Oleh. Ust. Abdurrohim
Sa’id S.Ag, M.Ag,
Tertulis dalam sejarah tinta emas,akhir abad 19-awal
abad 20 terlintas dalam sejarah gerakan Islam modern, yang pengamat Barat
mengatakan sebagai “Kebangkitan Islam”(Resurgence
Of Islam). Gejala tersebut ditandai dengan gerakan pembaharuan dalam
islamyang dipelopori oleh tokot-tokoh seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal
dan Ali Jinnah. Pembaharuan tersebut berkisar pada keharusan kaum Muslimin
diseluruh dunia berpegang teguh pada ajaran Islam orisinil “yaitu Al-Qur’an dan sunnah Rasul, serta
memperkokoh solidaritas Islam dan kerja sama yang erat antar sesama umat Islam,
dengan demikian dunia Islam dapat terlepas dari cengkeraman kolonialisme dan
Imperialisme barat.
Gerakan ini, sangat berpengaruh
terhadapumat islam Indonesia, bila kita
membaca sejarah, perjalanan Haji tahun 1876 tercatat 872 orang, 6 tahun
kemudian tercapai 9,542 orang jama’ah, kemudian 16 tahun berikutnya mencapai
berjumlah 11,788 (1896) orang jama’ah. Akibat terus miningkatnya jumlah jama’ah
Haji tersebut mengakibatkan meningkat pula kebutuhan Guru/Ustadz/Muballigh
untuk mengajar agama Islam. Dampak semakin banyak yang memahami ajaran Islam
yang benar, berimbas pada pola pikir yang modern, sehingga berakibat pada Guru,
santri dan umat Islam umumnya mulai mengabaikan penguasaan, akhirnya sikap
tersebut mengkristal menjadi satu sikap perlawanan terhadap pemerintah kolonial
Belanda, memperhatikan hal tersebut dapat diperkirakan bahwa antara ibadah Haji
dan pergerakan Nasional memiliki hubungan erat.
Gagasan pembaharuan Islam tersebut
sampailah pada era tokoh pergerakan islam Indonesia, mereka menunaikan ibadah
Haji ditanah suci, juga mengkondisikan sebagai wahana tukar pikiran serta
Konferensi umat Islam, banyak diantaranya memilih tetap tinggal (mukim) sambil
menambah pengetahuan dan wawasan keislaman diantaramereka adalah:
1.
H. Abdul Karim Amrullah (Hamka, 7 tahun),
2.
Shekh Ibrahim Musa (8 tahun),
3.
H. Zamzam (Pendiri Persis) selama 3,5 tahun,
4.
KH. Ahmad Dahlan (selama 5 tahun).
Sekembali dari tanah suci KH. Ahmad Dahlan, dengan
semangat kemabruran dan pemikiran-pemikiran barunya, mulai mengintrodusir
gagasan pembaharuan Islam Indonesia (th 1912) dengan mendirikan persyarikatan
MUHAMMADIYAH di Jogjakarta, dengan kembali kepada Kultural Islam, membebaskan
pikiran jumud dan apatis gerakan terebut. Sampai diterima oleh masyarakat kota,
pedagang, pengusaha, kaum priyayi dll. dengan strategi dan metode Da’wahnya,
dapat berhasil (menghilangkan simbol-simbol kultural yang tidak relevan, dan
sangat tetap dengan suara zaman serta suasana Kebangkitan Nasional saat ini.
Pergerakan Politik Islam Pak Haji
Fenomena Haji diawal abad 20 seorang yang telah pulang menunaikan
Ibadah Haji dulu sering dianggap orang yang
Istimewa dan suci, orang awam menganggap bahwa mereka mempunyai kekuatan
supranaturalatau gaib, karena itu, para Haji dengan sendirinya memiliki
pengaruh politik dan sering berperan sebagai idiologi dan pemimpin. Karena
realita demikian, penguas Belanda saat itu bereaksi dengan memperingatkan para
Gubenur akan bahaya “Pastot Pribumi” para Haji, semakin banyak para Haji di
Indonesia semakin ketakutan pemerintahan Belanda,lebih-lebih lagi saat itu
telah terjadi pergerakan di Eropa (Pergerakan
Mutiny dan Spoy di Hindia Inggris). Akhirnya pemerintahan Hindia Belanda
memperketat calon Jama’ah Haji dengan persyaratan-persyaratan :
a.
Calon Jama’ah Haji harus minta pas jalan pada Bupati.
b.
Calon Jama’ah Haji membuktikan memiliki biaya perjalanan
Haji hingga pulang dan biaya yang ditinggalkan.
Sesudah
pulang Haji, jama’ah Haji tersebut harus diuji oleh Bupati baru boleh memakai
gelar Haji.
Pergerakan Politik Islam awal 20
lebih bercorak Nasionalisme, sebagaimana dikembangkan oleh Jamaluddin Al
Afghani, berorentasi Nasionalisme yang berfungsi membangkitkan Bangsa-bangsa
Islam atau bangsa berpenduduk mayoritas Islam untuk melawan Kolonialisme dan
Imperialisme. Melalui para Haji itulah konsep tersebut dikenalkan, maka pada
tahun 1912 disalurkan inspirasinya dalam organisasi politik syariat islam,
partai tersebut adalah partai Islam satu-satunya saat itu. Partai Islam saat
itu telah banyak berpengaruh di masyarkat Indonesia, dari mentalitas
orang-orang terjajah dan pasrah dengan keadaan, telah berubah aktif dan
memiliki semangat hidup baru serta semangat persatuan, dan kebersamaan (konsep
jama’ah), hasil dari kaderisasi organisasi tersebut adalah hadir Ir. Soekarno
(Presiden RI Pertama) beliau membangkitkan persamaan dan rasa Nasionalisme pada
bangsa Indonesia hingga terwujud saluran politiknya PNI yang didirikan pada 4
juli 1927.
Sebagai
dampak dari bertambahnya jumlah jama’ah Haji, semakin tumbuh kesadaran bahwa
Islam dapat mengembangkan keutuhan kesatuan, persatuan dan nasionalisme, serta sosial
ekonomi, budaya dan politik hingga mengilhamkan upaya perlawanan terhadap
penjajah dan tercapailah kemerdekaan.
Fenomena Haji Akhir Abat Ini
Ibadah Haji diabad ini, hanya dijadikan
sebagai ibadah mahdah (ritual) belaka, yang biayanya sangat mahal, momen ibadah
Haji sekarang tidak berfungsi seperti dulu, dulu
sebagai ajang muktamar Internasional kaum muslimin dunia.
Fungsi
ibadah Haji, yakni ibadah mahdah dan ibadah sosial (muamalah) telah kabur dan
tenggelam dengan urusan teknis antara pemberangkatan dan pemulangan Haji. Makna
luas dari ibadah Haji pada abad ini, Nampak bergeser maknanya tak lebih dari
sekedar perjalanan spiritual seorang muslim yang bersifat subyektif dan
pribadi. Tidak ada lagi nuansa pembaharuan pemikiran Islam sekembali dari tanah
suci, yang berubah hanya nama depannya H-Hj.
Bila dulu
disitu ada pak Hajinya, maka Belanda masih perhitungan ingin masuk desa itu,
sungguh bapak Haji dulu memiliki power sugesti dll.
Bila dulu
ibadah Haji sebagai sumber Inspirasi dan moral pergerakan nasional kini
sekarang nama pak Haji/ bu Hajah menjadi pandangan biasa-biasa saja tidak lagi
mengandung kewibawaan, apalagi sering ditemui perilaku para Bapak/Ibu Haji
tidak Islami, maka dengan sendirinya kewibawaan Hajinya akan tercemar.
Bila dunia Islam kini berduka,
dipojokkan dan diarahkan pada konotasi sadis dan bringas, belum lagi isu
terorisme pada umat Islam, isu pelanggaran HAM, Fundamentalisme dan Islam
Ekstrim, akankah generasi Islam mendatang akan memusuhi Islam itu sendiri,
pasti mereka terprovokasi pihak Barat, ataukah itu awal kehancuran Islam?.
Bila kita sebagai orang yang pernah menunaikan
ibadah haji, pasti kata mabrur ada pada pengakuan kita, padahal tidak sedikit
jamah haji indonesia banyak terjebak dengan ritual haji dan gelar haji, MAMRUR
artinya orang yang termotifasi melakukan kebaikan kebaikan, karena tidak ada
balasan bagi haji mabrur kecuali hanya surga Allah SWT, maka beberapa kita yang
harus kita perhatikan agar kita tidak tergolong sebagai haji MARDUD (tertolak)
sbb;
a.
Mulailah dari setiap pekerjaan anda dengan Basmalah
dan ucapkan (sebutlah) nama-nama Allah SWT, setiap ada kesempatan, berdiri
duduk, atau berbaring).
b.
Upayakan agar suasana keagamaan selalu menyertai
anda. (Dimulai dengan menyiapkan ruang
khusus untuk shalat dirumah dan atau memajang barang-barang yang dapat
mengingatkan kepada-Nya, serta menyertakan, selama diruang rumah, sesuatu yang
mengingtakan anda kepada-Nya, misalnya tasbih).
c.
Pandanglah kebawah, anda akan menemukan betapa besar
nikmat-Nya kepada anda dan betapa besar kebutuhan anda kepad-Nya.
d.
Ingat-ingatlah kenikmatan ruhani yang telah dialami
ketika melaksanakan ibadah Haji, serta betapa kenikmatan tersebut melebihi
kenikmatan jasmani.
Sediakan waktu-waktu tertentu untuk mengasah jiwa
menambah pengatahuan agama. Yang terpenting, sekaligus mencangkup segala
sesuatu, adalah memperhatikan pelaksanaan Shalat 5 waktu sambil menghayati
tujuannya.
Semoga Haji yang dilaksanakan dapat
diterima oleh Allah SWT. Sehingga menjadi Haji yang mabrur dan semoga kita
dapat mempertahankan hingga menemui-Nya kelak dihari kemudian,dalam keadaan
ridha dan diridhaioleh-Nya. Amin.
Tidak ada komentar: