RAMPUNG DALAM AMANAH

 RAMPUNG DALAM AMANAH
Oleh. Ust. Marsudi Iman 
(Penulis di Suara Muhammadiyah)



Amanah secara etimologis berasal dari bahasa Arab amina – ya`manu – amanatan yang berarti jujur atau dapat dipercaya. Ada tiga kata serupa yang semuanya dibentuk dari huruf alif, mim, dan nun, yaitu amanah dan iman.


Ketiganya memiliki hubungan yang erat, yaitu menunjukkan kepada ketenangan atau tuma’ninah. Amanah menunjukkan pada kepercayaan, dan kepercayaan adalah ketenangan, sedang aman adalah hilangnya rasa takut. Ini juga berarti ketenangan. Kemudian iman bermakna pembenaran dan ketetapan (iqrar) serta amal perbuatan, yang di dalamnya terdapat pula ketenangan jiwa/batin.


Secara terminologis, menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, amanah adalah sesuatu yang harus dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya. Sedangkan menurut Ibn Al-Araby, amanah adalah segala sesuatu yang diperoleh dengan izin pemiliknya atau sesuatu yang didapat dengan izin pemiliknya untuk diambil manfaatnya.


Yunahar Ilyas mengkategorikan pengertian amanah menjadi dua. Pertama, amanah dalam pengertian sempit; yaitu memelihara titipan dan mengembalikan kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Kedua, amanah dalam pengertian luas yang mencakup banyak hal, antara lain: menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang lain, menjaga diri sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan dan sebagainya. Tugas-tugas yang dibebankan Allah SWT kepada manusia disebut sebagai amanah taklif.

 

Amanah taklif adalah amanah terbesar yang harus dipikul manusia, sementara makhluq lain menolaknya. Hal ini digambarkan dalam firman Allah SWT pada surat al-Ahzab;33: 72

 

إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَهَا وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَٰنُۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومٗا جَهُولٗا 

 

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.

 

Imam al-Ghazali suatu ketika berdialog dengan murid-muridnya, menyampaikan bahwa yang terdekat dengan diri kita adalah kematian, yang terjauh adalah masa lalu, yang terbesar adalah hawa nafsu, sedangkan yang terberat dalam hidup adalah memikul amanah. Betapapun beratnya, amanat akan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh orang yang beriman dengan iman yang benar. Antara iman dengan amanah memang terdapat hubungan yang tidak bisa dipishkan. Dengan kata lain bahwa amanah merupakan konsekuensi logis dari keimanan. Rasulullah SAW bersabda:

 

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ

 

Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji (HR Imam Ahmad bin Hambal).

 


Macam-macam Amanah

Secara garis besar amanah terbagi menjadi tiga bagian:

 

 1. Amanah dalam Menunaikan Hak-hak Allah SWT

Amanah ini dilakukan antara lain dengan cara meng-Esa-kan Allah SWT di dalam beribadah, mengerjakan apa yang diperintahkanNya dan menjauhi segala yang dilaranganNya. Semuanya semata-mata untuk mengharapkan keridhaan Allah SWT, dan Ini merupakan amanah terbesar dan wajib dilaksanakan oleh setiap hamba beriman sebelum amanah-amanah yang lain. Dari amanah inilah akan muncul seluruh bentuk amanah yang lain. Firman Allah SWT

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. An-Nisa’;4:58)

 

2. Amanah Berupa Nikmat dari Allah SWT

Manusia dikaruniai Allah SWT banyak sekali kenikmatan. Begitu banyaknya nikmat tersebut sehingga jika manusia berusaha menghitungnya maka niscaya tidak akan mampu melakukannya. Contoh nikmat tersebut antara lain: nikmat pendengaran, penglihatan, akal dan hati. Allah SWT berfirman; Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (Qs. an-Nahl;16: 78)

 

Menjalankan amanah menurut ayat di atas bisa dilakukan dengan cara mensyukuri nikmat tersebut. Realisasi syukur yang terbaik adalah mengetahui dan mengakui bahwa semua nikmat tersebut adalah karunia Allah SWT. (QS. An-Nahl;16:53) Selanjutnya sebagai bukti kesyukuran, seseorang harus menggunakan nikmat tersebut dengan sebaik-baiknya untuk mengabdi kepada Allah dan melakukan apa saja dengan nikmat tersebut demi kemaslahatan umat manusia. Jadi, melaksanakan amanah nikmat Allah ini dilakukan dengan cara menggunakan nikmat tersebut untuk senantiasa menuju ketaqwaan diri.

Orang yang selalu menjaga amanah nikmat Allah maka akan mendapatkan imbalan berupa pemenuhan janji Allah bagi orang tersebut. Sebagaimana firmanNya;

 

Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku (Allah) yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) [Qs. al-Baqarah;2: 40)

 

3. Amanah dalam Menunaikan Hak Sesama Manusia

Jenis amanah ini mencakup upaya memelihara titipan dan mengembalikannya seperti semula, menjaga rahasia dan tidak menyalahgunakan kedudukan atau jabatan.

Apabila seorang muslim dititipi sesuatu oleh orang lain, seperti dititipi mobil rumah atau jabatan dalam sebuah komunitas, misalnya seseorang akan bepergian jauh dan lama, maka ia akan memelihara dan menjaganya dengan baik serta mengembalikannya saat pemiliknya pulang dalam keadaan utuh seperti semula. Sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nisa’ di atas.

 

Tentang amanah menjaga rahasia, seperti rahasia person, keluarga, tempat bekerja, organisasi terlebih lagi rahasia negara, seorang muslim wajib menjaga sekuat tenaga sehingga rahasia tersebut tidak diketahui oleh pihak-pihak yang tidak berhak mengetahuinya. Contoh amanah jenis ini digambarkan dalam Hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:

 

Rasulullah SAW bersabda: Apabila seseorang membicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh kanan kiri (karena yang dibicarakannya itu rahasia) maka itulah amanah (yang harus dijaga) [HR. Abu Dauwd]

 

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW menjelaskan wajibnya menjaga kerahasiaan hasil rapat atau pertemuan:

 

Majelis pertemuan itu harus dilandasi sifat amanah, kecuali pada tiga majelis, yaitu: di tempat pertumpahan darah yang dilarang, di tempat perzinaan dan perampokan. (HR. Abu Dawud)

Selanjutnya, terkait dengan menjaga amanah jabatan, seorang muslim dituntut untuk senantiasa menjalankan kewajiban dan tugas jabatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dan berlaku. Ia dilarang keras menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun golongannya. Contoh perbuatan yang tidak amanah dengan cara menyalahgunakan jabatan adalah mengangkat orang-orang yang tidak mampu untuk memangku jabatan tertentu. Orang-orang itu diangkat hanya karena mempunyai kedekatan kekeluargaan maupun kedekatan organisasi. Langkah seperti ini dikenal dengan istilah nepotisme. Rasulullah SAW bersabda:

 

Barangsiapa mengangkat seseorang untuk suatu jabatan karena ada tali kekeluargaan, padahal ada orang yang lebih disukai Allah daripadanya, maka sesungguhnya ia telah mengkhianati Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman(HR. Hakim)

 

Bentuk mengkhianati dalam jabatan yang banyak dilakukan saat ini adalah menerima hadiah, komisi maupun gratifikasi. Tentang larangan menerima hadiah, komisi dan gratifikasi diisyaratkan dalam hadits Nabi berikut:

Barangsiapa yang kami angkat menjadi pegawai (bawahan) untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan kami beri upah menurut semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya tersebut termasuk barang hasil korupsi. (HR.Abu Dawud)

 


Khianat Lawan dari Amanah

Antonim dari amanah adalah khianat. Sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT terlebih berkhianat terhadap Allah dan RasulNya. Sebagaimana firmanNya dalam al-qur’an;

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (Qs. al-Anfal;8: 27)

 

Sedemikian besarnya larangan berkhianat, sehingga kepada pengkhianatpun dilarang untuk membalas pengkhianatannya. Rasulullah SAW bersabda:

 

أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ


Tunaikanlah amanah terhadap orang yang memberi amanah padamu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang telah mengkhianatimu (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

 

Demikianlah sekilas pembahasan tentang amanah, yang setiap mansuia memiliki amanah dari Allah SWT. Dan setiap amanah yang diberikan (berupa benda, dan jabatan) harus dipertanggungjawaban di hadapan Allah SWT kelak di akhirat. Karena itu sangat tidak pantas seorang hamba tidak amanah dengan apa yang telah dititipkan pada diri dalam kehidupan di dunia ini. Dan jangan sampai kita melalaikan setiap amanah yang diterimanya, sekalipun hanya sekedar tulisan nama, gelar dll. Betapa banyak orang beriman tidak menyadari bahwa dibalik nama dan gelar yang dituliskan dalam suatu amanah, lepas dan hilang mengikuti peredaran waktu dan zamannya, akan tetapi semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di yaumul hisab. Wallahu a’lam bish-shawab.


 


RAMPUNG DALAM AMANAH RAMPUNG DALAM AMANAH Reviewed by sangpencerah on Agustus 04, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar: