Dinamika perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi ternyata belum memberikan kesan positif yang
signifikan terhadap fenomena bersejarah yang setiap tahun diperingati bahkan
menjadi agenda tahunan kaum muslimin di seluruh wilayah Indonesia, seakan-akan
peristiwa ini bagian dari agama yang jika ditinggalkan akan berdampak dosa dan
bersalah. Padahal tidak seperti itu. Lalu apa yang harus dilakukan? Mestinya
momen tahunan ini bisa dijadikan sebagai momen perubahan diri, meningkatkan
aspek sosial dari pada hanya sekedar aspek ritual. Momen itu bernama Isra’
Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada tahun ini jatuh pada tanggal 18 Februari 2023.
Hal ini sesuai firman Allah SWT sbb;
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ
ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ
لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
"Maha Suci Allah, yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya untuk Kami perlihatkan kepadanya
sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dialah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat." (QS. al-Isra’17:1)
Pada ayat di atas terdapat
beberapa istilah yang harus dipahami secara holistik dan komprehensif,
supaya diperoleh pemahaman yang utuh tentang peristiwa Isra’ Rasulullah SAW. Diksi
dimaksud sebagai berikut:
1. Subhaana (Maha Suci Allah)
Dalam peristiwa Isra’ Allah
SWT memulai firmanNya dengan diksi "Subhaana" (Maha Suci)
kata ini akan memberikan pengertian bahwa dalam peristiwa itu ada kekuatan Supranatural
yang tidak mungkin dijangkau oleh pemahaman manusia dimuka bumi ini. Kata
(diksi) ini ingin menegaskan bahwa Allah itu Maha Suci Dzat, Sifat dan
PerbuatanNya dari segala kesamaan. Misalnya tidak boleh mengukur perbuatan
Allah SWT dengan perbuatan manusia. Dengan demikian maka dapat menimbulkan
kesan dalam hati manusia bahwa peristiwa itu benar-benar peristiwa diluar kemampuan
akal manusia. Maka peristiwa isra’ mi’raj ini disebut mu’jizat Nabi SAW.
2. Asraa (Yang telah memperjalankan)
Subjek dari "Yang telah memperjalankan" dalam hal ini adalah
Allah SWT, dengan kalimat : "Al-Ladzii asraa-bi” sama dengan
kata “liya’buduni” QS;51:5. Dan diksi "Asraa" terdapat
pula Dalam surat 8:67, 70, yang artinya "tawanan", bentuk kata benda
(isim). Dalam konteks ayat 17/1 ini, "Memperjalankan dalam
penjagaan" sebagai kata kerja (fi'il). Kalimat ini memberi pengertian
bahwa Rasulullah SAW itu di Asraa-kan dalam pengertian di Mi'rajkan oleh Allah
SWT, bukan Asraa dengan sendirinya atau kehendak beliau sendiri tetapi dengan
keilmuan dan kekuasaan Allah SWT yang memperjalankannya.
3. Bi-‘Abdihii (Hamba-Nya)
Diksi Bi'abdihi, mengacu
pada sifat "Ubudiyah" atau Penghambaan seorang hamba kepada
Allah SWT.. Kata sifat "Ubudiyah" merupakan kata yang rasanya
pahit, yang sulit dan yang dibenci oleh manusia, jika terjadi diantara sesama
makhluk, Tetapi penghambaan dari makhluk kepada Al-Khaliq justru
sebaliknya, yaitu Al-Khaliq yang dipertuan itulah yang akan
memberi karunia kepada orang yang menghambakan diri kepadaNya, sesuai isi surat adz-Dzariyat;51:56.
Karena itu maka “Ubudiyah”
disini adalah suatu kemuliaan, apabila pengabdian itu meningkat, maka pemberian
karunia dari Allah Yang Maha Suci itu ditingkatkan pula. seperti yang terjadi
pada diri Nabi Isa as. putra Maryam yang disebutkan oleh Allah SWT dalam surah
an-Nisa’;4:172 "Al-Masih tiada enggan menjadi hamba bagi Allah SWT. Disamping
itu, dan kata "Bi'abdihi" adalah seorang hamba yang
terdiri dari jasad dan ruh sekaligus sebagai jawaban atas penolakan sebagian
orang bahwa perjalanan malam hari Rasulullah SAW ini hanya terjadi dengan
ruhnya saja tanpa jasad, padahal kata "’Abd" (hamba) dipakai untuk
ruh beserta jasadnya sekaligus, sehingga tidak ada orang yang mengatakan ruh
itu sebagai "’Abd" atau jasad yang tidak ber-ruh sebagai 'Abd”. Perjalanan
Nabi tentu jasad yang utuh (ruh dan jasad).
4. Lailan (Pada suatu malam)
Allah SWT telah
memperjalankan pada waktu malam hari, mengapa Rasul SAW diberangkatkan pada
malam hari? Disini kita sepakat bahwa Rasulullah SAW diperjalankan secara
logis, secara nyata dan riil, maka sekarang kita akan masuk pada keterangan
yang juga logis dan ilmiah serta cocok untuk ilmu kejiwaan. Masih ingat kisah
Adam yang dulunya tinggal didalam Jannah (surga) yang kita artikan sebagai kebun yang subur yang
berada diluar planet bumi. Hal ini terbukti pada ayat ke-14 dan ke-15 dari
surah An Najm (53) yaitu “Di Sidratil Muntaha”,”Di dekatnya ada Jannah tempat
tinggal, Dan kemudian lihat juga QS. Thaha;20:117-119 maka akan ditemukan
antara Jannah yang termaktub dalam surat an-Najm:15 itu dengan Jannah dimana
dulunya Adam dan istrinya pernah tinggal sebelum "diterbangkan" ke planet bumi. Kalau dicermati dengan baik, Jannah
tempat tinggal Adam pertama kali, itu dikatakan tidak akan merasa kepanasan, dapat
diasumsikan bahwa Jannah itu letaknya di Muntaha
dimana Rasulullah SAW melakukan perjalanannya pada peristiwa Mi'raj. Jadi, Muntaha
adalah nama sebuah tempat atau
sebuah planet yang berada diluar angkasa yang kedudukannya berada di atas orbit
bumi, seperti halnya dengan kedudukan planet Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus,
Neptunus dan Pluto, (baca: "Peta Ruang Angkasa" atau Studi Kritis
Pemikiran Islam oleh Armansyah).
5. Min al-Masjidil Haraam Ila
al-Masjidil Aqsha (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa)
Penyebutan dari Masjidil
Haraam (Makkah) menuju ke Masjid Al-Aqsha (Palestina) Dimulainya perjalanan
Rasulullah SAW, Seperti yang diketahui bersama, Masjidil Haraam adalah rumah
peribadatan yang pertama kali dibangun untuk manusia oleh Allah SWT yang
akhirnya dasar-dasarnya ditinggikan oleh Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi
Ismail as, Tempat tersebut juga merupakan awal bertolaknya da’wah serta tempat
berdomisilinya Rasulullah SAW. Menurut Haikal Sulaiman Masjid Al-Aqsha sendiri
waktu itu belum ada, yang ada Bait Al-Maqdis di Palestina, hal
ini sesuai sabda Rasulullah SAW. Dimana ketika kaum Quraisy menanyakan kepada beliau tentang
perjalanan Isra', dan ditanya tentang hal-hal di Bait
Al-Maqdis, lalu tidak dapat
menerangkannya sampai-sampai bimbang.:
سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ
عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَمَّا كَذَّبَتْنِي قُرَيْشٌ قُمْتُ فِي
الْحِجْرِ فَجَلَا اللَّهُ لِي بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَطَفِقْتُ أُخْبِرُهُمْ عَنْ
آيَاتِهِ وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَيْهِ
Dari Jabir bin Abdillah ra.,
beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda:“Tatkala kaum Quraisy mendustakanku
(tentang Isra' dan Mi'raj), aku berdiri di Hijr lalu Allah menggambarkan
didepanku keadaan di Bait Al-Maqdis dan tanda-tandanya hingga mampu aku
menerangkannya kepada mereka tetang tanda-tandaya (seluruh keadaan), sedang aku terus melihatnya (Bait
Al-Maqdis)” (HR. Bukhari 3886/4710)
hal ini membuktikan bahwa Rasul
SAW memang tidak pernah pergi kesana malam itu, melainkan pergi ke "Masjid
Al-Aqsha" yang terletak di Muntaha. Aqsha bukanlah
nama, arti Masjidil Aqsha adalah Masjid yang jauh atau Tempat sujud yang
terjauh.
Masjidil Aqsha yang menjadi
tempat tujuan Rasulullah SAW adalah Tempat bersujudnya para Malaikat terhadap
Adam sekaligus menjadi tempat bersujudnya Rasulullah SAW kepada Allah SWT pada
saat beliau menerima perintah shalat yang letaknya sangat jauh dari bumi dan
hanya terdapat di Muntaha.
6. Baraaknaa_Haulahuu (Yang telah Kami berkahi sekelilingnya)
Kata hau lahuu atau
Kami berkahi sekelilingnya adalah diperuntukkan untuk tempat disekitar
perjalanan Rasulullah SAW tersebut, sebenarnya kata ini adalah ditujukan kepada
diri Rasulullah SAW sendiri. Jadi, Istilah "disekelilingnya" =
disekeliling Rasulullah SAW. Sementara arti Barakah adalah penjagaan, yaitu
penjagaan yang melingkupi diri Rasulullah SAW pada saat diperjalankan (Asraa)
itu.
7. Linuriyahuu Min Ayatinaa (Kami perlihatkan kepadanya sebagian
dari tanda-tanda Kami)
Maksud "Diperlihatkan"
Yaitu, diperlihatkan kepada Rasul SAW dengan mata kepala, masalah Mi'raj pada
surah 17/1 ini, AlQur'an menggunakan kalimat "Linuriyahu min
aayatina" artinya: "untuk Kami perlihatkan kepadanya
tanda-tanda Kami" yaitu tanda-tanda kebesaran Allah SWT, atau "Laqad
ra-aa min aayaati Rabbihi alkubraa." "Sesungguhnya ia
telah melihat sebagian tanda-tanda Tuhannya yang besar/hebat." (QS.
an-Najm;53:18)
8. Innahuu Huwas Samii’ul Bashiir (Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Melihat)
Dipenghujung ayat ini,
menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Esa, selalu melihat, mendengar, memperhatikan
dan menentukan setiap gerak dzahir bathin dari seluruh wujud disemesta raya
ini. Semua itu berjalan secara wajar melalui garis kausalita. Dan tidak seorangpun
yang terlepas dari ketentuan Allah SWT, hal ini relevan dengan QS. 2;284-286.
Sebagai wujud dari rasa penerimaan/keimanannya terhadap peristiwa isra_mi’raj
tersebut yaitu selalu memelihara, menjaga shalat berkualitas yang kita lakukan dalam
kehidupan selama ini (QS.20:132)
Wallaahu a’lam bish-shawaab
Tidak ada komentar: