wasallam kembali dari perang Khandaq, setelah beliau
meletakkan senjata dan mandi, malaikat Jibril alaihis salam datang menemui
beliau seraya berkata: "Apakah anda hendak meletakan senjata? Demi Allah
kami tidak akan meletakkannya. Keluarlah anda (untuk memerangi) mereka."
Beliau bertanya: "Kemana?" Jibril menjawab: "Kesini." Jibril memberi isyarat (untuk pergi memerangi) Bani
Quraizhah. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam berangkat menyerbu
mereka." (HR. Bukhari) [No. 4117 Fathul
Bari] Shahih.
2.
Perjanjian Hudaibiyah Direktur Rumah Fiqih Indonesia Ahmad Sarwat
MA dalam bukunya Islam Agama Perang atau Damai? menjelaskan, Perjanjian
Hudaibiyah terjadi pada tahun ke-6 hijriah. Perjanjian Hudiabiyah ini berawaal
dari sikap kaum Musyrikin Quraisy yang melarang Nabi SAW dan umat Islam
melaksanakan umrah. Rasulullah SAW
berketetapan untuk melaksanakan umrah ke Mekkah. Nabi SAW meninggalkan Madinah
mengajak istrinya Ummu Salamah serta menyerahkan tugas sebagai imam shalat lima
waktu kepada Abdullah bin Ummi Maktum atau Namilah Al-Laitsi. Kabar tersebut terdengar pengusaa Makkah.
Mereka pun mengadang Rasulullah SAW di Kota Hudaibiyah beberapa kilometer sebelum
masuk Kota Makkah. Rasulullah SAW yang datang bukan untuk bermaksud perang
lantaran tidak membawa senjata kemudian memilih damai dengan membuat perjanjian
yang dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah.
Rasulullah SAW awalnya mengutus sahabat Utsman bin Affan namun Utsman
ditahan selama beberapa hari. Rasulullah SAW kemudian mengutus sahabat Ali bin
Abi Thalib dalam perjanjian Hudaibiyah. Beberapa poin perjanjian itu antara
lain: Digantinya lafaz bismillahirrahmanirrahim yang bisa digunakan Rasulullah
SAW dengan bismikallahumma. Rasulullah SAW tidak berkebaratan atas kemauan
Suhail bin Amr dari perwakilan kaum Quraisy ini. Kenabian Muhammad SAW tidak diakui. Dalam
perjanjian Hudaibiyah, perwakilan kaum kafir Quraisy tidak mau menulsikan bahwa
Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah (Rasulullah). Mereka meminta agar nama
Rasulullah SAW diganti dengan Muhammad bin Abdillah”.
3.
Nabi SAW Umrah 4 Kali Pada bulan Dzulqa’dah, Rasulullah saw
menunaikan ibadah umrah hingga empat kali, dan ini termasuk umrah yang diiringi ibadah haji. Dari Anas bin
Malik ra, nabi SAW bersabda:
اعْتَمَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي
القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ، عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ
فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ،
وَعُمْرَةً مِنَ الجِعْرَانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ فِي ذِي
القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مَعَ حَجَّتِهِ
Artinya: “Rasulullah saw berumrah sebanyak empat kali, semuanya
pada bulan Dzul Qa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji beliau,
yaitu satu umrah dari Hudaibiyah, satu umrah pada tahun berikutnya, satu umrah
dari Ji’ranah ketika membagikan rampasan perang Hunain dan satu lagi umrah
bersama haji” (HR Bukhari 4148 dan Muslim 1253).
4. Nabi Musa Alaihisalam Berbicara
dengan Allah SWT Di bulan Dzulqa’dah, Allah Subhanahu wa Ta'ala berjanji kepada
Nabi Musa ‘alaihis salam untuk berbicara dengannya selama tiga puluh malam di
bulan Dzulqa’dah, ditambah sepuluh malam di awal bulan Zulhijah berdasarkan
pendapat mayoritas para ahli tafsir (Tafsir Ibnu Katsir II/244), sebagaimana
firman Allah SWT :
وَوَٰعَدْنَا
مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَٰهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَٰتُ
رَبِّهِۦٓ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَٰرُونَ ٱخْلُفْنِى
فِى قَوْمِى وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ ٱلْمُفْسِدِينَ
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (untuk memberikan Taurat)
sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu
dengan sepuluh (malam lagi) Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun:
"Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah
kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (QS. al-A’raaf: 142).
Daftar
Rujukan
1. Al Qur’an Depatemen Agama
2. Kitab Shahih Bukhari dan Muslim
3. Kamus Munawwir
4. Kamus al-Ma’ānī
5. Tafsir Ibnu Katsir II/244
Tidak ada komentar: