Ramadhan telah berlalu, kita sebagai
kaum muslimin beriman, mestinya sudah mengalami sebuah perubahan dari jam
perjam, hari perhari sampai minggu perminggu. Sesungguhnya indikasi peruahan
dalam diri seorang yang beriman menandakan suatu ibadah diterima dan
berkualitas, bagaimana dengan hail puasa kita dalam satu bulan lalu?
Ada kisah dalam hadis yang selalu
menyelinap di kepala saya. Tentang seorang wanita penjaja kelamin. Seorang lonte,
seorang pelacur. Hidupnya dianggap kotor oleh dunia, dijauhi oleh mulut-mulut
yang berdoa, dihakimi oleh mata-mata yang tajam. Tapi pada suatu hari, di
tengah panasnya kehidupan, dia melihat seekor anjing. Lidah anjing itu
menjulur, nyaris putus napas, kehausan di tepi sumur. Wanita itu, yang hidupnya
dianggap hina, berhenti dan merasa iba. Dengan sepatu di tangannya, dia
mengambil air dan memberi minum anjing itu. Dan begitulah, Nabi Muhammad SAW berkata
bahwa dosa-dosa wanita itu terampuni dan Allah SWT menerima taubatnya. Surga
terbuka untuknya.
Di sini saya mulai berpikir, logika macam apa ini? Jika
pelacur yang hanya memberi minum seekor anjing, hewan yang air liurnya saja
najis, bisa masuk surga, bagaimana dengan seorang ibu? Seorang ibu yang setiap
hari, setiap jam, memberi minum dari tubuhnya sendiri kepada anak-anaknya.
Bukankah mereka lebih pantas untuk surga?
Surga
di Telapak Kaki atau di Pelukan Bayi?
Kita ini seringkali terjebak dalam cerita yang dilapisi
moralitas. Surga itu katanya ada di bawah telapak kaki ibu. Tapi, bagaimana
kalau ibu itu terpaksa bekerja? Bagaimana jika dia harus meninggalkan
anak-anaknya untuk bertarung dengan dunia? Apakah telapak kakinya masih
mengandung surga? Atau surga itu terselip dalam pelukan bayi yang
ditinggalkannya setiap pagi?
Rasulullah SAW bersabda, "Surga
berada di bawah telapak kaki ibu." (HR. Ahmad). Tapi jangan kita
sempitkan sabda ini hanya pada ibu yang duduk di rumah. Seorang ibu yang
bekerja juga membawa surga dalam tangannya, dalam setiap langkah yang dia ambil
untuk anak-anaknya. Dan yang saya pelajari dari hadis itu, rahmat AllahSWT bisa
datang dari mana saja, dari siapa saja, bahkan dari tangan pelacur yang memberi
minum seekor anjing.
Pengorbanan seorang ibu lebih besar dari sekadar tindakan
heroik sesaat. Ibu memberikan hidupnya untuk anak-anaknya. Kita berbicara
tentang ibu yang begadang setiap malam karena anaknya menangis, ibu yang
mengorbankan waktu, tenaga, bahkan impian pribadi untuk memastikan anak-anaknya
tumbuh dengan baik. Bagaimana mungkin surga tidak lebih dekat bagi mereka?
Jika pelacur dengan satu tindakan penuh belas kasih bisa
meraih surga, seorang ibu yang setiap hari menumpahkan kasih sayang dalam
bentuk susunya, perhatiannya, dan pelukannya, tentunya lebih layak mendapatkan
rahmat yang lebih besar. Mereka layak mendapatkan surga di akhirat karena
mereka telah memberikan surga kecil di dunia bagi anak-anak mereka.
Logika
Cinta yang Tidak Berhitung
Ibu yang bekerja sering kali kita anggap terpisah dari
anak-anaknya. Kita bilang, dia kurang perhatian. Tapi tunggu dulu, apakah kita
pernah benar-benar melihat cinta seorang ibu? Cinta itu seperti air yang
mengalir tanpa henti, dari dirinya untuk anak-anaknya. Dari air susunya hingga
peluh di dahinya ketika mencari nafkah. Apakah kita, dengan semua logika
rasional kita, bisa menakar cinta itu?
Ibu adalah manifestasi dari
pengorbanan. Mereka yang terus memberi, tak pernah meminta kembali. Siang malam
bekerja, mengurus anak, mengelap air mata mereka, dan menghadapi kerasnya
kehidupan. Seorang ibu tidak hanya memberi air, tetapi memberi kehidupan. Tubuh
mereka adalah sumber kehidupan, dari rahim hingga payudara, semua dirancang
untuk memberi. Inilah pengorbanan yang tidak ada bandingnya.
Cinta, seperti yang Allah SWT tunjukkan dalam kisah pelacur
dan anjing, adalah tindakan kecil yang bisa menjadi gerbang rahmat. Dan rahmat
Allah SWT itu begitu luas. "Rahmat-Ku
meliputi segala sesuatu." (QS. Al-A'raf: 156). Jadi, jika seorang ibu
setiap hari memberikan cinta dalam bentuk yang tak terlihat, siapa yang bisa
meragukan bahwa surga menunggu di ujung perjalanannya?
Dunia
yang Tak Pernah Ramah pada Ibu
Ada ironi di sini. Ibu-ibu yang seharusnya mendapatkan
penghargaan tertinggi seringkali justru tersingkirkan oleh kehidupan. Mereka,
yang seharusnya punya waktu lebih banyak untuk anak-anaknya, malah terjebak
dalam roda ekonomi. Mereka harus pergi pagi-pagi, meninggalkan bayi yang masih
menyusui, bekerja sepanjang hari. Pulang malam, lelah, tapi tetap memeluk
anak-anak mereka dengan cinta yang sama. “Tiap-tiap
dari kamu adalah pemimpin, dan tiap pemimpin bertanggung jawab atas yang
dipimpinnya…” (HR. Al-Bukhari Muslim).
Kita sering kali gagal melihat bahwa perjuangan seorang ibu
yang bekerja adalah bentuk lain dari kasih sayang. Bukankah Rasulullah SAW pernah
berkata, "Barang siapa yang tidak
mengasihi, maka dia tidak akan dikasihi." (HR. Al-Bukhari). Para ibu
ini, meskipun sibuk bekerja, tidak pernah berhenti mengasihi. Setiap detik yang
mereka habiskan di luar rumah, mereka jalani untuk masa depan anak-anak mereka.
Bekerja bukan dosa. Tapi dunia ini tidak adil bagi ibu yang
terpaksa bekerja meninggalkan anak-anaknya. Mereka, yang sudah memberikan
segalanya—darah, air mata, waktu—dalam merawat dan membesarkan anak, harus pula
memikul beban dunia kerja. Seharusnya negara hadir dan membantu sehingga para
ibu tidak harus memeras air susunya setiap pagi, sebelum pergi mencari rupiah.
Lonte
yang Menyentuh Surga, Ibu yang Menyentuh Kehidupan
Kisah pelacur dan anjing itu bukan sekadar tentang
pengampunan. Itu adalah kisah tentang bagaimana tindakan kecil, yang mungkin
kita remehkan, bisa membuka pintu rahmat yang sangat besar. Dan seorang ibu?
Dia setiap hari melakukan tindakan-tindakan kecil itu, memberi minum,
menggendong, menyusui, memeluk, tanpa pamrih, tanpa meminta imbalan.
Rahmat Allah SWT itu luas. Mungkin itu yang hendak
disampaikan oleh cerita ini. Allah SWT tidak bertindak dengan kalkulasi manusia
yang selalu memandang dari hitam-putih. Seorang pelacur yang dalam hitungan
manusia adalah sosok hina bisa saja mendapatkan pengampunan hanya karena sebuah
tindakan kecil penuh kasih. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Rahmat-Ku
meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A'raf: 156).
Jika seorang pelacur yang hanya memberi minum seekor anjing
bisa mendapatkan rahmat, maka seorang ibu yang sepanjang hidupnya memberi cinta
dan kehidupan pastilah lebih dekat ke surga. Mereka menyentuh kehidupan dengan
tangan mereka, dengan tubuh mereka, dengan hati mereka.
Surga
Itu Ada, Tepat di Depan Mata
Dalam hidup ini, kita sering terlalu sibuk mencari surga di
tempat yang jauh. Padahal, surga itu ada di depan mata kita. Ia hadir dalam
pelukan seorang ibu kepada anaknya, dalam tetesan susu yang memberi kehidupan.
Surga itu ada di langkah-langkah ibu yang meninggalkan rumah pagi-pagi buta
untuk mencari nafkah, di tangan yang lelah tapi tetap membelai kepala anaknya
saat malam tiba.
Jika lonte yang hanya memberi minum seekor anjing bisa masuk
surga, maka seorang ibu yang setiap hari mencurahkan hidupnya untuk
anak-anaknya tentu lebih layak lagi masuk surga. Surga tidak buta. Rahmat Allah
SWT tidak hitam-putih. Ia meliputi semua yang hidup dalam cinta. Dan cinta itu,
setiap hari, mengalir dari seorang ibu.
Itulah surga.
Dan kita? Sudahkah kita mengingat cinta itu? Sudahkah kita
menghargai surga yang ada di telapak kaki ibu kita?

Tidak ada komentar: