PERBUDAKAN DALAM ISLAM

 PERBUDAKAN DALAM ISLAM
Oleh. Prof. Dr. H. Muhammad Chizin, M.Ag
(Guru Besar UIN Sunan Kalijaga dan UMY Yogyakarta)


 

Sistem perbudakan yang dibangun dalam Islam merupakan permasalahan di zaman ini, karena sistem perbudakan terjadi pada masa silam yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu yaitu perang.

diksi perbuakan dalam Al-Qur’an yang mengandung arti budak dan perbudakan ialah ‘abd, raqabah, dan ma malakat aiman-mamluk. Kata ‘abd dari akar kata ‘abada-ya’budu yang artinya beribadah, menyembah, mengabdi. ‘Abd mengandung dua arti: yaitu (1) hamba, abdi, mencakup manusia seluruhnya di hadapan Allah SWT, dan (2) hamba sahaya, manusia yang dimiliki orang lain.

Pandangan ulama’ tentang makna “ar-Raqab” dalam al-Qur’an.

Para ulama memberikan beberapa pengertian tentang riqab yang berhak menerima zakat: budak yang mengadakan akad pembebasan diri dengan tuannya (Arab: mukatab) (Ali bin Abi Thalib dan Imam Syafii); budak yang dibeli untuk dimerdekakan (Ibn Abbas dan Imam Malik) (Al-Mawardi: 376); dan tawanan perang (Az-Zamakhsyari: 282).

 

Sejarah dari perbudakan ini telah berusia ribuan tahun. Dan menjadi sebuah sistem dalam masyarakat yang dikenal dengan manusia sebagai budak, hamba, sahaya, abdi yang dimiliki dan  dapat dijualbelikan, sistem seperti ini telah ada pada masa Nabi Musa as. Misalnya Fir’aun memperbudakan Bani Israil. Sebagaimana firman Allah SWT 

 

وَتِلْكَ نِعْمَةٌ تَمُنُّهَا عَلَىَّ أَنْ عَبَّدتَّ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ

 

 

" Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah memperbudak Bani Israil". (QS. Asy-Syu’araa‘ [26]: 22) "Sebelum mereka telah Kami uji kaum Fir’aun; dan telah datang kepada mereka seorang Rasul yang mulia, dengan berkata, 

 

أَنْ أَدُّوٓا۟ إِلَىَّ عِبَادَ ٱللَّهِ ۖ إِنِّى لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ

 

 

“(dengan berkata): "Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak). Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu (QS. Ad-Dukhan [44]: 18)

 

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman,

 

وَلَا تَنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا۟ ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ يَدْعُونَ إِلَى ٱلنَّارِ ۖ وَٱللَّهُ يَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱلْجَنَّةِ وَٱلْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِۦ ۖ وَيُبَيِّنُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

 

" Janganlah kamu menikah dengan perempuan- perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Perempuan budak yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, sekalipun ia menarik hatimu. Juga janganlah menikahkan anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik  sebelum mereka beriman. Seorang laki-laki budak beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, sekalipun ia menarik hatimu. Mereka akan akan  membawa ke dalam api neraka. Tetapi Allah akan memanggil ke dalam surga dan pengampunan dengan izin-Nya." (QS. Al-Baqarah [2]: 221)

 

Pada zaman Nabi perubahan dilakukan secara evolusioner dengan membuka pintu pembebasan budak yang sebanyak-banyaknya dan selebar-lebarnya. Selanjutnya, perang (konflik bersenjata) adalah konflik sosial yang menyebabkan warga masyarakat yang terlibat konflik berada pada lubang kemiskinan dan para nabi diutus untuk menghilangkan konflik  (QS. al-Baqarah [2]: 213).

 

Budak adalah warga dunia kelas dua, atau yang dikelasduakan.

 

ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا عَبْدًا مَّمْلُوكًا لَّا يَقْدِرُ عَلَىٰ شَىْءٍ وَمَن رَّزَقْنَٰهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا ۖ هَلْ يَسْتَوُۥنَ ۚ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

 

 "Allah membuat perumpamaan dua orang, yang seorang budak di bawah kekuasaan orang lain, tidak berdaya upaya sama sekali; dan yang lain seseorang yang Kami beri rezeki yang baik dari Kami, lalu ia nafkahkan sebagian dengan sembunyi atau terang-terangan, Samakah mereka? Maha Terpuji Allah. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengerti." (QS. An-Nahl [16]: 75)

Seperti diksi dalam surat at-Taubah;9:60 terkait dengan salah satu penerima zakat dari delapan golongan, ada kata “ar-Raqab” Kata “ar-Raqab”  berasal dari akar kata raqaba-yarqubu yang artinya menjaga, mengawal. Raqabah ialah budak, hamba sahaya. Allah SWT berfirman,

 

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُوا۟ ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَٰقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

 

 "Tidaklah  sepatutnya seorang Mukmin membunuh orang Mukmin yang lain, kecuali bila terjadi kekeliruan. Dan barang siapa membunuh seorang Mukmin karena
kekeliruan ia harus memerdekakan budak Mukmin dan membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka menyedekahkan.  Tetapi jika ia dari golongan yang bermusuhan dengan kamu dan ia seorag Mukmin, maka cukuplah memerdekakan seorang budak Mukmin. Dan jika ia dari golongan yang antara kamu dengan mereka terikat oleh suatu perjanjian, maka diyat diserahkan kepada keluarganya dan memerdekakan
seorang budak mukmin. Maka, barang siapa yang tidak mampu berpuasalah dua bulan berturut-turut sebagai t
aubat kepada Allah, dan Allah Maha Tahu, Maha Bijaksana." (QS. An-Nisaa‘ [4]: 92)

 

Kata yang relevan dengan istilah “ar-Raqab” adalah kata ma malakat aiman dari kata malaka-yamliku yang artinya memiliki. Mamluk artinya yang dimiliki; budak, hamba sahaya. Allah SWT  berfirman,

 

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ  (٢) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (٤) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٥) لَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ  (٦)

 

"Orang beriman akhirnya mendapat kemenangan. Mereka yang khusyuk dalam shalat; yang menjauhkan diri dari segala cakap kosong; yang menunaikan zakat; yang menjaga kehormatannya, kecuali terhadap istri atau tawanan yang menjadi milik tangan kanan mereka,- sebab dalam hal itu mereka tak dapat disalahkan " (QS. Al-Mu‘minun [23]: 1-6)

 

secara historis dan sesuai dengan jiwa Islam sebenarnya, sistem perbudakan sudah bukan masanya lagi. Karena perbudakan bertentangan dengan kebebasan sebagai fithrah yang dimiliki manusia sejak ia diciptakan Allah SWT. Kebebasan adalah hak asasi  manusia, kebutuhan  pokok setiap manusia. Islam datang untuk menghilangkan ikatan-ikatan yang membelenggu kebebasan manusia dan menjaga hak kebebasan itu agar tidak dipermainkan dan disalahgunakan, yang meliputi kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan berpendapat, kebebasan berpolitik, kebebasan bergerak, kebebasan berusaha, dan kebebasan-kebebasan lain yang merupakan sendi-sendi kepribadian seseorang.

Manusia terlahir merdeka dan bebas di hadapan Allah SWT.  Manusia memiliki kebebasan untuk memilih dan menentukan nasibnya sendiri. Allah SWT membenci perbudakan dan memberikan bimbingan agar perbudakan dihapuskan di muka bumi. "Budak adalah pihak yang tak berdaya "(QS. An-Nahl [16]: 75).

Dalam konteks kehidupan berumah tangga, dalam pandangan Allah SWT perempuan budak yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, sekalipun ia menarik hati, dan seorang laki-laki budak beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, sekalipun ia menarik hati (QS. Al-Baqarah [2]: 221).

 

Orang yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia, yakni melakukan pembunuhan, sanksinya memerdekakan budak. "Orang beriman yang  melakukan pembunuhan tanpa sengaja atas seorang mukmin sanksinya memerdekakan seorang budak mukmin" (QS. An-Nisaa‘ [4]: 92). Dalam ayat lain "Orang yang melanggar sumpah tebusannya membebaskan seorang hamba" (QS. Al- Maidah [5]: 89).

 

Orang yang menceraikan istrinya dengan cara dzihar tebusannya memerdekakan budak. Dzihar ialah mencerai istri dengan ungkapan, “Bagiku engkau sama dengan punggung ibuku.” Cara ini merupakan warisan adat jahiiyah yang kemudian dihapuskan oleh Islam. "Mereka yang menceraikan istri dengan jalan zhihar, kemudian menarik kembali apa yang sudah diucapkannya, diwajibkan kepada yang demikian untuk memerdekakan seorang budak sebelum mereka saling bersentuhan; dengan inilah kamu diperingatkan dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah [58]: 3)

 

Islam menegaskan bahwa salah satu kebajikan yang utama, dan merupakan pendakian terjal, yang tidak mudah dilakukan tetapi mulia, ialah  memerdekakan budak. Sebagaimana penjelasan Allah SWT "Dan apa yang akan menjelaskan kepadamu apa jalan yang terjal? Yaitu membebaskan perbudakan; atau memberi makan dalam sehari orang yang  dalam kelaparan; anak yatim yang dalam pertalian kerabat, atau orang miskin bergelimang di atas debu (yang sangat fakir). "(QS. Al-Balad [90]: 12-16) dalam ayat lain "Kebaikan itu bukanlah karena menghadapkan muka ke timur atau ke barat; tetapi kebaikan ialah karena beriman kepada Allah dan hari kemudian, para  malaikat, kitab, para Nabi, memberikan harta benda atas dasar cinta kepada-Nya, kepada para kerabat, anak yatim, fakir-miskin, orang dalam perjalanan, mereka yang meminta, dan untuk menebus budak-budak; lalu mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; menepati janji bila berjanji, dan mereka yang sabar dalam penderitaan, kesengsaraan dan dalam suasana kacau. Mereka itulah orang yang benar, dan mereka itulah yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah [2]:177)

 

Dari ayat di atas Allah SWT menunjuki manusia dua jalan kehidupan. Pertama, jalan terpuji yang terjal dan sulit, dan kedua, jalan tercela dan kekufuran yang mudah. Allah SWT tidak hanya memberikan kepada kita berbagai kemampuan, termasuk mata, lidah dan bibir. Tetapi juga memberikan kemampuan untuk menilai, yang dengan itu pula kita dapat memilih sendiri jalan kita, dan Dia mengutus kepada kita para Nabi dan pembimbing dengan wahyu, untuk menunjukkan kepada kita jalan yang benar tapi sulit itu.  Meskipun Allah SWT sudah menganugerahkan berbagai kemampuan kepada manusia, demikian juga bimbingan sudah diberikan kepadanya, namun manusia masih juga lalai. Ia sama sekali tidak berhasrat menempuh jalan yang terjal dan sulit itu untuk kebaikan rohaninya sendiri. Jalan terpuji yang sulit itu amal yang baik, rasa cinta yang ikhlas. Contohnya memerdekakan hamba sahaya atau budak dan memberi anak yatim piatu serta orang miskin yang bergelimang debu (yang sangat fakir). Perbudakan resmi saat ini sudah dihapus di semua negara beradab. Tetapi banyak lagi macam perbudakan lain yang masih subur, terutama di kalangan masyarakat yang sudah maju. Masih ada perbudakan politik, perbudakan industri, dan perbudakan sosial. Masih ada perbudakan konvensional, kebodohan dan tahayul. Ada perbudakan kepada harta, nafsu atau kekuasaan. Orang yang bijak akan berusaha melepaskan orang dari berbagai macam perbudakan itu. Perbudakan identik dengan penjajahan. Negara-negara besar dan kuat tidak boleh memperbudak dan menjajah negara-negara kecil. Bangsa Indonesia harus bebas dari penjajahan, dan sanggup tegak sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Rakyat Indonesia kini, menurut A Syafii Maarif, tidak ubahnya seperti sedang dijajah bangsa sendiri. Hal ini tampak dari praktik korupsi yang merajalela.  Para pengambil keputusan mengeksploitasi kemiskinan dan persoalan rakyat untuk memperjuangkan anggaran yang kemudian tidak tepat sasaran saat dicairkan. Praktik buruk ini menjadi gejala awal kehancuran bangsa. Demokrasi bukanlah tujuan hidup bernegara, melainkan sarana untuk meraih kemakmuran, kesentosaan, kesejahteraan, ketenteraman, keamanan, ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan bersama.

Dalam konteks bernegara, pemerintah atau negara tidak boleh memperbudak rakyat. Penguasa tidak boleh menindas, memeras, mengeksploitasi dan bertindak semenamena terhadap rakyat. Pemerintah pusat tidak boleh menjajah pemerintah daerah. Presiden tidak boleh mendikte dan memaksakan kehendak kepada gubernur dan para menteri, sekalipun mereka adalah pembantu-pembantunya. Partai besar tidak boleh memperbudak partai kecil. Mayoritas tidak boleh menindas minoritas. Pengusaha tidak boleh memperbudak karyawan. Majikan tidak boleh menganggap TKW budak

Berdasarkan pendapat ulama dan hukum internasional beserta kenyataan yang ada sekarang, definisi riqab adalah ‘orang-orang yang menjadi korban dari penerapan sistem sosial yang menindas dan konflik sosial dan orang yang mengalami eksploitasi secara seksual dan ekonomi di luar batas kemanusiaan’. Hal ini berarti bahwa mereka adalah para korban perbudakan (lama) dan perbudakan modern; korban negara fasis dan rasis; korban konflik sosial; dan korban eksploitasi seksual dan ekonomi.

Riqab dalam pengertian di atas berhak mendapatkan bagian zakat dengan kriteria yang relevan sekarang, yaitu buruh migran yang mengalami eksploitasi; korban trafficking; pengungsi korban konflik sosial, kerusuhan dan pengusiran (pengungsi Wamena dll); pengungsi konflik politik (pengungsi Suriah dan lain-lain); pengungsi korban fasisme dan rasisme (pengungsi Rohingya) dan lain-lain.


PERBUDAKAN DALAM ISLAM  PERBUDAKAN DALAM ISLAM Reviewed by sangpencerah on Oktober 05, 2023 Rating: 5

Tidak ada komentar: