Memperhatikan
firman Allah SWT
إِنَّا عَرَضۡنَا
ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَها وَأَشۡفَقۡنَ
مِنْها وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَـٰنُۖ إِنَّهُ ۥ كَانَ ظَلُومً۬ا جَهُولاً۬
Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh (QS.
al-Ahzab;33:72)
Definisi Amanah
Kata Amanah secara etimologis
berasal dari bahasa Arab amina – ya`manu – amanatan yang
berarti jujur atau dapat dipercaya. Ada
tiga kata serupa yang semuanya dibentuk dari huruf alif, mim dan nun yaitu aman, amanah dan iman. Ketiganya
memiliki hubungan yang erat, yaitu menunjukkan kepada ketenangan atau tuma’ninah. Amanah menunjukkan pada kepercayaan, dan
kepercayaan adalah ketenangan, sedang aman adalah hilangnya rasa takut. Ini
juga berarti ketenangan. Kemudian iman bermakna pembenaran dan ketetapan (iqrar) serta amal perbuatan, yang di dalamnya
terdapat pula ketenangan.
Secara terminologis, menurut
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, amanah adalah sesuatu yang harus
dipelihara dan dijaga agar sampai kepada yang berhak memilikinya. Sedangkan
menurut Ibn Al-Araby, amanah adalah segala sesuatu yang diambil dengan izin
pemiliknya atau sesuatu yang diambil dengan izin pemiliknya untuk diambil
manfaatnya.
Yunahar Ilyas mengkategorikan
pengertian amanah menjadi dua. Pertama, amanah
dalam pengertian sempit; yaitu memelihara titipan dan mengembalikannya kepada
pemiliknya dalam bentuk semula. Kedua, amanah dalam
pengertian luas yang mencakup banyak hal, antara lain: menyimpan rahasia orang,
menjaga kehormatan orang lain, menjaga diri sendiri, menunaikan tugas-tugas
yang diberikan dan sebagainya. Tugas-tugas yang dibebankan Allah SWT kepada
manusia disebut sebagai amanah taklif.
Amanah taklif adalah amanah terbesar yang harus dipikul
manusia, sementara makhluk lain menolaknya.
Imam al-Ghazali menyampaikan Dalam
suatu dialog dengan murid-muridnya, bahwa yang terdekat dengan diri kita adalah
kematian, yang terjauh adalah masa lalu, yang terbesar adalah hawa nafsu,
sedangkan yang terberat dalam hidup adalah memikul amanah. Betapapun beratnya,
amanat akan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh orang yang beriman dengan iman
yang benar. Antara iman dengan amanah memang terdapat hubungan yang erat. Bisa
dikatakan bahwa amanah merupakan konsekuensi logis dari iman. Dalam hal ini
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
Sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda: Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak
(sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji (HR Imam
Ahmad bin Hambal).
Varian
makna
Amanah
Secara garis besar amanah terbagi
menjadi tiga bagian:
1. Menunaikan Hak-hak
Allah SWT
Prilaku Amanah ini dilakukan
antara lain dengan cara mengesakan Allah di dalam beribadah, mengerjakan apa
yang diperintahkanNya dan menjauhi larangan-laranganNya. Semuanya semata-mata
untuk mengharapkan keridhaan Allah. Ini merupakan amanah terbesar yang wajib
dilaksanakan oleh setiap hamba pertama kali sebelum amanah-amanah yang lain.
Dari amanah ini akan muncul seluruh bentuk amanah yang lain.
2. Bentuk Nikmat dari Allah SWT
Setiap Manusia dikaruniai
Allah banyak sekali kenikmatan. Begitu banyaknya nikmat tersebut sehingga jika
manusia berusaha menghitungnya maka niscaya tidak akan mampu melakukannya.
Contoh nikmat tersebut antara lain: nikmat pendengaran, penglihatan, akal dan
hati. Allah berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا
تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS.
an-Nahl;16:78)
Menunaikan amanah sesuai ayat
di atas bisa dtunaikan dengan cara mensyukuri nikmat tersebut. Realisasi syukur
yang terbaik adalah mengetahui dan mengakui bahwa semua nikmat tersebut adalah karunia
Allah SWT. Selanjutnya sebagai bukti kesyukuran, seseorang harus menggunakan
nikmat tersebut dengan sebaik-baiknya untuk mengabdi kepada Allah SWT dan
melakukan apa saja dengan nikmat tersebut demi kemaslahatan umat manusia. Jadi,
melaksanakan amanah nikmat Allah ini dilakukan dengan cara menggunakan nikmat
tersebut untuk senantiasa menuju ketaqwaan diri.
Bagi para
penjaga amanah/Orang
yang selalu menjaga amanah pada nikmat Allah maka akan
mendapatkan imbalan berupa pemenuhan janji Allah bagi orang tersebut. Allah
berfirman;
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ
عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Hai Bani Israil, ingatlah akan
nikmat-Ku (Allah) yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu
kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu
harus takut (tunduk) [QS. al-Baqarah;2:
40)
3. Menunaikan Hak Sesama
Manusia
Pada Jenis amanah ini
mencakup upaya memelihara titipan dan mengembalikannya seperti semula, menjaga
rahasia dan tidak menyalahgunakan kedudukan atau jabatan.
Jika seorang muslim
dititipi sesuatu oleh orang lain, seperti dititipi mobil karena orang tersebut
akan bepergian jauh dan lama, maka ia akan memelihara dan menjaganya dengan
baik serta mengembalikannya saat pemiliknya pulang dalam keadaan utuh seperti
semula. Dalam hal ini Allah berfirman;
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى
أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ
اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (QS.
an-Nisa’;4:58)
Masalah amanah menjaga
rahasia, seperti rahasia person, keluarga, tempat bekerja, organisasi terlebih
lagi rahasia negara, seorang muslim wajib menjaga sekuat tenaga sehingga
rahasia tersebut tidak diketahui oleh pihak-pihak yang tidak berhak
mengetahuinya. Contoh amanah jenis ini digambarkan dalam Hadits Rasulullah SAW
sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
حَدَّثَ الرَّجُلُ بِالْحَدِيثِ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
Rasulullah SAW bersabda:
Apabila seseorang membicarakan sesuatu kepada orang lain (sambil) menoleh kanan
kiri (karena yang dibicarakannya itu rahasia) maka itulah amanah (yang harus
dijaga) [HR.
Abu Dawud]
Pada hadits yang lain,
Rasulullah SAW menjelaskan wajibnya menjaga kerahasiaan hasil rapat atau
pertemuan:
الْمَجَالِسُ بِالْأَمَانَةِ إِلَّا ثَلَاثَةَ مَجَالِسَ سَفْكُ
دَمٍ حَرَامٍ أَوْ فَرْجٌ حَرَامٌ أَوْ اقْتِطَاعُ مَالٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
Majelis pertemuan itu harus
dilandasi sifat amanah, kecuali pada tiga majelis, yaitu: di tempat pertumpahan
darah yang dilarang, di tempat perzinaan dan perampokan. (HR. Abu Dawud)
Bagaimana
dengan pmaksud penjagaan? terkait dengan menjaga amanah jabatan, seorang muslim dituntut
untuk senantiasa menjalankan kewajiban dan tugas jabatan tersebut sesuai dengan
ketentuan yang ada. Ia dilarang keras menyalahgunakannya untuk kepentingan
pribadi, keluarga maupun golongannya. Contoh perbuatan yang tidak amanah dengan
cara menyalahgunakan jabatan adalah mengangkat orang-orang yang tidak mampu
untuk memangku jabatan tertentu. Orang-orang itu diangkat hanya karena
mempunyai kedekatan kekeluargaan maupun kedekatan organisasi. Langkah seperti
ini dikenal dengan istilah nepotisme. Rasulullah SAW bersabda:
من استعمل رجلا من عصابة و في تلك العصابة من هو أرضى لله منه فقد
خان الله و خان رسوله و خان المؤمنين
Barangsiapa mengangkat
seseorang untuk suatu jabatan karena ada tali kekeluargaan, padahal ada orang
yang lebih disukai Allah daripadanya, maka sesungguhnya ia telah mengkhianati
Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman” (HR. Hakim)
Termasuk Bentuk mengkhianati
jabatan yang banyak dilakukan juga saat ini adalah menerima hadiah, komisi
maupun gratifikasi. Tentang larangan menerima hadiah, komisi
dan gratifikasi diisyaratkan dalam hadits Nabi berikut:
مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا
أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
Barangsiapa yang kami angkat
menjadi pegawai untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan kami beri upah menurut
semestinya, maka apa yang ia ambil lebih dari upah yang semestinya tersebut
termasuk barang hasil korupsi. (HR.Abu Daud)
Sikap Khianat/Lawan dari Amanah
Antonim dari amanah adalah
khianat. Sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT terlebih berkhianat
terhadapNya dan RasulNya. Allah SWT berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ
وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.
(QS. al-Anfal;8: 27)
begitu dahsyatnya
larangan berkhianat, sehingga kepada pengkhianatpun dilarang untuk membalas
pengkhianatannya. Rasulullah SAW bersabda:
أَدِّ الْأَمَانَةَ
إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
Tunaikanlah amanah terhadap
orang yang memberi amanah padamu dan janganlah berkhianat terhadap orang yang
telah mengkhianatimu (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Sebagai pembahasan akhir
dari tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa pemberi amanah akan merasa tenang dan aman jika apa yang dititipkan disampaikan
sesuai dengan pesan yang diberikan kepada penerima amanah tersebut. Demikian
juga halnya dengan penerima amanah, jika tiiipan yang diembannya segera
tersampaikan kepada yang berhak menerima titipan tersebut sesuai keinginan yang
pemberi amanah. Sehigga keduanya sama-sama tenang dan nyaman dalam hidupnya,
tanpa ada beban (berat-menjadi ringan) dan kegelisahan (aman dan nyaman) dirinya.
Dengan demikian maka tidak ada dusta dan pengkhianatan diantara kita semua.

Tidak ada komentar: