Sepuluh malam
terakhir bulan Ramadan atau yang disebut dengan malam Lailatul Qadar, menjadi
ajang tersendiri bagi umat muslim untuk berlomba-lomba mengamalkan amal shaleh.
Biasanya, pada malam-malam ini banyak dari mereka yang dengan khusyuk melakukan
ibadah di malam hari terutama di masjid. Lalu, apakah berburu malam Lailatul
Qadar ini harus dilakukan di masjid? Apa saja amalan yang bisa dilakukan? Serta
apa saja tanda-tanda datangnya malam istimewa ini?.
Dr Supriyadi M.Pd.I, sebagai salah satu dosen Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) materi perkuliahan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
(AIK), memaparkan sebagai berikut.
Tempat mencari malam Lailatul Qadar
“Malam Lailatul Qadar
adalah salah satu malam spesial yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya. Hanya
saja, kita sering melihat banyak orang yang meyakini bahwa malam Lailatul Qadar
itu diturunkan atau diberikan kepada orang-orang yang berada di masjid sehingga
mereka beramai-ramai ke masjid untuk memperoleh malam Lailatul Qadar, bahkan
hingga tidur di sana,” tuturnya.
Sesungguhnya, lanjut Dr Supriyadi, untuk meraih malam tersebut
tidak perlu upaya yang aneh-aneh. Tidak salah bagi orang yang berusaha meraih
malam Lailatul Qadar di masjid. Namun tidak hanya di masjid saja, melainkan di
manapun orang tersebut berada, mereka bisa meraih malam istimewa itu.
Malam Lailatul Qadar tidak ada yang secara khusus diberikan kepada
orang yang ada di masjid. Melainkan malam ini diberikan kepada semua orang yang
melakukan kebaikan di manapun dan kapanpun pada bulan Ramadan, khususnya pada
10 malam terakhir.
“Memang mereka tidak salah berburu malam Lailatul Qadar di masjid.
Tapi jangan dipersepsikan hanya di masjid saja, di rumah pun bisa. Dan jangan
hanya dimaknai saja, tapi juga menghidupkan dan memberikan malam istimewa ini
dan beribadah,” tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa melalui surat Al-Qadar, dapat diketahui bahwa
Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qadar dan harus dijadikan sebagai
salah satu malam yang disambut dengan ukuran iman dan cinta oleh umat
Islam.
Meraih malam Lailatul Qadar bisa dilakukan dengan penuh suka cita,
menghidupkan malam-malam Ramadan, khususnya pada sepuluh terakhir dengan
istiqomah beribadah, melakukan shalat-shalat sunnah, membaca Al-Qur’an,
berdzikir dan amalan-amalan saleh lainya.
Tanda-tanda dan persiapan
“Malam Lailatul Qadar
memang memiliki tanda-tanda tersendiri. Namun kita tidak perlu fokus untuk
menggapai malam itu dengan berupaya yang terlalu keras hingga akhirnya menguras
energi. Karena yang tahu persis bagaimana malam Lailatul Qadar itu hanya Allah
SWT. Sebagai umat kita fokus dan istiqomah menyiapkan diri untuk melakukan
amalan saleh di 10 malam terakhir utamanya,” jelas dosen AIK ini.
Kemudian, ia mengutip dari beberapa hadist yang menjelaskan
tentang tanda-tanda datangnya malam spesial ini. Salah satunya adalah suasana
yang hening, cuaca yang bersahabat seperti tidak ada mendung, hujan, dan udara
terasa sejuk.
Dengan suasana yang sangat hening tersebutlah membuat banyak orang
yang saat itu merasakan ngantuk berat. Hal itu membuat orang mudah terlelap dan
akhirnya mereka melewatkan untuk beribadah di malam hari.
Jadi, begitu besar cobaan saat datangnya malam ini. Oleh karena
itu, para sahabat nabi telah menyiapkan diri menyambut malam Lailatul Qadar.
Bukan pada saat bulan Ramadan, melainkan 6 bulan sebelum datangnya bulan
Ramadan untuk berlatih terlebih dahulu.
Sehingga pada saat malam istimewa itu datang, mereka sudah
terbiasa untuk memberikan amalan-amalan terbaik dan bisa istiqomah.
Dalam menyambut malam Lailatul Qadar, hendaknya umat muslim
meniatkan sebagai kebutuhan, bukan keinginan. Jika mereka mengejar malam
istimewa ini hanya untuk keinginan saja, maka mereka akan menemui banyak
rintangan yang walaupun ngantuk saja mereka tidak sanggup menahannya.
Untuk melatih kita agar istiqamah dalam menjalankan amalan di 10
malam terakhir Ramadan, Dr Supriyadi menyarankan untuk dipersiapkan sejak
jauh-jauh hari. Misalnya membaca Al-Quran tidak hanya di bulan Ramadan, tapi
juga di hari-hari biasa yang konsisten dilakukan.
Amalan yang bisa dilakukan
Supaya umat Islam bisa meraih malam itu dan amalan yang bisa
dilakukan untuk meraihnya, maka yang harus dipahami pertama adalah
persepsi tentang malam Lailatul Qadar. Malam ini tidak hanya bisa dimaknai
dengan hal yang sifatnya pribadi, tapi juga berkait dengan amalan-amalan saleh
yang berhubungan dengan kegiatan sosial.
“Misalnya dengan melakukan sedekah, berinfaq, membantu meringankan
kesusahan hidup orang lain. Justru hal itulah yang sering terlalaikan pada
malam istimewa ini. Orang lebih fokus pada keshalehan
individu saja, sedangkan keshalehan
sosialnya terabaikan,
padahal itulah amalan-amalan terbaik dan menjadi indikator keberhasilan ibadah puasa.
Dan hal ini
bisa dilakukan ketika malam hari karena pada waktu tersebut tidak ada orang
yang melihat. Jika ingin melakukan amal sosial, tidak perlu mengekspos dan
memperlihatkannya.
Bagaimana dengan
zakat kita?
Zakat termasuk bagian dari syari’at agama
Islam. Artinya harus ada aturan dan petunjuk dari Allah SWT yang kemudian umat
manusia harus mengikutinya. Lalu, petunjuk tersebut dapat dikiaskan dalam suatu
perkara sesuai dengan dalil-dalil yang relevan. Dalam urusan zakat dibagi
menjadi zakat fitrah dan zakat maal, zakat fitrah terkhusus pada fakir-miskin
dan zakat maaluntuk 8 golongan.
Apa boleh zakat
fitrah di jadikan modul usaha produktif?
Memodalkan
zakat fitrah dalam bentuk usaha produktif itu haruslah seijin fakir miskin
tersebut, karena zakat fitrah itu adalah hak mereka. Si miskin ilmu dan
keterampilan sehingga kecil sekali kemungkinan untuk berhasil jika mereka
diserahi untuk memodalkan harta zakat tersebut menjadi barang yang produktif.
Oleh karena itu pengelolaannya haruslah dilakukan oleh orang-orang yang ahli,
alim dan terpercaya, dan juga dapat melibatkan para mustahiq tersebut, sehingga
dapat mengelola usaha tersebut secara efektif dan efisien. Adapun hasil dari
permodalan atau usaha tersebut adalah untuk kepentingan si fakir miskin.
Terdapat dua
macam pendapat ulama tentang hak siapa zakat fitrah itu, pertama, sebagian
ulama berpendapat bahwa zakat fitrah itu, adalah hak delapan macam asnaf
seperti dalam Surat at-Taubah ayat 60, yaitu fakir, miskin, ‘amilin, mu’allaf,
budak, orang yang berhutang, fisabilillah dan musafir. Mereka beralasan bahwa ash-shadaqat
bersifat umum dan mencakup segala macam shadaqah termasuk zakat fitrah.
Pendapat seperti ini dari Syafi’i, Jumhur dan lainnya. Kedua, segolongan ulama
lain seperti Abu Thalib, Jumhur, Qasim dll menyatakan bahwa zakat fitrah itu
adalah untuk fakir miskin semata, mereka beralasan dengan Hadits Nabi SAW
riwayat Abu Dawud, Ibnu Majjah, Hakim dari Ibnu ‘Abbas: Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pensucian
diri bagi orang yang berpuasa dari perkataan tidak berguna/sia-sia yang
jorok/buruk, dan untuk memberikan makan kepada orang-orang miskin. Barangsiapa
menunaikannya sebelum shalat (Shalat ‘Id), maka itulah zakat yang diterima
(maqbul) dan barangsiapa menunaikannya sesudah shalat maka itu termasuk
shadaqah.
Dalam
hadits ini Nabi SAW menegaskan bahwa zakat fitrah itu adalah makanan untuk
orang miskin, karena besarnya hajat mereka kepada makanan tersebut Muhammad ibn
Ismail ash-Shan’ani dalam Subul as Salam menjelaskan
bahwa lafaz thu’mah li al-masakin menjadi
dalil atau dikhususkannya bagi fitrah itu menjadi fakir miskin. Jamaah ahli
juga berpendapat demikian.
Menurut al-Qurtubi, para ulama telah sepakat bahwa
zakat fitrah itu diserahkan kepada fakir miskin Muslimin berdasarkan sabda Nabi
saw. Kayakanlah mereka daripada meminta-minta pada hari ini (hari raya
‘idul Fitri)
golongan ini berpendapat bahwa zakat fitrah adalah
hak fakir miskin, diperkuat dengan Hadits Nabi SAW; thu ‘mah li al masakin adalah
merupakan bayan atau penjelas terhadap keumuman ayat 60 Surat at-Taubah
tersebut di atas
Secara
ringkas dapat disimpulkan bahwa;
1. Zakat
fitrah adalah hak prioritas fakir miskin.
2. Diantara
tujuannya adalah agar terjalin hubungan kerjasama dan rasa kasih sayang antara
si kaya dan si miskin, dapat mengubah status fakir miskin tersebut.
3. Boleh
memodalkan zakat fitrah dengan syarat:
o
Seijin fakir miskin, karena itu adalah hak mereka
o
Kebutuhan mereka di hari raya sudah tercukupi dengan
sebagian zakat fitrah yang diperoleh.
o
Sisanya setelah
diberikan kepada fakir miskin. Bentuk usahanya, bisa koperasi, PT atau lainnya.
o
Hasil permodalan zakat fitrah digunakan untuk
kepentingan fakir miskin.
o
Pengelolaannya dilakukan oleh orang-orang yang
terpercaya, orang ahli yang dibentuk bersama antara mustahiq, muzakki, dan
ulama.
o
Pengelola menjamin dan bertanggungjawab terhadap
keselamatan permodalan zakat fitrah tersebut.

Tidak ada komentar: