Tafsir QS. Al-Qiyamah, ayat 3-9 Ibnu Katsir
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ
أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ (3) بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
(4) بَلْ يُرِيدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ (5) يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ (6) فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ (7) وَخَسَفَ الْقَمَرُ (8) وَجُمِعَ
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ (9)
Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami
kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna. Bahkan manusia itu
hendak berbuat maksiat terus-menerus. Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat
itu?” Maka apabila mata terbelalak (ketakiitan) dan apabila bulan telah hilang
cahayanya dan matahari dan bulan dikwnpulkan
Firman Allah SWT.:
أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ
أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ
Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? (Al-Qiyamah: 3)
Yaitu di hari kiamat nanti, apakah dia mengira
bahwa Kami tidak mampu mengembalikan tulang belulangnya, lalu menghimpunkannya
kembali dari tempat-tempatnya yang berserakan.
بَلَى قَادِرِينَ عَلَى
أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun
(kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (Al-Qiyamah: 4)
Sa'id ibnu Jubair dan AL-Aufi telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah kuku atau teracaknya. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan
Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengemukakan alasannya, bahwa
sesungguhnya jika Allah SWT menghendaki, bisa saja Dia melakukan hal itu di
dunia ini. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa firman-Nya: Kami kuasa.
(Al-Qiyamah: 4) merupakan kata keterangan keadaan dari firman-Nya "Najma'a.”
Makna yang dimaksud ialah apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan kembali tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami akan
mengumpulkannya kembali, dan Kami mampu untuk menyusun kembali jari jemarinya.
Yakni Kekuasaan Kami mampu untuk menghimpunkannya, dan seandainya Kami
kehendaki, niscaya Kami membangkitkannya dengan lebih sempurna dari sebelumnya,
maka Kami menjadikan jari jemarinya dalam keadaan rata alias sama panjangnya.
Demikianlah pengertian dari pendapat Ibnu Qutaibah dan Az-Zujaj.
Firman Allah SWT.:
بَلْ يُرِيدُ الإنْسَانُ
لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus.
(Al-Qiyamah: 5)
Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, yakni terus-menerus dalam kedurhakaannya. Al-Aufi telah meriwayatkan
dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: hendak membuat maksiat
terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5) Yakni berangan-angan, seorang manusia
berkata pada dirinya, "Aku akan berbuat maksiat, kemudian bertobat sebelum
kiamat terjadi." Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah
ingkar kepada perkara hak sebelum hari kiamat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya: hendak membuat maksiat terus-menerus. (Al-Qiyamah: 5)
Maksudnya, berjalan terus ke depan mengikuti hawa nafsunya.
Al-Hasan mengatakan bahwa anak Adam tidak akan
pernah merasa puas dalam memperturutkan hawa nafsunya kepada perbuatan durhaka
terhadap Allah terus-menerus kecuali orang yang dipelihara oleh Allah SWT dari
perbuatan maksiat.
Telah diriwayatkan dari Ikrimah, Sa'id ibnu
Jubair, Ad-Dahhak, dan As-Saddi serta selain mereka yang bukan hanya seorang
dari kalangan ulama Salaf, bahwa makna yang dimaksud menyangkut orang yang
menyegerakan perbuatan-perbuatan dosa dan menangguh-nangguhkan tobatnya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah orang kafir yang mendustakan hari hisab.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid, dan inilah yang lebih kuat dan
lebih sesuai dengan makna yang dimaksud.
Oleh karena itu, maka disebutkan dalam firman
berikutnya:
يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ
Ia bertanya, "Bilakah hari kiamat itu?”
(Al-Qiyamah: 6)
Yakni dia menanyakan bilakah hari kiamat itu?
Akan tetapi, pertanyaan yang diajukannya itu mengandung nada tidak percaya akan
kejadiannya dan mendustakan keberadaannya. Seperti yang disebutkan dalam ayat
lain melalui firman-Nya:
وَيَقُولُونَ مَتى هذَا
الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صادِقِينَ قُلْ لَكُمْ مِيعادُ يَوْمٍ لَا
تَسْتَأْخِرُونَ عَنْهُ ساعَةً وَلا تَسْتَقْدِمُونَ
Dan mereka berkata, "Kapankah (datangnya)
janji ini, jika kamu adalah orang-orang yang benar?” Katakanlah.”Bagimu ada
hari yang telah dijanjikan (hari kiamat) yang tiada dapat kamu minta mundur
darinya barang sesaat pun dan tidak (pula) kamu dapat meminta supaya diajukan."
(Saba': 29-30)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ
Maka apabila mata terbelalak (ketakutan).
(Al-Qiyamah: 7)
Abu Amr ibnul Ala mengatakan bahwa bariqa
artinya terbelalak. Apa yang dikatakannya mirip dengan pengertian yang terdapat
di dalam firman Allah SWT.:
لا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ
طَرْفُهُمْ
sedangkan mata mereka tidak berkedip-kedip.
(Ibrahim: 43)
Bahkan mata mereka terbelalak karena ngeri
menyaksikan pemandangan di hari kiamat, mata mereka terbelalak ke sana kemari tidak
menentu karena dicekam oleh rasa takut yang hebat. Sedangkan ulama lainnya
membacanya baraqa, tetapi maknanya berdekatan dengan pendapat yang
pertama. Makna yang dimaksud ialah bahwa pandangan-pandangan mata di hari
kiamat terbelalak dan tidak berkedip serta bingung karena dahsyatnya
pemandangan yang terjadi di hari kiamat yang sangat mengerikan.
Firman Allah SWT.:
وَخَسَفَ الْقَمَرُ
dan apabila bulan telah hilang cahayanya.
(Al-Qiyamah: 8)
Maksudnya, sinarnya lenyap.
وَجُمِعَ الشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ
dan matahari dan bulan dikumpulkan.
(Al-Qiyamah: 9)
Mujahid mengatakan bahwa matahari dan bulan
digulung.
Dan Ibnu Zaid sehubungan dengan tafsir ayat ini
membaca firman Allah SWT.: Apabila matahari digulung dan apabila
bintang-bintang berjatuhan. (At-Takwir: 1-2)
Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa
dia membacanya dengan bacaan berikut, "Dan dihimpunkan antara matahari
dan bulan."
Tidak ada komentar: