DUDUK TIDAK KELUAR RUMAH

 DUDUK TIDAK KELUAR RUMAH

Drs. MUHAMMAD IBRAHIM
(Alumni SKMM-3 dan Pengasuh Ma’had KHM Bedjo Darmoleksana)


 

Dzulqadah berasal dari bahasa Arab  ذُو القَعْدَة  (dzul-qa’dah). (Kamus Munawwir). Dalam kamus al-Ma’ānī kata dzū artinya pemilik, namun jika digandengkan dengan kata lain akan mempunyai makna tersendiri, misalnya dzū mālin (orang kaya), dzū ‘usrah (orang susah). 

Kata "qa’dah" adalah derivasi dari kata "qa’ada", salah satu artinya tempat yang diduduki. Sehingga Dzulqadah secara etimologi orang yang memiliki tempat duduk, dalam pengertian orang itu tidak bepergian kemana-mana ia banyak duduk (di kursi). Dari kata "qa’ada" ini bisa berkembang beberapa bentuk dan pemaknaan, antara lain taqā’ud artinya pensiun, konotasinya orang yang sudah purna tugas akan berkurang pekerjaannya sehingga dia akan banyak duduk (di kursi). Dalam kalender Jawa bulan ke-11 itu dinamai Dulkangidah. Bulan ini dikenal pula dengan nama bulan Apit atau Hapit (Jawa Kuno). Menurut masyarakat Jawa, apit berarti terjepit. Hal ini karena bulan tersebut terletak di antara dua hari raya besar yaitu, Idul Fitri (Syawal) dan Idul Adha (Dzulhijah) ( https://id.wikipedia.org/wiki/Zulkaidah )

Menurut Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terdapat keitimewaan dalam bulan Dzulqo’dah

 

Keistimewaan :

1.     Menurut Mazhab Syafii, barang siapa berbuat kebaikan di bulan-bulan suci, maka pahalanya dilipatgandakan, dan barang siapa berbuat kejelekan di bulan-bulan tersebut, maka dosanya dilipatgandaakan pula. Di samping itu,  pembayaran diyat yang diberikan kepada keluarga terbunuh di bulan-bulan suci harus diperberat. 

2.     Al-Thabari, sewaktu menafsirkan al-Taubah: 36, dia berpendapat bahwa kata ganti  fī hinna  di ayat itu  kembali ke bulan-bulan suci, dan dia menyebutkan dalil-dalil untuk memperkuat pendapatnya ini. Jika dikatakan bahwa pendapat ini berarti membolehkan untuk berbuat zalim di selain empat bulan suci itu, sudah barang tentu pendapat itu tidak benar, karena perbuatan zalim itu diharamkan kepada kita di setiap waktu dan di setiap tempat. Hanya saja Allah SWT sangat menekankan keempat bulan tersebut karena kemuliaan bulan itu sendiri, sehingga ada penekanan secara khusus kepada orang yang bebuat dosa pada bulan-bulan itu, sebagaimana ada penekanan secara khusus  kepada orang-orang yang memuliakannya.

    Sebagai padanannya firman Allah SWT:


حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى

“Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS al-Baqarah: 238).  


Tidak diragukan lagi bahwasanya Allah SWT memerintah kita untuk memelihara (melaksanakan) seluruh shalat-shalat fardlu dan tidak berubah menjadi boleh meninggalkan shalat-shalat itu dikarenakan ada perintah untuk memelihara shalat wustha. Karena perintah memelihara shalat wustha di sana untuk penekanan agar diperhatikan jangan sampai ditinggalkannya. Demikian halnya larangan berbuat zhalim pada keempat bulan suci dalam QS at-Taubah: 36 

 

3.     Bulan Dzulqadah termasuk bulan-bulan haji, sebagaimana firman-Nya: 


الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (QS Al-Baqarah: 197)


Menurut Ibn Umar RA yang dimaksud bulan-bulan haji itu adalah: Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Menurut Ibnu Abbas RA diantara sunnah Rasulullah SAW adalah melaksanakan ihram haji hanya pada bulan-bulan haji tersebut.

 

4.     Rasulullah SAW melaksanakan ibadah Umrah empat kali, tiga kali diantaranya dilaksanakan pada Bulan Dzulqadah dan sekali bersama ibadah haji di bulan Dzulhijjah. 

قَالَ أَنَسٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ: عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ الجِعْرَانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مَعَ حَجَّتِهِ" متفق عليه 


Anas RA berkata: “Rasulullah SAW melaksanakan ibadah umrah empat kali, semuanya dilaksanakan pada bulan Dzulqadah, kecuali (umroh) yang dilaksanakan bersama ibadah Haji, yaitu umroh dari al-Hudaibiyah di bulan Dzulqadah, umroh tahun berikutnya di bulan Dzulqadah, umroh dari Ji’ranah sambil membagikan ghanimah perang Hunain di bulan Dzulqadah, dan umrah sekalian melaksanakan ibadah haji (di bulan Dzulhijjah).” (HR al-Bukhari 4148 dan Muslim 1253).


5.     Keistimewaan lainnya dari bulan Dzulqadah,  Allah SWT berjanji untuk berbicara kepada Nabi Musa as selama tiga puluh malam di bulan Dzulqadah, ditambah sepuluh malam di awal bulan Dzulhijjah, sebagaimana firman Allah SWT:


وَوَٰعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَٰهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً


Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi).” (QS Al-A’raf: 142). 

 


     Mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa, “Tiga puluh malam itu adalah di bulan Dzulqadah, sedangkan yang sepuluh malam adalah di bulan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibni Katsir II/244)

Dalam kamus bahasa arab yang lain bulan Dzulqa'dah artinya saat orang duduk-duduk tidak keluar rumah. Maksudnya bulan ke sebelas dalam Tahun Hijriyah dan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah SWT. Kemuliaan  tersebut  Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab,  sebagaimana firman-Nya

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ


“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS at-Taubah: 36). 


Di Bulan Dzulqa'dah agar Pahala Dilipatgandakan ada beberapa amalan yang bisa dilakukan di antaranya menjalankan puasa, memperbanyak sedekah, menunaikan umrah, dan berbuat baik kepada orang lain.

Bulan Dzulqa'dah masuk asyhurul hurum atau bulan yang diharamkan untuk berbuat maksiat, kerusakan maupun pembunuhan.

6.     Keutamaan Bulan Dzulqa'dah,

Pahala Digandakan hingga Pertemuan Nabi Musa Bulan Dzluqa'dah merupakan bulan ke-11 dalam kalender Hijriah atau penanggalan Islam. Bulan ini juga disebut dengan Al-Qadah, dapat juga disebut Al-Qidah. Dinamakan demikian karena mereka (orang-orang Arab) diam di tempatnya, tidak mengadakan peperangan, tidak pula bepergian. Dijamakkan menjadi zawatul qa’dah. Diriwayatkan Imam Ahmad bahwa Nabi Muhammad SAW berkhutbah dalam haji wada. Nabi SAW kemudian bersabda tentang empat bulan haram termasuk di antaranya Dzulqa'dah:


الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ


"Ingatlah, sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri atas dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Dzulqa' dah, Dzul Hijjah, dan Muharram; dan (yang lainnya ialah) Rajab Mudhar, yang terletak di antara bulan Jumada (Jumadil Akhir) dan Sya’ban". (HR. Bukhari 3197)

 

 Berikut peristiwa di Bulan Dzulqa'dah:

1.     Perang Quraizhah Sejak kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW) ke Madinah membuat kaum Yahudi yang sebelumnya lebih dulu tinggal di Madinah mulai kehilangan kenyamanannya. Mereka merasa pengaruhnya berkurang karena dua suku yang sebelumnya terus berperang yakni Aus dan Khazraj kini bisa hidup damai setelah kedatangan Rasulullah SAW. Sejak itu, kebencian terhadap Nabi Muhammad terus merasuki kaum Yahudi hingga kerap membuat makar. Mereka pun kerap mengkhianati janji yang telah disepakati untuk bersama-sama menjaga Kota Madinah. Tak lama setelah itu, meletuslah Perang Quraizhah yang terjadi pada akhir Bulan Dzulqa'dah. Perang itu terjadi tidak lama setelah kaum Muslimin baru pulang dari Perang Khandaq.

Sayyidah Aisyah Radhiallahu Anha meriwayatkan bahwa ketika Nabi SAW baru kembali dari perang Khandaq didatangi Malaikat Jibril AS untuk kembali mengangkat pedang.


. عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْخَنْدَقِ وَوَضَعَ السِّلَاحَ وَاغْتَسَلَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ قَدْ وَضَعْتَ السِّلَاحَ وَاللَّهِ مَا وَضَعْنَاهُ فَاخْرُجْ إِلَيْهِمْ قَالَ فَإِلَى أَيْنَ قَالَ هَا هُنَا وَأَشَارَ إِلَى بَنِي قُرَيْظَةَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ


Artinya: Dari Aisyah radliallahu anha, ia berkata; Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam kembali dari perang Khandaq, setelah beliau meletakkan senjata dan mandi, malaikat Jibril alaihis salam datang menemui beliau seraya berkata: "Apakah anda hendak meletakan senjata? Demi Allah kami tidak akan meletakkannya. Keluarlah anda (untuk memerangi) mereka." Beliau bertanya: "Kemana?" Jibril menjawab: "Kesini." Jibril memberi isyarat (untuk pergi memerangi) Bani Quraizhah. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam berangkat menyerbu mereka." (HR. Bukhari) [No. 4117 Fathul Bari] Shahih.


2.     Perjanjian Hudaibiyah Direktur Rumah Fiqih Indonesia Ahmad Sarwat MA dalam bukunya Islam Agama Perang atau Damai? menjelaskan, Perjanjian Hudaibiyah terjadi pada tahun ke-6 hijriah. Perjanjian Hudiabiyah ini berawaal dari sikap kaum Musyrikin Quraisy yang melarang Nabi SAW dan umat Islam melaksanakan umrah.  Rasulullah SAW berketetapan untuk melaksanakan umrah ke Mekkah. Nabi SAW meninggalkan Madinah mengajak istrinya Ummu Salamah serta menyerahkan tugas sebagai imam shalat lima waktu kepada Abdullah bin Ummi Maktum atau Namilah Al-Laitsi.  Kabar tersebut terdengar pengusaa Makkah. Mereka pun mengadang Rasulullah SAW di Kota Hudaibiyah beberapa kilometer sebelum masuk Kota Makkah. Rasulullah SAW yang datang bukan untuk bermaksud perang lantaran tidak membawa senjata kemudian memilih damai dengan membuat perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah.  Rasulullah SAW awalnya mengutus sahabat Utsman bin Affan namun Utsman ditahan selama beberapa hari. Rasulullah SAW kemudian mengutus sahabat Ali bin Abi Thalib dalam perjanjian Hudaibiyah. Beberapa poin perjanjian itu antara lain: Digantinya lafaz bismillahirrahmanirrahim yang bisa digunakan Rasulullah SAW dengan bismikallahumma. Rasulullah SAW tidak berkebaratan atas kemauan Suhail bin Amr dari perwakilan kaum Quraisy ini.  Kenabian Muhammad SAW tidak diakui. Dalam perjanjian Hudaibiyah, perwakilan kaum kafir Quraisy tidak mau menulsikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah (Rasulullah). Mereka meminta agar nama Rasulullah SAW diganti dengan Muhammad bin Abdillah”.


3.     Nabi SAW Umrah 4 Kali Pada bulan Dzulqa’dah, Rasulullah saw menunaikan ibadah umrah hingga empat kali, dan ini termasuk umrah  yang diiringi ibadah haji. Dari Anas bin Malik ra, nabi SAW bersabda:

 اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ، عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ الجِعْرَانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مَعَ حَجَّتِهِ


Artinya: “Rasulullah saw berumrah sebanyak empat kali, semuanya pada bulan Dzul Qa’dah kecuali umrah yang dilaksanakan bersama haji beliau, yaitu satu umrah dari Hudaibiyah, satu umrah pada tahun berikutnya, satu umrah dari Ji’ranah ketika membagikan rampasan perang Hunain dan satu lagi umrah bersama haji” (HR Bukhari 4148 dan Muslim 1253).


4.     Nabi Musa Alaihisalam Berbicara dengan Allah SWT Di bulan Dzulqa’dah, Allah Subhanahu wa Ta'ala berjanji kepada Nabi Musa ‘alaihis salam untuk berbicara dengannya selama tiga puluh malam di bulan Dzulqa’dah, ditambah sepuluh malam di awal bulan Zulhijah berdasarkan pendapat mayoritas para ahli tafsir (Tafsir Ibnu Katsir II/244), sebagaimana firman Allah SWT :


 وَوَٰعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَٰهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ۚ وَقَالَ مُوسَىٰ لِأَخِيهِ هَٰرُونَ ٱخْلُفْنِى فِى قَوْمِى وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ ٱلْمُفْسِدِينَ


“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (untuk memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi) Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan". (QS. al-A’raaf: 142).

 

Daftar Rujukan


1. Al Qur’an Depatemen Agama

2. Kitab Shahih Bukhari dan Muslim

3. Kamus Munawwir

4.  Kamus al-Ma’ānī 

5.  Tafsir Ibnu Katsir II/244

 




DUDUK TIDAK KELUAR RUMAH  DUDUK TIDAK KELUAR RUMAH Reviewed by sangpencerah on Juni 09, 2022 Rating: 5

Tidak ada komentar: