MENGUJI KEBERHASILAN PUASA RAMADHAN

 MENGUJI KEBERHASILAN PUASA RAMADHAN
Oleh : Ust. Drs.H. Radix Mursenoaji
Ketua Majelis Taligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Malang


 

 

Ramadhan telah berlalu, tapi amalaiyah selama ramadhan tidak berlalu dari hati kita kaum muslimin.  Puasa wajib boleh erakhir, tapi puasa sunnah tetap menyertai diri kita orang beriman. karena sesungguhnya yang berlalu dan berakhir itu bersifat fisikal, secara spiritual apa yang sudah kita lakukan slama ramadhan lalu telah menorehkan suatu kesan yang mendalam dalam jiwa orang yang beriman, sehingga sulit dilupakan apalagi dihilangkan. Maka dari itu salah satu tanda diterimanya amalan puasa ramadhan adalah gemar bersilaturrahim (berkunjung) kepada sesama (saudara, kolega, dll). Karena satu dari sekian tanda diterima suatu amalan, adalah amalan setelahnya, mnrut Syekh Al-Hafidh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitab “Lathāifu al-Ma’ārif” (2004, I: 221) berkata: “Sesungguhnya, jika Allah menerima amal seorang hamba, (maka) dia diberi taufiq untuk (melakukan) amal shalih setelahnya.”Sebagaimana firman Allah Swt;

  Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya  Allah menciptaka n isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (Q.S An Nisa’: 1)

 

Silaturrahim yang dikemas dalam bentuk acara halal bi halal yang lazim dilaksanakan Umat Islam Indonesia pada setiap Bulan Syawal belum lama telah berlalu dari kita. Pada acara ini, orang saling bersalaman (mahram) dengan maksud saling meminta dan memberi maaf kepada sesamanya dan mengakrabkan diri. Pada masalah yang shalih ini, bila ada orang yang malu-malu meminta maaf atas perbuatan salahnya terhadap seseorang diwaktu lain maka di Bulan Syawal, mereka dengan tenang dan suka-rela saling meminta dan memberikan maafnya. Hubungan antar sesama menjadi cair dan semakin familiar. Silaturrahim diantara keduanya dan anggota masyarakat lainnya menjadi semakin hangat dan intensif. Bahkan yang jarang bertemu pun dapat saling melepaskan kerinduan dan mempererat persaudaraan.

 Firman Allah dalam QS. An Nisa ayat 1 tersebut diatas dengan jelas dapat kita pahami bahwa Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk menjaga ketaqwaan dan memelihara silaturrahim. Contoh operasionalisasi praktik memelihara silaturrahim sungguh amat banyak bertebaran dalam kehidupan Nabiyullah Muhammad saw sehingga dapat kita contoh bahwa menyambung dan memelihara silaturrahim itu tidak terbatas pada suatu waktu saja (yakni pada Bulan Syawal) akan tetapi harus sepanjang waktu dalam pergaulan. Bahkan, sesuai tuntunan Rasulullah saw bila silaturrahim itu dimaksudkan juga untuk meminta maaf atas suatu kesalahannya maka permintaan maaf itu sangat baik jika dilakukan  secepatnya alias tidak boleh ditunda-tunda; tidak baik bila menunggu sampai pada Bulan Syawal berikutnya.

 

Allah menciptakan manusia yang terdiri dari laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah untuk saling mengenal dan berhubungan/ ta’aruf (QS. Al Hujurah : 13). Kemudian dalam HR Ahmad, bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar terhadap keburukannya lebih banyak pahalanya daripada yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas keburukannya" (H.R. Ahmad/22019). Sementara itu, dalam pergaulan sehari-hari amat banyak obyek yang dapat menjadikan salah paham atau konflik. Konflik itu dapat terjadi di dalam satu rumah tangga, antar tetangga, antar kelompok dalam masyarakat dengan berbagai obyek penyebab. Terlebih lagi, pintu menuju konflik lebih terbuka lebar pada indifidu atau pun kelompok yang tidak mendasarkan pedoman hidup islami. Terkadang suasana peribadatan di dalam masjid pun masih bisa terjadi konflik gara-gara kipas angin, penataan shaf, penggunaan pengeras suara yang berlebihan, dan sebagainya. Sementara itu dalam kehidupan bertetangga sering terjadi konflik dari obyek saluran pembuangan limbah rumah tangga(pematusan/draenase), talang air, urusan anak, dan sebagainya. Bahkan gara-gara urusan yang amat sepele, bisa terjadi tawuran antar warga Rt, warga RW atau kampung. Pendek kata, konflik dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dengan obyek apa saja!

 

Rentannya manusia untuk terjadi konflik itu maka solusi yang tepat adalah kita harus kembali kepada tuntunan al-Islam. Agama Islam mengajarkan dan menebarkan keselamatan kepada seluruh penghuni alam yang kita pahami sebagai ‘rahmatan lil ‘alamin’. Tuntunan  mewujudkan rahmatan lil ‘alamin tidak rumit dengan teori-teori, melainkan langsung kepada contoh praktek yang amat mudah.

Yang paling awal, untuk membuka pintu silaturrahim adalah apabila berjumpa dengan seseorang yang kita kenal adalah dengan bersenyum. Senyum yang tulus adalah merupakan bahasa tubuh, sebagai ekspresi dari rasa gembira dan bahagia atas pertemuan itu sehingga orang yang kita jumpai merasa disambut dengan sikap positip dan terjadilah perjumpaan yang positip.Pada Hadits Riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda: “janganlah engkau remehkan perkara ma’ruf, berbicaralah kepada saudaramudengan wajah yang penuh senyum dan berseri, sebab itu bagian dari perkara yang ma’ruf”(HR Abu Dawud/2562). Demikian pula menurut sahabat beliau Abdullah bin Jaz’I berkata: “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah saw

Lebih dalam lagi dari perjumpaan yang diawali dengan senyuman maka dilanjutkan dengan mengucapkan salam: ‘Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuh’. Ucapan salam ini akan mampu mencairkan suasana yang tadinya kaku. Ucapan salam ini memiliki ruh saling mendo’akan agar beroleh kebaikan. Ucapan salam ini pun mampu menembus lintas batas sosial seperti orang kaya, orang berpangkat, orang berdarah biru dan sebagainya sehingga bagi yang mengawali maupun yang menjawab salam serasa berderajad sama.  Namun juga harus kita praktekkan sebagaimana tuntunan rasulullah: yang muda mengucapkan salam kepada yang lebih tua; yang berdiri kepada yang duduk, yang diatas kendaraan kepada yang berjalan.

Perjumpaan yang mampu menghilangkan kedengkian yang sekaligus mampu mendapatkan ampunan dari Allah Swt adalah apabila perjumpaan itu disertai dengnan berjabat tangan. Nabi saw senantiasa berjabat tangan ketika berjumpa dengan sahabat sahabatnya. Abu Dzar berkata: “Aku tidak pernah berjumpa dengan beliau, kecuali beliau menjabat tanganku. Suatu hari beliau mengutus utusan kepadaku saat aku tidak dirumah. Ketika kembali ke rumah, aku diberi kabar bahwa beliau telah mengutus seseorang kepadaku. Maka aku mendatanginya saat beliau diatas pembaringan, lantas beliau memelukku. Maka pelukan itu lebih indah, dan lebih indah.(HR Abu Dawud/3538). Didalam berjabat tangan, tentunya tidak akan kita lakukan dengan lawan jenis yang bukan mahram. Dalam berjabat tangan, kita juga harus menunjukkan sikap yang hangat, dengan tersenyum dan menatap wajah orang yang berjabat tangan dengan kita. Berjabat tangan itu adalah kesempurnaan dari penghormatan. Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi saw, beliau bersabda: “termasuk kesempurnaan penghormatan adalah berjabat tangan”(HR Tirmidzi/2654).

Bukanlah menyambung silaturahim itu berbalas pemberian, akan tetapi silaturrahim itu ialah apabila diputus hubungan persaudaraannya maka segera menyambungnya. (HR. Bukhari). Pada kesempatan yang lain, Rasulullah saw juga bersabda: Hendaklah kalian saling berjabat tangan, niscaya akan hilang kedengkian. Hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya kalian akan saling mencintai dan menghilangkan permusuhan( HR Malik /1413).

 

Menjadi gamblanglah bagi kita bahwa hidup Islami, menjaga dan memelihara silaturrahim itu tidak terlalu sulit bahkan mudah dan murah. Silaturrahim harus mampu kita wujudkan sepanjang masa usia kita, semampu kekuatan kita masing-masing walaupun tidak seintensip yang dilaksanakan oleh kebanyakan orang pada Bulan Syawal bagi masyarakat Indonesia. Karena dengan cara gemar bersilaturrahim, kita tau bahwa ibadah puasa  yng telah dilakukan menemukan keberhasilannya, kedua mudah mema’afkan dan meminta ma’af, ketiga tidak suka memendam rasa tidaksuka kepada siapapun, dan jika kita merasa tidak suka pada orang lain niatkan bukan pada orangnya tapi pada sifat dan sikapnya,  kalaupun terpaksa harus tidak suka pada seseorang, jangan sampai melebihi 3 hari, itulah dispensasi dalam ajaran agama, supaya kita segera mungkin menyatu kembali dalam kebersamaan.

Wallahu a’lam.




MENGUJI KEBERHASILAN PUASA RAMADHAN  MENGUJI KEBERHASILAN PUASA RAMADHAN Reviewed by sangpencerah on Maret 30, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar: