Amanah secara etimologis
berasal dari bahasa Arab amina – ya`manu – amanatan yang
berarti jujur atau dapat dipercaya. Ada
tiga kata serupa yang semuanya dibentuk dari huruf
alif, mim, dan nun, yaitu amanah dan iman.
Ketiganya memiliki
hubungan yang erat, yaitu menunjukkan kepada ketenangan atau tuma’ninah. Amanah menunjukkan pada kepercayaan, dan
kepercayaan adalah ketenangan, sedang aman adalah hilangnya rasa takut. Ini
juga berarti ketenangan. Kemudian iman bermakna pembenaran dan ketetapan (iqrar) serta amal perbuatan, yang di dalamnya
terdapat pula ketenangan jiwa/batin.
Secara terminologis,
menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, amanah adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar
sampai kepada yang berhak memilikinya. Sedangkan menurut Ibn Al-Araby, amanah
adalah segala sesuatu yang diperoleh dengan
izin pemiliknya atau sesuatu yang didapat dengan
izin pemiliknya untuk diambil manfaatnya.
Yunahar Ilyas
mengkategorikan pengertian amanah menjadi dua. Pertama,
amanah dalam pengertian sempit; yaitu memelihara titipan dan mengembalikan
kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Kedua, amanah dalam
pengertian luas yang mencakup banyak hal, antara lain: menyimpan rahasia orang,
menjaga kehormatan orang lain, menjaga diri sendiri, menunaikan tugas-tugas
yang diberikan dan sebagainya. Tugas-tugas yang dibebankan Allah SWT kepada
manusia disebut sebagai amanah taklif.
Amanah taklif adalah amanah terbesar yang harus dipikul
manusia, sementara makhluq
lain menolaknya. Hal ini digambarkan dalam firman Allah SWT
pada
surat al-Ahzab;33: 72
إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَهَا
وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَٰنُۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومٗا جَهُولٗا
Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh.
Imam
al-Ghazali suatu ketika berdialog dengan murid-muridnya, menyampaikan bahwa
yang terdekat dengan diri kita adalah kematian, yang terjauh adalah masa lalu,
yang terbesar adalah hawa nafsu, sedangkan yang terberat dalam hidup adalah
memikul amanah. Betapapun beratnya, amanat akan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh
orang yang beriman dengan iman yang benar. Antara iman dengan amanah memang
terdapat hubungan yang tidak bisa dipishkan. Dengan kata lain bahwa amanah merupakan
konsekuensi logis dari keimanan.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
Sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda: Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak
(sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji (HR
Imam Ahmad bin Hambal).
Macam-macam
Amanah
Secara garis besar
amanah terbagi menjadi tiga bagian:
1. Amanah dalam
Menunaikan Hak-hak Allah SWT
Amanah ini dilakukan
antara lain dengan cara meng-Esa-kan Allah SWT di dalam
beribadah, mengerjakan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi segala yang dilaranganNya. Semuanya
semata-mata untuk mengharapkan keridhaan Allah SWT,
dan Ini merupakan amanah terbesar dan
wajib
dilaksanakan oleh setiap hamba beriman
sebelum amanah-amanah yang lain. Dari amanah inilah
akan muncul seluruh bentuk amanah yang lain.
Firman Allah SWT
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS.
An-Nisa’;4:58)
2. Amanah Berupa Nikmat
dari Allah SWT
Manusia dikaruniai Allah
SWT banyak sekali kenikmatan. Begitu banyaknya nikmat tersebut sehingga jika
manusia berusaha menghitungnya maka niscaya tidak akan mampu melakukannya.
Contoh nikmat tersebut antara lain: nikmat pendengaran, penglihatan, akal dan
hati. Allah SWT berfirman; Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (Qs. an-Nahl;16:
78)
Menjalankan amanah
menurut ayat di atas bisa dilakukan dengan cara mensyukuri nikmat tersebut.
Realisasi syukur yang terbaik adalah mengetahui dan mengakui bahwa semua nikmat
tersebut adalah karunia Allah SWT. (QS.
An-Nahl;16:53) Selanjutnya sebagai bukti kesyukuran, seseorang harus
menggunakan nikmat tersebut dengan sebaik-baiknya untuk mengabdi kepada Allah
dan melakukan apa saja dengan nikmat tersebut demi kemaslahatan umat manusia.
Jadi, melaksanakan amanah nikmat Allah ini dilakukan dengan cara menggunakan
nikmat tersebut untuk senantiasa menuju ketaqwaan diri.
Orang yang selalu
menjaga amanah nikmat Allah maka akan mendapatkan imbalan berupa pemenuhan
janji Allah bagi orang tersebut. Sebagaimana
firmanNya;
Hai Bani
Israil, ingatlah akan nikmat-Ku (Allah) yang telah Aku anugerahkan kepadamu,
dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan
hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) [Qs.
al-Baqarah;2: 40)
3. Amanah dalam Menunaikan Hak
Sesama Manusia
Jenis amanah ini
mencakup upaya memelihara titipan dan mengembalikannya seperti semula, menjaga
rahasia dan tidak menyalahgunakan kedudukan atau jabatan.
Apabila seorang muslim
dititipi sesuatu oleh orang lain, seperti dititipi mobil rumah
atau jabatan dalam sebuah komunitas, misalnya seseorang akan
bepergian jauh dan lama, maka ia akan memelihara dan menjaganya dengan baik
serta mengembalikannya saat pemiliknya pulang dalam keadaan utuh seperti
semula. Sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nisa’
di atas.
Tentang
amanah menjaga rahasia, seperti rahasia person, keluarga, tempat bekerja,
organisasi terlebih lagi rahasia negara, seorang muslim wajib menjaga sekuat
tenaga sehingga rahasia tersebut tidak diketahui oleh pihak-pihak yang tidak
berhak mengetahuinya. Contoh amanah jenis ini
digambarkan dalam Hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda:
Apabila seseorang membicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh kanan
kiri (karena yang dibicarakannya itu rahasia) maka itulah amanah (yang harus
dijaga) [HR. Abu Dauwd]
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW
menjelaskan wajibnya menjaga kerahasiaan hasil rapat atau pertemuan:
Majelis pertemuan itu harus
dilandasi sifat amanah, kecuali pada tiga majelis, yaitu: di tempat pertumpahan
darah yang dilarang, di tempat perzinaan dan perampokan. (HR.
Abu Dawud)
Selanjutnya, terkait
dengan menjaga amanah jabatan, seorang muslim dituntut untuk senantiasa
menjalankan kewajiban dan tugas jabatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dan berlaku. Ia dilarang keras
menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun golongannya.
Contoh perbuatan yang tidak amanah dengan cara menyalahgunakan jabatan adalah
mengangkat orang-orang yang tidak mampu untuk memangku jabatan tertentu.
Orang-orang itu diangkat hanya karena mempunyai kedekatan kekeluargaan maupun
kedekatan organisasi. Langkah seperti ini dikenal dengan istilah nepotisme.
Rasulullah SAW bersabda:
Barangsiapa mengangkat
seseorang untuk suatu jabatan karena ada tali kekeluargaan, padahal ada orang
yang lebih disukai Allah daripadanya, maka sesungguhnya ia telah mengkhianati
Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman” (HR. Hakim)
Bentuk mengkhianati dalam jabatan yang banyak dilakukan saat
ini adalah menerima hadiah, komisi maupun gratifikasi. Tentang
larangan menerima hadiah, komisi dan gratifikasi diisyaratkan dalam hadits Nabi
berikut:
Barangsiapa yang kami angkat
menjadi pegawai (bawahan) untuk mengerjakan suatu
pekerjaan dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih
dari upah yang semestinya tersebut termasuk barang hasil korupsi. (HR.Abu
Dawud)
Khianat
Lawan dari Amanah
Antonim dari amanah
adalah khianat. Sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT terlebih berkhianat
terhadap Allah dan RasulNya. Sebagaimana firmanNya dalam al-qur’an;
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui. (Qs. al-Anfal;8:
27)
Sedemikian besarnya
larangan berkhianat, sehingga kepada pengkhianatpun dilarang untuk membalas
pengkhianatannya. Rasulullah SAW bersabda:
أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ
خَانَكَ
Tunaikanlah amanah terhadap
orang yang memberi amanah padamu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang
telah mengkhianatimu (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Demikianlah
sekilas pembahasan tentang amanah, yang setiap mansuia memiliki amanah dari
Allah SWT. Dan setiap amanah yang diberikan (berupa benda, dan jabatan) harus
dipertanggungjawaban di hadapan Allah SWT kelak di akhirat. Karena itu sangat
tidak pantas seorang hamba tidak amanah dengan apa yang telah dititipkan pada
diri dalam kehidupan di dunia ini. Dan jangan sampai kita melalaikan setiap
amanah yang diterimanya, sekalipun hanya sekedar tulisan nama, gelar dll.
Betapa banyak orang beriman tidak menyadari bahwa dibalik nama dan gelar yang
dituliskan dalam suatu amanah, lepas dan hilang mengikuti peredaran waktu dan
zamannya, akan tetapi semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di yaumul
hisab. Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar: