Idul Adha selalu
identik dengan haji, penyembelihan hewan qurban dan pembagian daging, benarkah?
Jawabannya benar, tapi bukan hanya itu saja yang tergambar dari perayaan Idul
Adha, ada hal yang lebih penting yaitu bagaimana pola Nabi
Ibrahim as dalam
mencetak kader – baca anak - berpredikat nabi itu? Al-Qur’an memberi gambaran
dengan tahapan yang sistematis dan detail terkait pola pendidikan Nabi Ibrahim as.
Pertama,
Visi pendidikan Nabi Ibrahim adalah mencetak generasi shaleh yang menyembah
hanya kepada Allah SWT. Dalam sebuah kisahnya, penantian
panjang beliau berdo’a agar diberi generasi shaleh yang dapat melanjutkan
perjuangan agama tauhid. Visi Nabi Ibrahim ini diabadikan Allah SWT dalam
al-Qur’an:
رَبِّ هَبْ
لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
"Ya
Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh." (Q.S. Ash Shaaffaat ;37:100).
Nabi Ibrahim as sangat
konsisten dengan visi ini, dan tidak pernah
terpengaruh dengan predikat dan titel-titel selain keshalehan. Dalam
mentransformasi nilai-nilai kepada anaknya,
Nabi Ibrahim as
selalu bertanya Maata’buduuna min ba’dii
bukan Maata’kuluuna min ba’dii. "Nak, apa yang kau sembah
sepeninggalku?" bukan pertanyaan
"Apa yang kamu makan sepeninggalku?" Nabi Ibrahim as tidak
terlalu khawatir akan nasib ekonomi anaknya, justeru Nabi
Ibrahim as sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah tuhan selain Allah SWT.
Kedua, Misi pendidikan Nabi Ibrahim as
adalah mengantarkan
Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas. Keta’atan
ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak terkontaminasi dengan ajaran sesat dan menyesatkan dengan berbagai berhala yang
telah mapan di sekitarnya. Allah SWT menjelaskan harapan Nabi Ibrahim as dengan
sebuah do’anya: "Dan Nabi Ibrahim Telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Nabi Ibrahim berkata):
إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
"Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Q.S. Al Baqarah;2 :132).
Ketiga, Kurikulum pendidikan Nabi Ibrahim as
juga sangat detail dan lengkap. Muatannya telah menyentuh
kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk
pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk
pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal
kebajikan. Muatan-muatan strategis pendidikan Nabi Ibrahim as
tersebut, Allah SWT menjelaskan
secara terperinci dalam firman-Nya:
رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk
mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa
lagi Maha Bijaksana." (Q.S. Al-Baqarah;2:129).
Keempat, Lingkungan pendidikan Nabi Ibrahim as untuk
putranya bersih dari virus aqidah dan akhlaq yang merusaknya.
Dan Beliau dijauhkan dari berhala dunia, fikiran sesat,
budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Hal ini dipilih agar fikiran
dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya. Selain jauh dari
perilaku yang tercela, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu
kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh
dalam suasana spiritual,
beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. semata
Kiat ini sangat
strategis karena faktor lingkungan begitu besar pengaruhnya
terhadap perkembangan kejiwaan anak dan lingkungan di
sekitarnya. Pemilihan tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail as secara
khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:
رَّبَّنَآ
إِنِّىٓ
أَسْكَنتُ
مِن
ذُرِّيَّتِى
بِوَادٍ
غَيْرِ
ذِى
زَرْعٍ
عِندَ
بَيْتِكَ
ٱلْمُحَرَّمِ
رَبَّنَا
لِيُقِيمُوا۟
ٱلصَّلَوٰةَ
فَٱجْعَلْ
أَفْـِٔدَةً
مِّنَ
ٱلنَّاسِ
تَهْوِىٓ
إِلَيْهِمْ
وَٱرْزُقْهُم
مِّنَ
ٱلثَّمَرَٰتِ
لَعَلَّهُمْ
يَشْكُرُونَ
"Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku
Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur." (Q.S. Nabi
Ibrahim;7:37).
Pendidikan Nabiyullah
Ibrahim as memang patut untuk dicontoh dan diteladani dalam kehidupan beragama. Beliaulah
satu-satunya nabi yang berhasil mengantarkan semua anaknya
menjadi nabi. Dan dari keturunan anak cucu beliau muncul nabi akhir zaman,
yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana dengan hasil pendidikan putra-putri kita?.
Sepertinya Susah dan sulit untuk
mengikuti jejaknya apalagi membandingkannya, realitas anak
didik kita hari ini sangat jauh dari hasil yang dicapai Nabi Ibrahim as dalam mencetak, mendidik anak cucunya. Kita harus jujur
bahwa hari ini kita mengalami degradasi moral yang memprihatinkan dan parahnya tidak sedikitpun upaya untuk meneladaninya.
Para anak didik
kita kehilangan orientasi dan celupan nilai-nilai Rabbani, Qur’ani dan Islami. Justeru yang terjadi
adalah penetrasi budaya luar membentuk prilaku baru yang jauh dari nilai-nilai
keislaman. Kita sudah lama dan berulang-ulang mendengar dan menyaksikan betapa
suramnya masa depan anak didik kita. Terbukti mereka suka dan gemar tawuran antar pelajar,
mulai tingkat SD sampai universitas, menjadi tontonan kita tiap hari. Perilaku
hubungan antar pelajar laki-laki dan perempuan yang gayanya sudah seperti
suami-istri, dan dirinya terhinggapi oleh penyakit tidak tahu malu.
Padahal sifat malu termasuk bagian
dari iman.
Dan yang
tidak kalah bahayanya adalah Narkoba. barang haram ini sudah bisa ditemukan di
sembarang tempat. Meski ada larangan, tapi peredarannya semakin meluas. Bahkan,
Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat rehabilitasi mental dan moral masyarakat
juga ditemukan jaringan peredarannya secara gelap. Pengguna Narkoba untuk
kawula muda, pelajar dan mahasiswa juga akan terus meningkat. Lingkungan dan
pola interaksi sangat memungkinkan bagi mereka untuk terjaring Narkoba.
Hadirnya alat komunikasi yang bisa mengakses aib dan aurat menjadi transparan,
sangat berpotensi membangkitkan syahwat dan hayalan
mereka. Ketika nafsu sudah berbicara, maka apa pun bisa jadi. Sebagian di
antaranya akhirnya memilih penyaluran lewat jalur Narkoba.
Belum lagi
masalah bullying yang akhir-akhir ini menjadi momok dan
menakutkan di lingkungan pendidikan kita. Baik bullying secara fisik dengan bersikap yang tidak baik dan
suka bermain tangan dan anggota tubuh lainnya maupun verbal yang merupakan
sesuatu yang dianggap mendidik, padahal sebenarnya justeru merangsang anak
didik untuk menerapkannya dalam kancah kehidupan modren saat ini., misalnya
perundungan kata-kata, berteriak dan lainnya.
Fenomena yang
sangat ironis dan “mengenaskan” ini, apakah kita harus menyerah? dan
apakah sudah terlambat untuk melakukan perbaikan. AllahSWT sangat melarang
hamba-Nya untuk menyerah dan tidak ada kata terlambat, sekarang kita harus bangkit
menyelamatkan mereka dari kehidupan yang pragmatis. Hal paling yang harus diprioritaskan dari nilai-nilai pendidikan Nabi Ibrahim
as yaitu menjadikan pola pendidikan
hari ini adalah bi’ah atau penciptaan lingkungan yang mendidik.
Lingkungan pendidikan harus bebas dari virus aqidah dan akhlaq. Perlu suaka
generasi (kawasan steril) buat perkembangan dan pertumbuhan setiap anak. Para
orang tua dan pengelola pendidikan hari ini harus mencontoh keberanian Nabi
Ibrahim as dan Siti Hajar dalam mengamankan Ismail as jauh dari lingkungan
buruk. Harus ada benteng yang kuat untuk mengamankan anak kita dari pengaruh
narkoba, judi, seks bebas dan kekerasan. Melepas anak berada dalam lingkungan
yang buruk seperti ini, berarti kita telah menghancurkan masa depan mereka secara tidak langsung karena adanya pembiaran, alasan
sederhananya, tidak apa-apa anak hidup di zamannya, subhanallah!.
Desain
pendidikan memang harus disetting jauh dari segala keburukan. Lingkungan yang
buruk sangat berpotensi merusak akhlaq dan kepribadian anak. Rasulullah SAW
telah memberikan rambu-rambu agar menghindari dan menjauhkan mereka dari setiap orang atau lingkungan yang
bisa berpengaruh negatif terhadap jiwa kita. Sebagaimana dalam atsar: Iyyaaka waqariinassu’ fainnaka bihi tu’rafu
"Hindari olehmu bergaul dengan orang jahat karena kamu akan dikenal dengan
kejahatannya".
Ada kesalahan
kita dalam menilai keberhasilan anak-anak kita. Terkadang kita sangat bangga
ketika anak kita meraih juara olimpiade sains atau menjadi siswa teladan dalam
prestasi akademik. Namun kita jarang menghubungkan prestasi mereka dengan
akhlaq dan kepribadiannya. Maka menjadi lumrah kita dapatkan, anak-anak cerdas
secara intlektual dan skill tinggi tapi ibadah, akhlaq dan kepribadiannya
sangat memprihatinkan.
Bolehlah kita bangga jika anak-anak kita hebat prestasi akademiknya tapi dibarengi pula hebat prestasi spiritual Illahinya. Sehingga ada keserasian dan seimbang antara imtaq dan ipteknya. Jadikan anak-anak kita unggul dalam prestasinya dan anggun dalam moralitasnya. Anak didik kita hari ini adalah pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Di pundak mereka terpikul nasib bangsa ini. Kalau mereka baik maka selamatlah bangsa ini, tapi kalau mereka rusak maka bangsa ini tinggal menunggu kehancurannya. Untuk itu, sekali lagi mari kita antar mereka menjadi generasi shaleh, yaitu generasi yang beriman, cerdas dan berakhlaq mulia. Integritas seperti inilah yang dimiliki Ismail as. sehingga bisa mempersembahkan yang terbaik untuk Allah SWT dan menjadi warisan sejarah generasi berikutnya. Cerdas secara spriritual, cerdas intelektual dan cerdas, emosional.
Wallahu a’lam bish-shawab
Tidak ada komentar: