DAHSYATNYA KALIMAT ISTIRJA’

   DAHSYATNYA KALIMAT ISTIRJA’
Oleh Ust. Drs. Muhammad Ibrahim M.Pd
(Guru MTs N 1 Kota Malang, KOKAM, & CMM;260)


Kalimat istirja’ adalah kalimat yang berbunyi  inaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun

Allah SWT ajarkan kalimat ini agar dibaca oleh kaum muslimin yang sedang mengalami, menyaksikan, atau mendengar informasi baik dari media sosial, berita dan lain-lain dari kejadian yang berupa  musibah.

Kalimat istirja ini. Memang telah menjadi kekeliruan dalam kalangan masyarakat kita, yaitu selalu mengaitkan kalimat ini dengan berita kematian saja. Padahal, kalimat tersebut sepatutnya diucapkan untuk semua jenis musibah mulai yang terkecil ampai yang terbesar dalam kehidupan manusia, misal, seseorang dalam sebuah perjalanan kakinya kesandung batu atau yang sejenisnya, atau kecelakaan lainnya yang mengakibatkan banyak korban atau tidak ada korban, maka semestinya kaum muslimin menguncapkan kalimat istirja’ atau tarji’. Kalimat ini ditemukan dalam al-qur’an surat al-Baqarah;2:156.


ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ 


“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".

 

Sebagai bukti keimanan seseorang dan mengaku dirinya bersaudara sesama muslim, maka tidak cukup hanya dengan mengucapkan kalimat tarji’ ini, tapi harus juga diikuti dengan mendoakannya, sesuai dengan jenis musibah yang didengar, disaksikan atau dialaminya. Karena itu Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita umatnya, dalam sabdanya ; misalnya musibah itu menimpa dirinya atau orang lain, atau bencana lainnya.:

 

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أَجِرْنِي(ناَ) فِي مُصِيبَتِي(ناَ)  وَأَخْلُفْ لِي (لَنَاَ)  خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

.

Dan jika musibah itu berupa kematian, maka kita ucapkan


إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُون، اَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ


Inna Lillahi Wainna Ilaihi Rojiun”(sesungguhnya kami milik Allah dan akan Kembali kepada Allah), Yaa Allah ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkankan ia.

 

Supaya apa yang kita ucapkan bermanfaat bagi yang telah meninggal dunia, mengapa demikian, ucapan kalimat tarji’ aja tidak cukup! Karena hakikatnya kalimat itu untuk pengingat dirinya, suatu saat akan menyusul saudaranya yang lebih dulu meninggalkan kita, kembali kepada Allah SWT.

Sebagian ulama menegaskan bahwa kalimat ini tidak diberikan kepada para nabi sebelum nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti yang dinyatakan ulama tabi’in, muridnya Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, yaitu Imam Said bin Jubair. Beliau mengatakan,

 

لم تعط هذه الكلمات نبيا قبل نبينا، ولو عرفها يعقوب لما قاليَا أَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ

 

Kalimat ini belum pernah diberikan kepada seorang nabi-pun sebelum nabi kita (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Andaikan sudah diketahui Ya’qub, tentu beliau tidak akan mengucapkan, “Duhai duka citaku terhadap Yusuf”. Ketika Ya’qub mendapatkan kabar hilangnya Yusuf, beliau tidak mengucapkan, innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun, tapi beliau mengucapkan, Yaa asafaa ‘alaa Yusuf… (Duhai duka citaku terhadap Yusuf).

 

Kandungan Kalimat Istirja’

Kalimat "istirja'" dalam konteks jabatan politik merujuk pada tindakan atau pernyataan seseorang yang mengundurkan diri atau mengajukan pengunduran diri dari posisi politik yang dipegangnya. Istirja' secara harfiah berarti "mengundurkan diri" dalam bahasa Arab

Dalam konteks jabatan sebagai amanah, istirja' dapat menjadi tindakan yang dilakukan oleh seseorang sebagai bentuk tanggung jawab pribadi atas kesalahan atau kegagalan yang terjadi dalam posisi yang diemban. Pengunduran diri tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti skandal korupsi, kegagalan kebijakan yang signifikan, tekanan politik, atau pertentangan dalam partai politik.

Pengunduran diri seorang politisi dengan istirja' dapat memiliki beberapa implikasi politik, antara lain:

a.       Tanggung jawab pribadi: Istirja' mencerminkan prinsip akuntabilitas dan tanggung jawab pribadi atas tindakan atau keputusan yang diambil oleh seorang mendapat amanah. Dalam beberapa kasus, pengunduran diri dengan istirja' dapat dianggap sebagai tindakan moral yang bertujuan untuk mengakui dan mengambil tanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan yang terjadi.

b.      Efek organisasi dan reputasi: Istirja' dapat memiliki efek yang signifikan terhadap reputasi seorang politisi dan partainya. Pengunduran diri dengan istirja' dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap integritas dan kompetensi seorang politisi, serta mengubah dinamika politik di tingkat lokal maupun nasional.

c.       Perubahan dalam amanah dalam organisasi Istirja' seorang mendapat amanah penting dalam konteks sistem politik, terutama jikaseorang yang berusaha menginginkan jabatan tersebut menduduki posisi kunci. Pengunduran diri dengan istirja' dapat menyebabkan perubahan dalam kekuasaan politik, baik dalam hal pembentukan pemerintahan baru, pengangkatan pejabat baru, atau restrukturisasi organisasi

Namun, perlu dicatat bahwa makna dan implikasi istirja' dapat bervariasi tergantung pada konteks politik, budaya, dan sistem politik yang berlaku di suatu negara. Selain itu, tidak semua politisi yang terlibat dalam skandal atau kegagalan akan mengundurkan diri dengan istirja', melainkan mungkin memilih untuk menghadapi jabatan publik yang mungkin timbul.

 

Apa kandungan maknanya?.,Imam al-Qurthubi menjelaskan,

 

قوله تعالىقالوا إنا لله وإنا إليه راجعونجعل الله تعالى هذه الكلمات ملجأ لذوي المصائب، وعصمة للممتحنين، لما جمعت من المعاني المباركة

 

Firman Allah Ta’ala, ‘Mereka mengucapkan Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’ Allah jadikan kalimat ini sebagai sandaran bagi orang yang tertimpa musibah, dan perlindungan (bacaan) bagi mereka yang sedang menjalani ujian. Karena kalimat ini mengandung banyak makna yang berkah.

 

Itulah kata pertama yang keluar dari lisan khalifah pertama umat Islam, Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Ucapan itu sama bunyinya ketika seorang ditimpa suatu musibah. Artinya, semua berasal dari Allah SWT dan pada saatnya akan kembali kepada-Nya. Diangkat menjadi seorang pemimpin negara bagi Abu Bakar ra sama halnya dengan ditimpa suatu musibah.

Abu Bakar ra ingat betul pesan Rasulullah SAW kepadanya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanat dan pada hari akhirat kepemimpinan itu adalah rasa malu dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak serta melaksanakan tugas kewajibannya." (HR Muslim).

 

Dengan dukacita, ia sampaikanlah pidato kenegaraan di hadapan Muslimin. "Wahai umat, aku telah diangkat untuk memerintahmu. Sebenarnya aku terpaksa menerimanya. Aku bukanlah orang yang terpandai dan termulia dari kamu. Bila aku benar, dukunglah bersama-sama, tetapi jika aku menyimpang dari tugasku, betulkanlah bersama-sama. Jujur dan lurus adalah amanat sedangkan bohong dan dusta adalah pengkhianatan."

Demikianlah kelurusan seorang Abu Bakar ra. Ia sangat berhati-hati dengan amanah yang dibebankan di pundaknya. Kekuasaan bukanlah alat untuk memperkaya diri dan menimbun harta untuk kepentingan pribadi. Ia tetap hidup sederhana dan bersahaja sebagaimana sebelum ia menjadi khalifah.

 

Keutamaan Kalimat Istirja’

Dalam hadis dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, beliau pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ} [البقرة: 156] ، اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

 

“Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah lalu ia mengucapkan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah “Inna Lillahi Wainna Ilaihi Rojiun”(sesungguhnya kami milik Allah dan akan Kembali kepada Allah), Yaa Allah berilah saya atas musibah ini, dan gantilah untuk saya yang lebih baik daripadanya, melainkan Allah menggantinya dengan yang lebih baik., (HR. Muslim 918)

 

Umar bin Khatab mengatakan,

 

نعم العدلان ونعم العلاوةالذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه راجعونأولئك عليهم صلوات من ربهم ورحمة وأولئك هم المهتدون

 

“Sebaik-baik  balasan dan sebaik-baik tambahan, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. Yang beliau maksud dengan sebaik-sebaik  balasan adalah  shalawat dan rahmat. Sedangkan sebaik-baik tambahan adalah hidayah. (Tafsir al-Qurthubi, 2/177),

 

Kepustakaan
1.      Departemen Agama RI, Al-Qur ’an Dan Terjemahnya,
2.      Tafsir al-Qurthubi, 2/176.
3.      Kitab Shahih Muslim

 


DAHSYATNYA KALIMAT ISTIRJA’ DAHSYATNYA KALIMAT ISTIRJA’ Reviewed by sangpencerah on Agustus 10, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar: