Baru saja
kita menyelesaikan ibadah Shiyam Ramadhan tahun ini, dan kita sempurnakan
dengan ibadah shalat ‘idul fitri, semoga ibadah shiyam kita dapat memperbaiki
prilaku menuju kehidupan yang berkualitas.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini bisa berdampak negative terhadap
perilaku seseorang, yakni semakin menjadikan manusia lebih condong mendewa-dewakan materi dari pada menjaga
kemuliaan budi pekerti. Ungkapan “hukum rimba” yang mengatakan: Si pandai
memperdaya si bodoh; si kaya memakan si miskin; si kuat menggilas si lemah; si
besar melabrak si kecil; si nekat menyikat semuanya” telah tampak terjadi dalam
kehidupan di masyarakat kitasaat ini. Akhlaq terhadap pribadi, keluarga, masyarakat dan negara, terlebih
terhadap Allah dan RasulNya
sudah semakin terabaikan. Artinya Sikap
saling menghargai dan menghormati serta malu berbuat keburukan yang dilarang oleh agama sudah semakin luntur dan terkikis oleh rapuhnya generasi.
Tuntunan Agama Islam yang
dijamin oleh Allah SWT dan Rasul-Nya mampu menjadi rambu-rambu kehidupan
untuk mencapai ketentraman dan kebaikan
hidup di dunia dan akhirat, harus diwujudkan pada perilaku sehari-hari dalam masyarakat. Sepanjang sejarah Agama Islam dan agama lainnya di dunia ini tidak pernah mengajarkan kebencian
terhadap pemeluk agama lain bahkan dilarang menghina Tuhannya agama lain. Agama
Islam antara lain menuntut pemeluknya untuk menjadi pribadi yang jujur, bisa dipercaya, konsisten, rendah
hati, sabar dan pema’af. Agama Islam
mengajarkan untuk selalu berbuat baik kepada orang tuanya, cinta-kasih antara
suami dengan istrinya; kasih-sayang orang tua terhadap anak dan sebaliknya. Bagaimana hubungan dalam kehidupan bermasyarakat?, Agama Islam juga memberi tuntunan kepada kita untuk berbuat baik terhadap tetangga dan
masyarakat, menjaga ukhuwah Islamiyah, membangun masyarakat
rukun dan damai. Kemudian
dalam berbangsa dan bernegara, Agama Islam mengajarkan untuk suka
bermusyawarah, amar ma’ruf nahi mungkar, menegakkan keadilan, kemakumuran dan sebagainya.
Apa yang
masih Rancu?
Menurut Imam al Ghazali,
difinisi akhlaq: “adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia dan menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Ini berarti akhlaq itu hasil pendidikan atau pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga menjadi perilaku spontan, dan bisa muncul disaat menghadapi sesuatu yang harus direspon atau
dilakukan.
Dalam
literasi kebahasaan, Kata “akhlaq” berasal dari bahasa arab yang
artinya tidak sama persis dengan yang kita kenal sebagai budi pekerti atau
sopan santun. Secara etimologis “akhlaq” adalah bentuk jamak dari kata khuluq dari
akar kata khalaqa, seakar dengan kata Khaliq dan makhluq.
Dari pengertian etimologis ini tampak hubungan erat antara makhluq sebagai yang
diciptakan oleh Khaliq – Sang Pencipta. Hubungan erat ini mensyaratkan bahwa
terpadunya kehendak Sang Khaliq terhadap perilaku makhluq-Nya. Dengan demikian,
maka akhlaq tidak hanya berdimensi dalam urusan keduniaan yang mengatur
perilaku pribadi, perilaku hubungan antara manusia dengan manusia, antara
manusia dengan lingkungan sumberdaya alam saja,
akan tetapi juga berdimensi akhirat, mencakup aturan antara manusia
dengan Allah SWTsebagai sang Khaliq,
mengilmui dan melaksanakan perintah serta menjauhi larangan-larangan-Nya.
Terminology
baik-buruk dalam pemahaman akhlaq adalah bersumber dari tuntunan Agama Islam yakni
Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, bukan akal pikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana budi pekerti dan sopan santun, etika maupun moral. Dalam
akhlaq, konsep baik dan buruk, perbuatan terpuji ataupun tercela, parameternya
syara’ (Al Qur’an dan Sunnah). Syara’ menjadi ukuran perilaku yang bersifat
obyektif dan komprehensif dan tidak spekulatif. Misalnya; pemain sinetron, yang
berperan sebagai orang baik, belum tentu ia itu baik, sebaliknya yang berperan
sebagai orang jelek, belum tentu ia iu jelek.
Adanya
kerancuan dalam pemahaman antara pengertian akhlaq dengan nilai-nilai kebaikan
lainnya maka akan terjadi ketimpangan untuk membangun akhlaq mulia pada pribadi
manusia. Bisa jadi seseorang dianggap sebagai berakhlaq mulia karena sudah berperilaku
baik, sopan dan santun kepada tetangga, namun ternyata kepada Allah Sang Khaliq
masih nihil ketaatannya. Bisa jadi pula sebaliknya, orang yang aktif beribadah
rajin ke masjid dianggap sudah berakhlaq mulia sementara itu dia tidak menjaga
hubungan baik dengan tetangganya dan masyarakat yang ada di sekitarnya,
parahnya mereka kadang bersikap acuh tak acuh. Subhanallah!
Lalu apa
saja Cakupannya?
Membangun akhlaq mulia pada pribadi manusia harus mencakup hubungan horizontal dan vertikal – hubungan antar manusia dan lingkungannya maupun hubungan antara manusia dengan Allah Sang Pencipta. Ini tuntunan syara’. Allah SWT berfirman :
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا
ثُقِفُوْٓا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَاۤءُوْ
بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ
كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَنْبِۢيَاۤءَ بِغَيْرِ
حَقٍّۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas” (QS Ali Imran;3:112).
Kafir
kepada ayat-ayat Allah SWT adalah
mengindikasikan tertutupnya hati manusia dari petunjuk Allah SWT sehingga tidak melaksanakan
perintah-Nya dan tidak menjauhi larangan-Nya. Sedangkan membunuh Nabi SAW adalah berupa perilaku yang
mengabaikan tuntunan, perintah ataupun contoh yang sudah diberikan para utusan
Allah SWT atau mencampakkannya. Perilaku
kafir maupun membunuh Nabi ini terwujud dalam ucapan maupun perbuatan manusia
yang terlepas dari pedoman kebaikan haqiqi sehingga dengan mudah dapat kita
lihat pada perilaku masyarakat sehari-hari terutama yang terjadi pada fasilitas
umum seperti pelanggaran aturan berlalu-lintas, pengotoran dengan corat – coret
bahkan dengan kata-kata jorok pada tempat tertentu, berperilaku yang
membahayakan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.
Pada bagian lain, QS Al Baqarah 83 Allah SWT berfirman
وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ
اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا
وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا
وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ اِلَّا
قَلِيْلًا مِّنْكُمْ وَاَنْتُمْ مُّعْرِضُوْنَ
“Dan (ingatlah), ketika kami
mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji
itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”
Pada ayat ini Allah memberi gambaran terinci kepada siapa kita harus berbuat
baik itu namun hanya sedikit manusia yang mau mematuhinya, atau barang kali
seseorang tidak tahu apa dan bagaimana perbuatan baik itu karena selama ini
kehidupannya jauh dari tuntunan agama lantaran waktunya tersita untuk urusan
materi - dunia.
Bagaimana
Kedudukan Akhlaq?
Kedudukan
akhlaq didalam kehidupan beragama Islam adalah sangat mendasar dan sangat
penting bagi dirinya kelak di akherat. Dalam hadits riwayat Ahmad dikabarkan
kepada kita “ Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “maukah kalian aku beri
tahukan siapa diantara kalian yang paling aku cintai dan paling dekat tempatnya
denganku dihari kiamat?. Beliau mengulangi petanyaan itu dua-tiga kali. Lalu
sahabat menjawab; “tentu ya Rasulullah”. Nabi bersabda: “ yaitu yang paling
baik akhlaqnya diantara kalian”. Setiap kita umat Islam pasti ingin di akhirat
kelak bersama dengan kekasih yang kita cintai yaitu Baginda Rasulullah Muhammad
SAW. Berakhlaq paling baik, berarti seseorang itu tidak akan larut terseret
arus perbuatan buruk disekitarnya. Demikian pula Rasulullah SAW mengabarkan
bahwa akhlaq itu memiliki bobot timbangan kebaikan yang berat dalam timbangan
amal manusia kelak saat hari perhitungan: “tidak ada satupun yang akan lebih
memberatkan timbangan(kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat
selain dari akhlaq yang baik” (HR Tirmidzi).
Jadi
mengukur kualitas keimanan seseorang dapat dilihat dari akhlaqnya. Akhlaq yang
telah terbangun akan melahirkan tutur kata dan tingkah laku yang elok dan
pantas, Seseorang yang berakhlaq mulia itu tidak condong untuk dilihat oleh
manusia lain tetapi lebih disebabkan karena kesadaran dari dalam untuk menjaga
amal shalihnya. Perilaku yang demikian sebagai bentuk membangun kesempurnaan imannya
dengan mengikuti sabda Rasulullah SAW bahwa “ Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya”. Karena beliau di utus
untuk memperbaiki Akhlaq “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq yang mulia” (HR Baihaqi)
Buah Ibadah
terhadap Prilaku
Allah SWTberfirman;
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ
وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ
ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan” ( QS Al Ankabut ;29:45)
Dari Firman
Allah SWT ini, dijelaskan bahwa
apabila orang melaksanakan shalat dengan benar maka akan tercegah dari
perbuatan keji dan munkar atau orang itu akan memiliki akhlaq yang mulia. Do’a
dan ucapan dalam shalat adalah kebaikan untuk dunia dan akhirat yang harus
diwujudkan dalam ucapan dan tingkah laku keseharian diluar shalat. Dengan
demikian, shalat itu dapat menjadi sarana utama untuk membangun akhlaq yang
mulia; dengan catatan shalat yang benar menurut kaifiyat dan fungsinya. Wallahu
a’lam bi shawab.
Tidak ada komentar: