Tanya Jawab Agama: Batal Puasa Karena Bekerja Berat

Batal Puasa Karena Bekerja Berat
(Tanya Jawab Agama)


Pertanyaan:

Saya seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta milik orang asing. Tugas saya kadang di kantor tetapi sering di lapangan dan tidak jarang harus keluar masuk hutan. Tugas lapangan tersebut    tidak tentu waktunya. Apabila dibutuhkan, baru satu minggu di kantor saya harus turun lagi ke lapangan. Pada bulan Puasa saya sering juga bertugas di lapangan dan melaksanakan tugas yang berat, sehingga sering saya tidak kuat berpuasa. Tetapi kalau pekerjaan itu tidak begitu berat, saya masih mampu berpuasa. Pernah beberapa kali saya membatalkan puasa setelah lewat tengah hari, karena badan  sudah tidak kuat lagi dan pekerjaan tersebut harus segera selesai.  Begitulah aturan dari perusahaan, kalau tidak selesai maka kondite  akan dinilai jelek/rendah. Disamping itu, juga akan mempengaruhi penghasilan. Saya sudah berkeluarga, anak-anak membutuhkan biaya.  Karena itu, pekerjaan tersebut tetap saya lakukan.

Adapun yang saya tanyakan, apakah kalau saya membatalkan puasa di siang hari (karena saya tidak mampu lagi) dianggap melecehkan puasa dan saya berdosa? Dan bagaimanakah cara saya membayar  puasa yang saya tinggalkan itu, apakah dengan membayar fidyah atau dengan mengqadla? (Saiful Bachri, Jakarta).  <1>


Jawaban:

Agama Islam disyari'atkan Allah SWT adalah sesuai dengan  kamampuan manusia. Karenanya, pada dasarnya apa yang diperintahkan  Allah SWT dan Rasul-Nya mampu dilakukan oleh manusia (umat Islam).   Tidak rmmgkin Allah SWT membebankan sesuatu yang di luar kemampuan rmnusia. Dalam pada itu pelaksanaan kewajiban agama Islam oleh   rmsing-masing individu masih juga diukur dan dikaitkan dengan kemampuan individu tersebut.

Sebagai contoh, shalat adalah wajlb dikerjakan dengan cara berdiri, tetapi apabila seseorang tidak mampu melakukan dengan cara berdiri karena sakit, umpamanya, makai a bisa dilakukan dengan duduk, berbaring dan bahkan hanya dengan isyarat pun boleh apabila itu merupakan batas kemampuannya. Orang yang tidak bisa wudlu karena sakit atau tidak ada air maka bisa dengan diganti dengan tayamum. Inilah yang dimaksud dengan rukhsah (keringanan)

 

Prinsip keringanan dan kemudahan diberikan  dalam melaksanakan  perintah agama, karena Islam disyari'atkann bukan untuk menyulitkan manusia. Prinsip ini didasarkan firman Allah SWT dalam surat al-Haj   (22) ayat 78, surat an-Nisa' (4) ayat 28, surat al-Baqarah (2) ayat 185. 

Demikian halnya dalam melaksanakan ibadah puasa. Sebagai hukum azimah (keharusan), puasa diwajibkan kepada semua orang Islam yang sudah baligh. Namun bagi orang yang kesulitan puasa  diberikan rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa. Hal yang demikian diberikan kepada orang yang sakit atau musafir (orang yang sedang bepergian) boleh tidak berpuasa dan menggantinya pada hari yang Iain. Rukhsah ini berdasarkan surat al-Baqarah (2) ayat  184. Sebab kalau orang-orang tersebut tetap diwajibkan puasa, akan timbul masyaqah (kesulitan/keberatan).

Dalam pada itu bentuk keringanan untuk tidak berpuasa ada bermacam-macam, seperti boleh tidak berpuasa dan tidak mengganti pada hari yang Iain tapi harus membayar fidyah 1 mud (0,5 kg) makanan kepada fakir miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya. Untuk ini, selengkapnya bisa dibaca "Tuntunan Shiyam (Puasa) Ramadlan" yang dimuat dalam Berita Resmi Muhammadiyah No.03/1995-2000, Rajab 1416/Desember 1995, halaman 6-8.


Mengenai kasus yang ditanyakan, idealnya selama bulan Ramadhan orang Islam hendaknya bekerja disesuaikan dengan kemamampuan fisik yang sedang puasa. Tetapi karena yang mengatur pekerjaan itu bukan diri penanya sendiri melainkan orang Iain yang kurang/belum begitu memahami kedudukan puasa dalam agama Islam, maka dalam mentarget pekerjaan kurang mernperhatikan kondisi pekerja yang sedang berpuasa. Karena penanya sendiri adalah pihak yang memerlukan pekerjaan tersebut untuk menghidupi keluarga, maka tidak ada salahnya penanya bekerja keras pada bulan puasa. Sebab kalau tidak, seperti penanya katakan, akan mempengaruhi kondite dan penghasilan penanya.

Persoalan tidak mampu berpuasa, selama ketidakmampuan itu bukan dibuat-buat maka tidak berdosa. Pekerjaan penanya termasuk jenis pekerjaan yang berat, perlu didukung oleh fisik yang prima. Kalau fisik lemah dan dipaksa bekerja berat bisa menimbulkan petaka (sakit).

Padahal Allah SWT melarang umat manusia mencelakakan dirinya sendiri, sebagaimana difirmankan dalam surat al-Baqarah (2) ayat 195:


 وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ


 “dan janganlah kamu mencampakkan dirimu ke dalam kebinasaan” (QS al-Baqarah: 195).

Bagi orang yang tidak sanggup berpuasa kecuali dengan kesukaran yang sangat berat, seperti orang yang sangat tua, orang yang sakit- sakitan yang tidak ada harapan sembuh, wanita yang sedang hamil dan wanita yang menyusui, Islam memberikan keringanan untuk tidak berpuasa dan menggantinya dengan cara memberi makan kepada seorang fakir miskin pada setiap hari puasa yang ditinggalkannya sebesar 1 mud (0,5 kg). Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah SWT:


وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ


“dan bagi mereka yang tidak sanggup berpuasa, kecuali dengan mengalami kesukaran yang sangat, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin (QS al-Baqarah: 184).


Banyak para ulama yang menggolongkan para pekerja berat ke dalam  kelompok "orang-orang yang tidak mampu berpuasa", dalam surat  al-Baqarah (2) ayat 184 di atas. Mereka ini seumpama pekerja  tambang, para abang becak yang selalu mengayuh becaknya mencari dan menarik penumpang, para masinis yang sehari-harinya menjalankan kereta api, para sopir yang setiap hari menjalankan kendaraan. Oleh karena itu, kalau penanya sedang bekerja berat dapat dimasukkan di dalam kelompok ini, sehingga boleh tidak berpuasa sejak pagi hari.


Menurut keumuman firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 184 di atas, penanya bisa membayar fidyah, tidak mengqadla. Akan tetapi menurut kami, penanya harus mengqadla puasa, bukan membayar fidyah. Hal ini karena penanya punya kesempatan untuk melaksanakan qadla sewaktu bekerja di kantor atau sewaktu di lapangan ketika tidak  sedang bekerja berat.


Referensi
1. Fatwa-fatwa Tarjih. Tanya Jawab Agama Jilid 5. Suara Muhammadiyah

Tanya Jawab Agama: Batal Puasa Karena Bekerja Berat Tanya Jawab Agama: Batal Puasa Karena Bekerja Berat Reviewed by sangpencerah on Februari 28, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar: