Oleh.
Ust. Drs. H. Nurdin Hasan, M.Ag
Dosen
AIK UMM dan CMM
Agama Islam mengajak seluruh ummat manusia
supaya berfikir dan menggunakan akalnya dan bahkan dianjurkan untuk berfikir
dalam hal ciptaan Allah Ta’ala
yakni apa-apa yang
ada dilangit, dibumi, dalam diri sendiri dan nikmat–nikmat
Allah SWT berupa janji dan ancaman dan persiapan untuk menghadap
Allah SWT, yang tidak dibolehkan adalah
kita berfikir tentang
zat Allah SWT. dan
berfikir adalah salah satu bentuk Ibadah kepada Allah SWT
secara umum
تفكَّرُوا فِي خَلْقِ اللهِ ،
ولَا تَفَكَّرُوا فِي اللهِ
Berfikirlah kamu semua perihal makhluk
Allah (apa-apa yang
diciptakan oleh Allah) dan janganlah kamu seklian
berfikir mengenai
Dzaat Allah. HR. Abu Nuaim, 2976 hasan, Shahihul jami’
Tujuan pemikiran itu adalah untuk membangunkan akal dan menggunakan tugasnya dalam berfikir, mengenangkan, dan menyelidiki yang dengan demikian itu akan sampailah
manusia pada petunjuk yang memberikan penerangan sejelas-jelasnya mengenai
peraturan-peraturan kehidupan maka
akan sampai kepada ma’rifat
Allah SWT (mengenal
Allah SWT )
Firman Allah SWT.
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ
قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ
فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya
berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka. (QS ali-Imran 3 : 191 )
Dalam Al-Qur’an banyak kita ketemukan
isitlah-istilah al-Qur’an tentang
ajakan kita untuk berfikir. Misalnya afalaa ta’qilun apakah kamu tidak berakal, afalaa tatafakkaruun apakah kamu tidak berfikir, afala tatadabbaru apakah kamu tidak mentadabbur ayat-ayat al-Qur’an, ya Ulil albab wahai orang-orang berakal dll.
Jadi berfikir adalah
salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah SWT. Akan
tetapi apakah yang
menjadi bahan pemikiran itu untuk memperoleh sesuatu manfaat, maka para sufi menjelaskan bahwa setidaknya ada lima
hal yang harus dijadikan
sebagai obyek pemikiran
untuk memperoleh manfaat.
Pertama : Berfikir tentang
keajaiban –keajaiban ciptaan Allah
SWT yaitu berupa alam
semesta, langit dan bumi serta seluruh isinya
yang sangat mengagungkan ini menunjukan ke Agungan-Nya ciptaan-Nya, kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya.
Berfikir tentang tanda-tanda kekuasaan Allah
SWT akan membuahkan Tauhid dan yakin (mengesakan Allah dan yakin) akan kebesaran Allah SWT.
Firman Allah SWT.
قُلِ ٱنظُرُواْ مَاذَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَمَا تُغۡنِي
ٱلۡأٓيَٰتُ وَٱلنُّذُرُ عَن قَوۡمٖ لَّا يُؤۡمِنُونَ
Katakanlah:
"Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat
tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman". (QS Yunus : 101 )
Kedua. Berfikir tentang nikmat-nikmat Allah SWT. Jika kita mau berfikir sejenak betapa banyak dan besar nikmat Allah SWT yang
diberikan kepada kita masing-masing, sehingga tidak mungkin bisa kita menghitung
dan menjumlahkannya, baik nikmat-nikmat yang berada pada diri kita
berupa jasmani dan rohani, maupun nikmat-nikmat yang datang
kepada kita berupa sandang, pangan, papan, ilmu-ilmu dan lebih-lebih berupa petunjuk agama (hidayah) dsb., maka berfikir
tentang nikmat–nikmat Allah SWT itu sangat penting karena bisa membuahkan rasa cinta dan syukur
kepada Allah SWT.
فَٱذۡكُرُوٓاْ ءَالَآءَ ٱللَّهِ
لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.(QS Al-A’raaf 7 : 69)
Ketiga Berfikir tentang janji Allah SWT. Bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dijanjikan atasnya yaitu kebahagian yang sesungguhnya baik didunia yang
sementara ini maupun diakhirat yang kekal dan abadi.
وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ
فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang
besar. (QS
Al-Ahzab 33 : 71 )
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ
أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ
وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan.(QS .An-Nahl 16 : 97 )
Maka berfikir tentang janji Allah SWT itu sangat berguna
bagi hamba Allah
SWT yang beriman, sebab bisa membuahkan rasa senang kepada Akhirat dan bahagia
di dunia dengan
amal saleh tentunya, berbeda dengan
orang yang tidak beriman.
أَفَمَن كَانَ مُؤۡمِنٗا كَمَن كَانَ
فَاسِقٗاۚ لَّا يَسۡتَوُۥنَ
Maka apakah orang yang beriman seperti orang
yang fasik (kafir)?
Mereka tidak sama. (QS. As-Sajdah 32 : 18 )
Keempat Berfikir tentang
ancaman Allah SWT. Disamping janji Allah SWT yang menyenangkan, Al-Qur’an juga banyak menyebutkan tentang ancaman-Nya yang sangat menakutkan. Tentu saja ancaman itu ditujukan kepada orang orang yang mendustakan Allah SWT dan Rasul-Nya atau orang –orang yang tidak mentaati-Nya dan melanggar larangan-Nya.
فَكُلًّا أَخَذۡنَا بِذَنۢبِهِۦ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya (Q.S Al-Ankabut 29 : 40 )
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ
وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ
Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Q.S Al-Ankabut 29 : 40 )
Berfikirlah tentang ancaman Allah
SWT dapat membuahkan rasa takut untuk melakukan
perbuatan maksiat.
Kelima. Berfikir tentang kekurangan diri dalam mentaati dan menjalankan perintah–perintah Allah SWT, pada hal Allah SWT telah berbuat baik terhadapnya.
Jika kita berfikir
dengan baik, maka kita merasa malu kepada Allah
SWT, sebab Allah SWT berbuat sangat banyak kebaikan
kepada kita. Dengan ampunan-Nya, Rahmat dan Kasih sayang-Nya serta segala macam kenikmatan-Nya tiada terhingga, namun sebaliknya ketaatan yang kita persembahkan kepada-Nya masih sangat sedikit, tidak ada artinya apa-apa bila dibandingkan dengan
berbagai nikmat
ilahi, maka sepantasnya kita merasa malu kepadanya sebab kita diciptakan bukan lah sia-sia dan bahkan kita akan kembali kepada-Nya.
أَفَحَسِبۡتُمۡ أَنَّمَا
خَلَقۡنَٰكُمۡ عَبَثٗا وَأَنَّكُمۡ إِلَيۡنَا لَا تُرۡجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (saja),
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Q.S Al-Mu’minun 23 : 115 )
“Berfikirlah tentang kekurangan diri dari taat
kepada Allah SWT membuahkan rasa haya (malu) kepada
Allah SWT.
Tidak ada komentar: