Dalam kontek kehidupan bermasyarakat, berkomunitas atau apapun namanya,
setiap perkumpulan dan interaksi tentu terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Apalagi zaman skarang yang mudah dan gampang melontarkan pendapat, mengucapkan kata-kata atau
mengetik dengan jari dimedsos (menulis), sangat sulit untuk dihindari baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Fenomena seperti saat ini, harus kita waspadahi dan
berhati-hati supaya diri kita tidak terjerumus dalam permainan dunia. Karena
semua perangkat dalam khidupan ini hanya sekedar alat, dan alat sangat
tergantung kepada siapa yang mengendalikannya. Misalnya HP, yang
tidak asing lagi mulai yang usia dini sampai lanjut usia, sudah famelier dengan
hand phone, maka hal ini penggunaannya bergantung pada pemiliknya, apakah
digunakan untuk sesuatu yang baik dan bermanfaat atau digunakan pada sesuatu
yang kurang baik dan sia-sia. Contoh kongkritnya; berapa banyak manusia dengan HP di tangannya,
menghujat,
mnghakimi dan memfitnah saudara-saudaranya, baik yang dikenal maupun tidak dikenal. Pada saat itulah dia terjebak
dalam perbuatan dosa yang tidak disadarinya, maka solusi terbaiknya adalah
mengendalikan diri, dan berpikir sebelum berbuat dan bertindak. Tentu sikap
seperti itupun masih saja ada yang usil pada diri kita, bagaimana sikap kita
sebagai orang
yang beriman, membalas, diam atau klarifikasi? Solusinya sebaiknya klarifikasi tanpa
diiringi rasa benci dan tidak diikuti sikap emosi. Seperti firman Allah SWT; Wahai
orang-orang yang beriman, jika datang seorang fasik kepadamu membawa berita
maka telitilah kebenarannya (klarifikasi/tabayyun)... (QS.
Al-Hujurat;49:6)
Dengan adanya tabayyun, maka akan menemukan kejelasan informasi (yang
disampaikan atau yang diterima) karena tabayyun dan memberi ma’af bagian dari
salah satu akhlaq Rasulullah SAW. Yang harus kita terapkan dalam kehidupan
pribadi, keluarga dan masyarakat. Itulah hakikat dari milad Rasulullah SAW,
meskipun ada ayat yang memberikan kesempatan untuk membalasnya,
tapi jiwa mema’afkan lebih baik daripada membalasnya, sekalipun mampu
melakukan, tapi tidak melakuknnya. Firman Allah SWT;
وَالَّذِينَ
كَسَبُوا السَّيِّئَاتِ جَزَاءُ سَيِّئَةٍ بِمِثْلِهَا
"Dan orang-orang yang mengerjakan
kejahatan, (mendapat) balasan
yang setimpal.,,(QS.Yunus:10:27),
Ayat ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa bagi pelaku kejahatan
akan menerima
balasan dari kejahatan itu (pasti terjadi tinggal nunggu waktu saja),
artinya tanpa kita membalasnya dia masuk daftar penerima balasananya. Pada ayat
yang lain;
من جاء بالحسنة فله عشر امثالها، ومن جاء
بالسية فلا يجزى الا مثلها....
Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka baginya 10 kebaikan dan siapa yang
berbuat kejelekan, maka ia akan dibalas sesuai kejelekan yang diperbuatnya...(QS.
Al-an’am;6:160)
Sebaliknya jika diantara kita berbuat kebaikan maka akan dibalas dengan 10
kebaikan....
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ
سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۚ
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Dan balasan
suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan
berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang dzalim. (QS.
Asy-Syura;42:40)
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ
فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ ۖ
"Dan
jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang
sama dengan siksaan yang ditimpaknn kepadamu.,, (QS. An-Nahl;16:126)
فَمَنِ اعْتَدَىٰ
عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ
dan,,oleh
sebab itu, barang siapa
yang menyerang kamu, maka seranglah ia' seimbang dengan serangannya terhadapmu." (QS' Al Baqarah;2:194)
tiga ayat terakhir ini, memberikan pelajaran kepada kita orang beriman,
jika kita harus membalas kejalahan orang lain, maka minimal ada 2 syarat yaitu
dengan balasan itu dia mendapat pelajaran, atau jera tidak mengulangi lagi atau
balasan itu harus sama, seperti yang pernah kita terima. Jika tidak bisa
melakukan perlawanan maka cukuplah kita memberi maaf kepadanya, karena hal itu lebih mulia
di sisi Allah SWT. Daripada menuruti hawa nafsu belaka. Sebagaimana nasehat
rasulullah SAW;
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ’anhu, dari Rasûlullâh ﷺ , beliau
bersabda: "Shadaqah tidak mengurangi harta dan karena suka memberi
maaf, Allah akan menambah kemuliaan seseorang dan seorang yang merendahkan diri
kepada Allah akan ditinggikan derajatnya oleh Allah." (HR Muslim:2588)
Banyak pelajarana
yang dapat kita ambil dari ayat dan hadits di atas, diantaranya;
1.
Mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang pemaaf agar
mendapatkan kemuliaan di sisi Allah SWT. Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim
menjelaskan, ada dua kemuliaan yang diperoleh oleh orang yang memberi maaf:
2.
Hati akan menjadi lebih lembut dan lebih kuat karena ia
tidak mempermasalahkan orang lain dan tidak menyimpan dendam terhadap orang
yang menyakitinya.
3.
Mendapat pahala yang besar di sisi Allah SWT. atas
perbuatan memberi maaf yang dilakukannya. Dalam memberi maaf, tidak ada teladan
yang lebih layak untuk kita tiru melainkan Rasûlullâh SAW Ada banyak kisah-kisah beliau dalam memaafkan
orang-orang yang menyakiti beliau, diantaranya adalah ketika beliau memilih
memaafkan penduduk Thaif saat malaikat menawarkan akan menghancurkan mereka
dengan melemparkan gunung Qubais dan Al-Ahmar kepada mereka, namun jawaban
beliau adalah, “tidak, bahkan aku berharap agar Allah mengeluarkan dari
keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah.” Begitulah Rasûlullâh SAW bersikap dalam menghadapi orang yang mendzaliminya.
4.
Kata "Maaf", adalah kata yang mudah untuk
diucapkan namun terasa susah untuk dilakukan. Berbagai alasan sukar meminta
maaf atau memberi maaf. Dan akan lebih sulit bila orang yang dimintai maaf
lebih muda, lebih miskin, atau status jabatannya lebih rendah.
5.
Orang yang terhalang untuk bermaaf-maafan telah
terkategorikan keras hati, bahkan mengidap penyakit hati. Al-Qur'an
menggambarkan kondisi penyakit tersebut ketika mengisahkan tentang Bani Israil.
Mereka dilukiskan sebagai orang-orang yang sulit menerima kebenaran meskipun
bukti nyata telah hadir di depan mata. Hati mereka mengeras seperti batu,
bahkan bisa lebih keras lagi.(Lihat QS. Al-Baqarah/2: 67-74)
Penyakit ini susah
disembuhkan karena yang mesti dihadapi penderitanya adalah dirinya sendiri.
Egoisme, gengsi, merasa terhormat, merasa baik, atau perasaan paling istimewa,
biasanya menjadi biang keladi mengapa hati seseorang membatu sehingga sukar dimasuki
nasehat, kebenaran dan kebaikan yang datang dari luar dirinya. Bisanya
menyalahkan situasi, menyalahkan keadaan, dan
menyalahkan pihak lain.
Dari beberapa
kondisi dan situasi seperti di atas. Ada beberapa hikmah yang bisa kita jadikan
motivasi bagi kita dalam menjadi kehidupan di dunia ini yaitu;
Pertama; Mudah
mema’afkan, penyayang terhadap sesama muslim dan lapang dada terhadap kesalahan
orang merupakan amal shaleh yang keutamaannya besar dan sangat dianjurkan dalam
Islam;
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ ۞
"Jadilah
engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan perbuatan baik, serta berpisahlah
dari orang-orang yang bodoh." (QS. Al-A’raf;7:199)
Kedua; Suka
memaafkan akan disenangi banyak orang, dan sebaliknya bersikap keras, sombong,
dan tidak mau memaafkan akan dijauhi banyak orang;
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ
كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۞
"Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu." (QS.
Ali Imran;3:159)
Ketiga; Bahkan
sifat pemaaf adalah termasuk ciri hamba Allah SWT yang bertakwa kepada-Nya;
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ ۞
"(Orang-orang
yang bertakwa adalah) mereka yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang
maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta (mudah) memaafkan
(kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan." (QS. Ali-Imran;3:134)
Dari sinilah maka akan terbangun dalam diri kita tiga sikap dan kecerdasan
dalam jiwa dan hatinya yaitu kecerdasan spiritual yang selalu berpegang pada
rasa keimanannya, kecerdasan emosional yaitu pandai menahan diri, sekalipun
sangat bisa untuk marah kepada orang lain, dan kecerdasan sosial,
yaitu dalam dirinya tertanam kepedulian kepada sesama, dimanapun dan sampai
kapanpun selagi masih hidup dan bernyawa. Karena hanya mengharapkan pertolongan Allah SWT,
dengan keyakinan itulah maka pertolongan Allah SWT selalu mengiringi
kehidupannya. Sebagaimana informasi dari Rasulullh SAW. Allah SWT akan
menolong hambaNya selama hamba itu mau menolong saudaranya.
Semoga kita bisa meneladani sifat dan akhlaq Rasûlullâh SAW; menjadi pribadi pema’af , sebagai hikmah dari milad beliau, sehingga
memperoleh syafa’at, kemuliaan dan
pahala yang besar dari Allah SWT.
Tidak ada komentar: