MUHASABAH 5 M
Oleh : .Ust.
Imam Abda’I,MM
Diawal tahun 1444 Hijriyah, ada baiknya kita mengevaluasi
(muhasabah) apa yang telah kita lakukan
dan persiapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik, kita renungkan
kembali apa yang yang telah dan akan kita lakukan , hal tersebut diisyaratkan
oleh Allah SWT. Dalam firmannya surat al-Hasyr : (59 : 18)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu
sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan (mengevaluasi kembali) apa yang telah
dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”.
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah
al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma'ani :" setiap perbuatan
manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia
untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan
keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak
mengetahui tujuan utamanya".
Jika kita berfikir tujuan utama manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal
untuk kehidupan yang kekal yaitu akhirat, lalu sudahkah perbuatan yang telah
dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah SWT?.
Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap
individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia
adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang
telah ia lakukan. Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khattab
ra : "
حاسبوا
أنفسكم قبل أن تحاسبوا "
"Evaluasilah
(Hisablah) diri kalian sebelum kalian dihisab (dihadapan Allah kelak)"
Pentingnya
setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat
nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah SWT. yang segala
sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik
manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu
menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang
sangat terkenal Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “Barang siapa yang
hari ini, tahun ini lebih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang
sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia
orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk dairpada hari
dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat”
Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan
kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa.
Para ulama menyatakan setidaknya ada
lima langkah yang patut kita
renungkan mengawali tahun ini dalam menggapai ketakwaan. Langkah itu adalah 5M:
1.
Muhasabah
Yaitu evaluasi diri dan meningkatkan kualitas
diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri
kita.
2. Mu’ahadah
Yaitu mengingat-ingat kembali janji yang pernah
kita katakan. Setiap saat, setiap shalat kita seringkali bersumpah kepada Allah
SWT :
إيّاك نعبد
و إيّاك نستعين
Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan hanya
kepada-Mu kami mohon pertolong. Kemudian kita berjanji ;
ونسكي
ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلاتي
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan
matiku semata-mata karena Allah Rabb semesta alam”.
Dengan demikian,
ada baiknya kita kembali mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin sering
kita mengingat janji, insya Allah kita akan senantiasa menapaki kehidupan ini
dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut dengan mua’ahadah.
3. Mujahadah
Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah SWT. Allah menegaskan
dalam firmannya :
والذين جاهدوا فينا
لنهدينهم سبلنا
Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan
Kami, Kami akan berikan hidayah kejalan kami.
Terkadang kita ibadah tidak dibarengi dengan
kesungguhan, hanya menggugurkan kewajiban saja, takut jatuh kedalam dosa dan
menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang ingin
menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah
bagian tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan
mu’ahadah.
4. Muraqabah
Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT. Inilah
diantara pilar ketakwaan yang harus dimiliki setiap kali kita mengawali awal
tahun dan menutup tahun yang lalu. Perasaan selalu merasa diawasi oleh Allah
dalam bahasa hadisnya adalah Ihsan.
”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك"
artinya :“Ihsan adalah engkau senantiasa
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, kalau pun engkau belum
bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah melihat kepadamu”.
Muraqabah atau ihsan adalah diantara jalan
ketakwaan yang harus kita persiapkan dalam menyongsong dan mengisi lembaran
tahun baru.
Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam
dengan baik dihati setiap kaum muslimin. Kita bisa ambil sebuah contoh kisah. Suatu
ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra.,bertemu dengan seorang anak gembala
yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar berkata kepada anak
tersebut: “Wahai anak gembala, juallah kepada saya seekor kambingmu!” Si anak
gembala menjawab: “Kambing-kambing ini ada pemliknya, saya hanya sekedar
menggembalakannya saja”. Umar lalu berkata: “Sudahlah, katakan saja kepada
tuanmu, mati dimakan serigala kalau hilang satu tidak akan ketahuan”. Dengan
tegas si anak itu menjawab: “Jika demikian, dimanakah Allah itu? “Umar demi
mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan kemudian memerdekakannya.
Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak
berpendidikan dan hidup didalam kelas sosial yang rendah tetapi memiliki sifat
yang sangat mulia yaitu sifat merasa selalu diawasi oleh Allah dalam segala
hal. Itulah yang disebut dengan muraqabah. Muraqabah adalah hal yang sangat
penting ketika kita ingin menjadikan takwa sebagai bekal hidup kita ditahun ini
dan tahun yang akan datang. Jika sikap ini dimiliki oleh setiap muslim, insya
Allah kita tidak akan terjerumus pada perbuatan maksiat. Imam Ghazali
mengatakan : ‘Aku yakin dan percaya bahwa Allah selalu melihatku maka aku malu
berbuat maksiat kepada-Nya”.
5. Mu’aqobah
Artinya, memberi sanksi kepada diri manakala
diri melakukan sebuah kekhilafan, memberikan teguran dan sanksi kepada diri
kalau diri melakukan kesalahan. Ini penting dilakukan agar kita senantiasa
meningkatkan amal ibadah kita. Manakala kita terlewat shalat subuh berjamaah
maka hukumlah diri dengan infak disiang hari, misalnya. Manakala diri terlewat
membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri dengan memberi bantuan kepada simiskin. Kalau
diri melewatkan sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kita sendiri dengan
melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini
selalu kita budayakan, insya Allah kita akan selalu mampu meningkatkan kualitas
ibadah dan diri kita. Mengawali tahun 1444 Hijriyah masih dibulan Muharram ini , mari
takwa harus kita jadikan hiasan diri, bekal diri, dengan menempuh lima cara
tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi
diri, mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi
Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Jika lima hal ini kita
jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi
tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas
diri kita, insya Allah.
Wallahu’alam bisshowaab
Tidak ada komentar: