TIPOLOGI MANUSIA PASCA RAMADHAN

TIPOLOGI MANUSIA PASCA RAMADHAN



 

Secara umum manusia dalam menyikapi kondisi pasca Ramadhan adalah beragam sikap dan bentuknya, padahal dalam konteks keagamaan, mestinya manusia harus Tadabbur dengan Ramadhan minimal dapat mengambil pelajaran dan manfa’at setelah mendapat latihan dan gemblengan selama Ramadhan. Karena Ramadhan merupakan akselerasi kebajikan dan latihan paling lama dan utama, dibandingkan latihan lain yang diterapkan oleh Islam.  Dalam al-Qur’an orang beriman (mukmin) dikelompokkan dalam tiga bagian, pertama manusia lebih cenderung berbuat kejahatan-kejahatan dari pada kebaikan, kedua bersikap netral (seimbang) antara berbuat kebaikan dan kejelekan dan yang ketiga manusia yang cenderung berbuat kabaikan dari pada kejahatan, sebagaimana firman Allah SWT:

 

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

 

 “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” (QS. Fathir;35:32)

 

yang dimaksud dengan Orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding lurus dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan.

 

Itulah pembagian manusia (tipologi) beriman yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk memegang amanah berupa al-Quran. Bagaimana dengan orang yang bukan pilihan Allah SWT? Ketika mereka berhadapan dengan al-Qur’an, tentu mereka tidak berbeda dengan orang Munafiq dan orang Kafir.

 

Kaum munafiqun meruapakn kaum yang sangat berbahaya dalam pengembangan dan kemajuan dakwah Islam, yang dalam pepatah Indoensia dikenal “musuh dalam selimut” jika dibandingkan dan sama-sama non muslim, mending orang kafir daripada munafiq.  Bahkan ada yang Berkedok Islam namun jauh dari kata mukmin sejati. Kaum munafiq tidak hanya ada di jaman Rasul, bahkan di jaman sekarang orang munafiq jauh lebih banyak dan lebih terang-terangan. Dan hal ini sangat banyak ayat Allah SWT yang menceritakan sikap dan sifat orang-orang munafiq dan orang kafir, serta bagaimana cara menghadapinya; diantaranya;

 

1.        Menasehati dengan hikmah

Mulailah dengan bersikap lembut pada mereka. Jika ingin memberikan nasehat, maka nasehati dengan baik dan penuh ketulusan. Dengan begini, kita juga menunjukkan betapa Islam itu penuh dengan kasih sayang dalam saling mengingatkan. Sebagaimana firman Allah SWT;


 خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ


Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. al A’raf;7:199)

 

2.        Menahan diri

Dalam hal ini jangan sampai kita terpancing oleh tipu daya dan muslihat mereka,

Karena mereka selalu berusaha mengajak kita mengikuti kemunafiqan mereka dengan tetap bertopengkan ‘Islam’. Mereka akan terlihat begitu indah di mata kita, sebagaimana penjelasa al-Qur’an;


وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ



Dan apabila kamu melihat mereka, penampilan mereka mengagumkanmu. Dan jika mereka berkata, kamu (terpukau dan suka untuk) mendengarkan tutur katanya. (QS. al Munafiqun;63:4)

Dan hal ini yang harus hindari. Kekaguman pada mereka harus bisa kita tahan. Sadari bahwa mereka hanya orang munafiq yang telah dijanjikan tempatnya di neraka oleh Allah SWT. Keindahan yang mereka tunjukkan hanya kebohongan belaka, sama seperti setiap perkataan yang mereka ucapkan.

 

3.        Bersikap keras

Perintah Allah SWT untuk berbuat tegas keras pada mereka munafiq dan kafir.


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

 

Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.(QS. At-Taubah;9:73)

 

Itulah contoh sikap kita sebagai muslim sejati dan komitmen denganajarn  agama yang di yanikinya.

 

Demikian juga bagi orang yang beriman setelah menjalankan ibadah shaum (puasa selama 1 bulan), mereka juga berkelompok-kelompok dalam mengambil pelajaran (I’tibar) diantaranya:

 

1.      Menyikapi dengan penuh harap dan cemas, Menjalin kemesraan dengan Allah SWT  di bulan Ramadhan dengan segala upaya dan usaha untuk mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah SWT. Seperti mereka selalu dzikir baik hati maupun lisan, memperbanyak berbuat kebaikan, sikap, amal shalih dan lain sebagainya, dengan kata lain tiada hari-hari Ramadhan malainkan peningkatan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Karena mereka merasa berkesempatan untuk memperbaiki diri, terutama permohonan ampun, sehingga mereka selalu hidup dalam 2 hal cemas harap kwatir tidak mendapat ampunan dariNya. Firman Allah SWT:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

    

      “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada (Allah SWT) Tuahn mereka”* (QS. al-Mu’minun 23:60)

 

      *Maksudnya: Karena tahu bahwa mereka akan kembali kepada Allah SWT untuk dihisab, Maka mereka khawatir kalau-kalau pemberian-pemberian (shadaqah, infaq) yang mereka lakukan, dan amal ibadah yang mereka kerjakan itu tidak diterima Allah SWT.

 

2.      Menyikapi dengan positif, artinya mereka tetap menghormati kehadiran bulan yang agung ini, dengan berbagai usaha yang dilakukan di dalamnya, akan tetapi karena mereka sebelum Ramadhan banyak bergelimangan dalam masalah pengingkaran terhadap ajaran agama, disamping banyak khilaf dan kelalaian dalam menjalankan perintah agama, setelah Ramadhan berlalu, maka semua kebaikan yang dikerjakan di bulan Ramadhan, juga berlalu begitu saja, tanpa atsar (bekas) pada diri (tidak berpengaruh) dalam kehidupan setelahnya. Mestinya mereka memelihara dan meneruskannya, bukan malah di rusak. Firman Allah SWT :


وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا

      

    “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali,..”(QS.an-Nahl;16:92)

 

      Padahal mereka tahu dan sadar bahwa Allah SWT tidak akan bisa merubah nasib seseorang, melainkan orang itu sendiri yang harus merubahnya.firman Allah SWT:

 

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ

 

“….Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan* yang ada pada diri mereka sendiri …”(QS. Ar-Ra’du;13:11)

     

*Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka.

 

3. Menyikapi Ramadhan dengan biasa-biasa saja, tidak merasa senang dan tidak susah, ada amalan di bulan Ramadhan, ya ikut melaksanakan, begitu berlalu Ramadhan, ya berlalu juga amalannya, tidak ada upaya untuk menambah amalannya di bulan berlipatgandanya segala amal kebaikan, anehnya mereka justru tidak shaum, dan shalat tarawih dikerjakan, sehingga bertambah banyaklah noda dan dosa di bulan Ramadhan. Padahal kalau kita pikir orang hidup di dunia ini ibarat seorang pengembara, ia tentunya mempersiapkan segala perbekalan yang cukup untuk kemaslahatan selama dalam perjalanan. Demikian juga kita hidup di duna ini esensinya berjalan menuju akhirat yang lebih jauh dan tiada terduga, maka harus mempersiapkan bekal yang cukup banyak untuk kemaslahatan di akhirat nanti, bulan Ramadhan sebagai ajang perlombaan dalam kataatan kepada Allah SWT. Dalam perlombaan ini, ada yang berhasil menang ada juga yang kalah gagal, berbahagialah bagi mereka yang meraih kemenangan di bulan ini, dan bersiap-siaplah bagi mereka yang gagal dalam perlombaannya dalam mengahadapi adzab Allah SWT.

Untuk mempersiapkan bekal dalam perjalanan ke akhirat, maka bershiyamlah dengan menahan lapar dan dahaga sebagai persiapan di hari lapar dan dahaganya di akhirat kelak. Shalatlah di penghujung gelapnya malam, sebagai persiapan menghadapi gelapnya alam kubur, dan berinfaqlah di saat masih hidup dan lapang kepada penerima shadaqah sebagai persiapan di saat sempit dan tidak ada yang mau menerima shadaqah. 

 

Bagaimana kita mengetahui bahwa amalan kita diterima Allah SWT, di bawah bisa dijadikan indikatornya dalam pepatah arab di ungkapkan:

 

الحسنة تقول أخي أخي، والمعصية تقول أخي أخي


Amal-amal kebajikan menyeru, “(kemarilah) saudaraku.. saudaraku ” Dan amalan dosa juga menyeru, “(kemarilah) saudaraku.. saudaraku”

 

Demikian juga kata penyair

 

من ثواب الحسنة الحسنة بعدها ، ومن جزاء السيئة السيئة بعدها


Diantara ganjaran amal shalih adalah amal shalih setelahnya. Dan diantara ganjaran dosa adalah dosa setelahnya.

 

Jika seseorang setelah melakukan suatu ketaatan kepada Allah SWT yang berupa perintah kewajiban agama dalam kehidupan ini, apakah semakin rajin dan giat melakukan amalan yang sama atau yang berbeda, maka itulah tanda-tanda diterimanya sebuah amal. Sebaliknya jika  setelah selesai dengan kataatan, lalu selesai juga tanpa tersisa satupun, maka berhati-hatilah itu tanda amalan yang tidak diterima, hanya sebatas menggugurkan kewajiban dalam beragama.

 



TIPOLOGI MANUSIA PASCA RAMADHAN  TIPOLOGI MANUSIA PASCA RAMADHAN Reviewed by sangpencerah on April 26, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar: